Berita  

Nasib Investasi Miras di Perpres, Batalkah?

Perpres Investasi Miras

Ngelmu.co – Presiden Joko Widodo (Jokowi), telah mencabut lampiran III Perpres Nomor 10 Tahun 2021 tentang Bidang Usaha Penanaman Modal, terkait izin investasi bagi industri minuman keras (miras) atau minuman beralkohol.

Namun, bagaimana nasib investasi miras di Perpres 10/2021? Apakah benar-benar dibatalkan?

Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia memberikan penjelasan.

Pencabutan lampiran III dalam Perpres, mencakup poin 31, 32, dan 33.

Di mana isinya memuat tata cara memperoleh perizinan investasi bagi industri miras.

Sementara Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 2021 itu sendiri, tetap berjalan.

“Kecuali lampiran bagian ketiga yang bicara alkohol, selebihnya tidak dicabut.”

“Jadi, izin yang sudah ada, tidak batal. Selama proses mekanisme disesuaikan [dengan] Undang-Undang atau Peraturan Menteri [yang] sebelumnya.”

Demikian kata Bahlil, dalam konferensi pers, melalui kanal YouTube BKPM TV – Invest Indonesia, Selasa (2/3).

Lebih lanjut ia menjelaskan, bahwa izin pembangunan industri miras di Indonesia, telah berlangsung lama.

Pasalnya, hal itu sudah ada sejak 90 tahun lalu, tepatnya di tahun 1931.

Bahkan, telah rilis sekitar 109 izin pembangunan industri miras di 13 provinsi di Indonesia.

“Di negara kita, sebelum merdeka, memang sudah ada izin untuk pembangunan minuman alkohol ini,” tutur Bahlil.

“Terus berlanjut, baik di zaman sebelum merdeka, setelah merdeka. Baik Orde Lama, Baru, dan Reformasi,” imbuhnya.

“Dalam pemerintahan berganti-ganti, sampai dengan sekarang,” lanjutnya lagi.

Bukan Berarti Pemerintah Tidak Konsisten

Bahlil juga menegaskan, bahwa poin 31-33, telah melewati diskusi komprehensif dengan tokoh lintas agama.

Sejak awal, menurutnya, pemerintah juga sangat terbuka dalam penyusunan Perpres, pun Peraturan Pelaksana.

Di antaranya dengan membuka serap aspirasi melalui situs pemerintahan, untuk menerima berbagai aspirasi.

“Komunikasi awal sudah dilakukan, tapi kami pahami, belum terlalu detail, mungkin,” ujar Bahlil.

“Menyangkut pemerintah, dalam proses penyusunan, sudah tentu kita melibatkan berbagai stakeholder,” sambungnya.

Maka Bahlil menegaskan, pencabutan lampiran III, bukan berarti pemerintah tidak konsisten dalam membuat kebijakan.

Namun, karena pemerintah mendengarkan berbagai aspirasi, serta melihat kepentingan yang lebih besar.

“Atas kajian mendalam, lewat proses mendengarkan aspirasi dari tokoh agama juga berbagai pihak, poin tersebut dicabut,” kata Bahlil.

“Ini bukti, presiden sangat demokratis dan aspiratif mendengar masukan konstruktif,” lanjutnya.

“Kepentingan negara mana yang harus diselamatkan secara mayoritas,” imbuhnya lagi.

Bahlil juga memastikan, bahwa pencabutan lampiran soal investasi miras dari Perpres 10/2021, belum berdampak sistemik.

Sebab, Perpres tersebut juga baru mulai berlaku per Kamis, 4 Maret, besok.

Maka wajar, kata Bahlil, jika belum ada yang menyampaikan minat terhadap investasi di sektor itu.

Ia menekankan, “Karena sudah diputuskan oleh Bapak Presiden, kita harus tunduk dan taat.”

“Tidak boleh ada gerakan tambahan… yang diputuskan Bapak Presiden untuk dicabut, kita cabut,” sambung Bahlil.

Baca Juga: Lampiran soal Investasi Miras Dicabut dari Perpres, Ini Kata Mereka!

Sebelumnya, izin investasi bagi industri miras, tertuang dalam Perpres 10/2021.

Beleid tersebut merupakan aturan turunan dari Undang-Undang (UU) Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.

Jika mengacu pada lampiran III, pemerintah membolehkan siapa saja mendirikan usaha miras [daftar bidang usaha dengan persyaratan tertentu] yang terbagi menjadi tiga:

  1. Industri miras mengandung alkohol [KBLI: 31];
  2. Minuman keras mengandung alkohol berbahan anggur [KBLI: 32]; dan
  3. Industri minuman mengandung malt [KBLI: 33].

Persyaratan lainnya adalah penanaman modal baru hanya dapat dilakukan di empat provinsi:

  1. Bali,
  2. Nusa Tenggara Timur (NTT),
  3. Sulawesi Utara, dan
  4. Papua.

Dengan memperhatikan budaya serta kearifan lokal.