Nasihat ‘Orang Gila’ kepada Raja Harun Ar Rasyid tentang Kekuasaan

Harun Ar Rasyid Bahlul

Ngelmu.co – Harun Ar Rasyid yang merupakan penguasa kelima Kekhalifahan Abbasiyah, terdiam setelah mendengar nasihat tentang kekuasaan, dari mulut Bahlul [seorang ulama sufi yang dianggap gila oleh masyarakat pada zamannya].

Mengutip Kitab Uqala al-Majanin [kebijaksanaan ‘orang-orang gila’], diceritakan bahwa ketika di tengah perjalanan, Harun, bertemu dengan Bahlul.

Adegan ini juga terdapat pada serial web ‘Imam Ahmad bin Hanbal’, episode ke-5, menit ke 22:39, sampai 24:48, yang diunggah oleh kanal YouTube The Imam.

Bahlul yang dianggap gila dan sedang duduk merenung di atas kuburan pun berseru, “Wahai Harun… Harun…”

Harun pun menjawab dengan nada sedikit mengejek, “Wahai orang gila…”

“Kapan kau akan sadar?” tanya Bahlul.

“Siapa yang gila, kau atau aku?” jawab Harun.

“Aku-lah yang berakal wahai Harun!” tegas Bahlul.

“Bagaimana bisa seperti itu?” tanya Harun sembari terbahak, dan turun dari kudanya.

Mendengar itu, Bahlul yang juga ikut tertawa pun menjelaskan, “Aku mengetahui bahwa Istana-mu tidak kekal, sedangkan kuburan itu kekal.”

“Itulah mengapa aku menyiapkan ini, sementara kau sibuk menyiapkan Istana, dan menelantarkan kuburanmu,” sambungnya.

“Kau takut dipindahkan dari dunia yang fana ke yang kekal. Padahal, kau tahu itu pasti, dan tidak bisa kita hindari,” imbuhnya lagi.

“Aku duduk di antara kuburan itu dan bertanya… Mana orang yang hina dan mana orang yang mulia?” kata Bahlul.

“Mana orang yang lemah dan mana yang kuat… dan di mana kesombongan yang selalu di-agung-agungkan?” lanjutnya.

“Cacing tanah datang dan pergi menghapus kekuatan dan kesombongan. Wahai orang yang ‘bertanya’, apakah kau tidak melihat pelajarannya?” kata Bahlul.

“Apakah ini tanda kegilaan, wahai Harun?” ujarnya bertanya.

Baca Juga: Kisah Fir’aun: 5 Pilar Tirani Kekuasaan yang Akan Hancurkan Suatu Negeri

Harun pun terdiam, wajahnya nampak berpikir. Ia menyerap kata demi kata yang Bahlul sampaikan.

Kemudian Harun mengangguk, dan berkata pada Bahlul, “Demi Allah, kau benar. Teruskan nasihatmu untukku.”

Bahlul kembali berpesan, “Dekatkanlah dirimu dengan Kitab Allah. Di sana ada kabar dan pelajaran.”

Mendengar itu, Harun menjawab, “Apakah kau punya permintaan yang bisa kuberikan untukmu?”

Bahlul pun mengaku, kalau ia punya tiga permintaan, dan akan berterima kasih jika Harun, dapat memberikannya.

“Tambahkanlah umurku,” pinta Bahlul.

“Aku tidak bisa…” jawab Harun.

Permintaan kedua Bahlul, “Lindungi-lah aku dari malaikat maut.”

“Aku tidak sanggup…” jawab Harun lagi.

Sedangkan permintaan ketiga Bahlul adalah, “Masukan aku ke surga, dan jauhkan aku dari neraka.”

“Jelas, aku tidak mampu…” kata Harun menyadari bahwa dirinya memang tidak sanggup.

Di akhir perbincangan, Bahlul kembali menegaskan, “Maka ketahuilah, bahwa kau hanyalah ‘hamba’, bukan ‘raja’. Aku tak ingin meminta apa pun darimu.”

Sebenarnya, Bahlul bukan orang yang benar-benar gila. Ia merupakan ulama ahli hikmah yang bernama Syekh Bahlul Majnun.

Tujuan tulisan ini adalah bagaimana kita dapat memetik hikmah serta pelajaran dari perbincangan Harun dan Bahlul.

Bahwa kekuasaan setinggi dan sebesar apa pun di dunia, hanya sementara. Bahkan, tidak apa-apanya.

Siapa pun yang nampak menggenggam kekuasaan semasa hidup, belum tentu ‘selamat’ di akhirat nanti, jika berpijak pada jalan yang salah.

Wallahu a’lam.