Menteri Yasonna Sebut Rusuh Lapas karena Aturan Wajib Baca Alquran, Benarkah?

Ngelmu.co – Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham), Yasonna Hamonangan Laoly menyebut Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas II B Polewali Mandar, Sulawesi Barat rusuh karena adanya penerapan wajib baca Alquran bagi para napi beragama Islam yang bebas bersyarat. Namun, benarkah faktanya demikian?

Kerusuhan terjadi, Sabtu (22/6) lalu. Ratusan napi mengamuk, hingga merusak sejumlah fasilitas. Bukan hanya karena kecewa dengan kebijakan Kalapas B Polman, Haryoto yang menerapkan syarat pembebasan yakni wajib baca Alquran, kerusuhan juga disebabkan oleh jumlah napi yang melebihi kapasitas.

Menurut Kapolres Polewali Mandar AKBP Rivai, sejumlah warga binaan yang mengamuk sempat merusak pagar dan kaca jendela dalam Lapas.

Situasi baru mulai tetang setelah puluhan polisi setempat, dikerahkan ke lokasi. Ia menyatakan, selama ini narapidana yang tidak sepakat dengan aturan yang diterapkan, sudah dua kali melakukan aksi protes.

“Protes yang dilakukan narapidana ini sendiri merupakan yang ketiga kalinya. Namun, baru kali ini diwarnai kericuhan, hingga perusakan terjadi. Selain ketidakpuasan para napi, keributan juga dicipu over kapasitas narapidana,” pungkasnya, seperti dilansir dari Senayan Post.

Sementara Haryoto mengatakan, kewajiban baca Alquran bagi napi yang hendak menjalani pembebasan bersyarat dan beragama Islam, mulai diberlakukan sejak ia resmi ditugaskan menjadi Kalapas.

Kemampuan baca Alquran, menurut Haryoto, penting untuk dijadikan bekal mereka bersosialisasi dan berbaur dengan masyarakat, setelah dinyatakan bebas.

“Napi berinisial O belum bisa bebas, sebab yang bersangkutan belum bisa membaca Alquran. Sementara salah seorang napi berinisial R, sudah dibebaskan karena yang bersangkutan dinilai sudah memenuhi syarat. Nah, inilah yang menjadi pemicu kemarahan, yang diduga diprovokasi oleh oknum napi lainnya,” jelasnya.

Setelah ketegangan mereda, petugas langsung melakukan pendekatan secara persuasif. Warga binaan diminta agar tetap sabar dan tenang.

Para napi yang bergerombol di sekitar Lapas pun diminta untuk kembali ke tempat masing-masing, agar tidak kembali memancing kerusuhan.

Sementara Menkumham Yasonna Hamonangan Laoly yang merasa persyaratan Haryoto berlebihan, menyatakan penerapan wajib baca Alquran sebagai syarat pembebasan sebagai hal yang melampaui kewenangan Kalapas.

Ia pun menonaktifkan Haryoto, karena menilai aturan yang diterapkan menjadi pemicu kerusuhan di Lapas, dan terkesan memaksakan.

“Iya, itu sudah ditarik orangnya ke Kanwil,” tegasnya di Kompleks Istana Presiden, Jakarta, Senin (24/6).

“Bahwa tujuannya itu baik, iya. Tapi membuat syarat, itu melampaui UU. Kalau nanti dia enggak khatam-khatam, walaupun secara undang-undang sudah lepas, ‘kan enggak bisa? Tujuannya baik, tetapi memaksakan dengan cara begitu ‘kan enggak boleh, akhirnya memancing persoalan,” pungkas Yasonna.

Namun, jika ditelusuri, membaca Alquran sudah menjadi kegiatan di banyak Lapas, seperti di Lapas Porong, Sidoarjo. Di sana, puluhan napi mengikuti gerakan hijrah, dengan rutin mengadakan pengajian dan penghapusan tato.