Berita  

Naik-Turun-Naik Iuran, Peserta BPJS Kesehatan: Berasa Lagi di-Prank

Jokowi Naikan BPJS Kesehatan

Ngelmu.co – Mau tidak mau, suka tidak suka, kenyataannya kenaikan iuran BPJS Kesehatan yang sempat dibatalkan oleh Mahkamah Agung (MA), kembali diberlakukan oleh Presiden Joko Widodo, per Juli mendatang.

Akibatnya, peserta BPJS Kesehatan, pun merasa menjadi bagian dari korban gurauan—prank—dan Pemberi Harapan Palsu (PHP), dari pemerintah.

Salah satunya Maria Ulfah (30). Wanita yang merupakan peserta Mandiri kelas II BPJS Kesehatan itu, mengaku kecewa.

Padahal, ia sempat bersyukur dengan putusan MA, yang membatalkan kenaikan tarif BPJS Kesehatan.

Sebab, maria mengaku, tanggungannya untuk iuran satu ini, tidak sedikit.

Selain dirinya, ia juga menanggung kepesertaan untuk ayah, ibu, dan adiknya.

Artinya, total tagihan iuran BPJS Kesehatan yang harus ia bayar per bulan, mencapai Rp440 ribu, sejak kenaikan berlaku.

“Awal tahun sudah cukup shock, naik dua kali lipat, terus dapat kabar turun, baru banget sebentar rasain turun, eh naik lagi,” kata Maria.

“Berasa lagi di-prank, seperti yang lagi heboh-heboh sekarang ini,” sambungnya, seperti dilansir CNN, Rabu (13/5).

“Bulan Mei ini, memang tidak bayar, karena lebih bayar di April kemarin (setelah putusan MA), tapi ternyata baca berita hari ini, semua cuma sementara, balik lagi naik. Berasa di-PHP-in,” keluh Maria.

Ia pun meminta, agar Jokowi, tidak mengeluarkan kebijakan yang memberi ketidakpastian kepada masyarakat.

“Kalau kata orang Jawa tuh ‘mencla-mencle’ ini. Apalagi sebagai masyarakat awam, sebenarnya kurang paham sih untuk apa kenaikannya, dan sempat turun, berarti ada pertimbangan apa? Kenapa bisa sampai turun, dan akhirnya naik lagi?” tanya Maria heran.

Wanita yang sehari-hari bekerja sebagai wiraswasta itu, mengaku tidak keberatan jika tarif kepesertaan harus naik.

Namun, kenaikan iuran harus sesuai dengan layanan yang diberikan kepada peserta.

Selain itu, jika memang harus ada kenaikan, sebaiknya, lanjut Maria, dilakukan secara bertahap.

Ia juga berharap, kenaikan tidak dilakukan di tahun ini, mengingat tekanan ekonomi akibat pandemi COVID-19, sudah cukup membebani masyarakat.

“Kalau bisa sih jangan naik dulu, buat makan saja masih mikir, ini harus mikirin kenaikan tarif juga,” kata Maria.

“Idealnya kapan? Mungkin nanti setelah kondisi lebih stabil, setelah masa pandemi ini, dan kalaupun naik, tidak ujug-ujug hampir dua kali lipat,” pungkasnya.

Baca Juga: Soal Iuran BPJS Kesehatan yang Kembali Naik, PKS: Pil Pahit Bagi Masyarakat

Tak hanya Maria, Elvin Indra (55), juga mengaku keberatan dengan kebijakan yang dikeluarkan Jokowi.

Terlebih, kenaikan dilakukan di tengah wabah virus Corona.

Indra pun mengkritik, sikap pemerintah yang kerap plin-plan dalam menetapkan sebuah kebijakan.

“Jangan plin-plan begitu-lah, masa naik lagi Juli, seharusnya tetap saja dulu, ‘kan ini tidak ideal untuk masa pandemi begini,” ujarnya.

“Kalau mau naik, ya 20 persen dulu-lah, jangan langsung 100 persen. Misal dari Rp60 ribuan, jadi Rp70-75 ribuan dulu, masa langsung Rp110 ribu,” sambung Indra.

Baca Juga: Sebut Jokowi Hormati Putusan MA, Dirut BPJS: Masih Dalam Koridor

Sebelumnya, MA telah membatalkan kenaikan iuran BPJS Kesehatan, hingga kembali ke angka semula, yakni:

  • Kelas III sebesar Rp25.500,
  • Kelas II sebesar Rp51 ribu, dan
  • Kelas I sebesar Rp80 ribu.

Tetapi Presiden Jokowi, kembali menaikkan iuran, dengan menerbitkan Perpres Nomor 64 Tahun 2020 tentang Perubahan Kedua Atas Perpres Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan.

Berikut iuran yang akan berlaku mulai 1 Juli 2020:

  • Kelas III tahun 2020 masih Rp25.500, tetapi mulai 2021 hingga tahun berikutnya, menjadi Rp35 ribu,
  • Kelas II menjadi Rp100 ribu, dan
  • Kelas I menjadi Rp150 ribu per orang per bulan.