“Padahal Kami Hanya Menutup Kuping”

Padahal Kami Hanya Menutup Kuping
Potret para santri yang memilih untuk menutup telinga, agar tak mendengar musik saat mengantre vaksin.

Ngelmu.co – Lucu memang, ketika mereka yang gemar meneriakkan toleransi, justru meributkan sikap para santri.

Padahal, anak-anak itu hanya menutup telinga agar tak mendengar musik, saat mengantre vaksin, bukan?

Namun, mengapa segelintir orang menjadi begitu mempermasalahkan hal ini?

Heran

Heran,
Kenapa, ya, selalu kami yang dipermasalahkan?
Padahal, kami hanya menutup kuping
Tidak merusak alat pemutar musik, atau demo agar musik dimatikan

Heran,
Kenapa mereka tidak pernah mempermasalahkan…
Tentang mereka yang korupsi?
Mereka yang menyalahgunakan narkoba?
Melakukan hubungan tanpa nikah?
Merusak alam dan hutan?
Membuat tayangan yang tidak mendidik bagi anak?

Heran,
Padahal, mereka yang mengusung ide tentang toleransi dan kebinekaan
Kenapa mereka tak sanggup menunjukkan toleransi kepada yang sedikit berbeda dengan mereka?
Bagaimana kami akan mempercayakan toleransi dan kebinekaan kepada mereka?

Bukankah radikalisme itu adalah memaksakan semua harus sama dengan mereka?
Tidak boleh ada yang berbeda pendapat dengan mereka?

Jadi, siapakah yang radikal dan intoleran, sebenarnya?

Karya: Ilustrator, Jj Wind.

 

View this post on Instagram

 

A post shared by Jj Wind (@jj_wind_13)

Selamat Datang di Akhir Zaman

Ketika syariat Islam menjadi asing di tengah orang-orang Islam itu sendiri.

Dalam Syariat Islam, memang ada khilafiyah [perbedaan pendapat atau pandangan dalam hukum Islam], dan ini telah lama dibahas oleh para ahli ilmu.

Dengan berbagai dalil Al-Qur’an dan As-Sunnah yang menjadi landasan dan rujukan.

Lalu, soal khilafiyah, ini telah rampung dibahas sejak dulu.

Masalahnya adalah, ketika pendapat yang satu coba dipahamkan pada orang yang berbeda pendapat, di sinilah sering kali terjadi benturan.

Sebenarnya, yakin pada pendapat tertentu, kemudian dijadikan pilihan buat diri sendiri, bukanlah soal.

Namun, yang menjadi soal adalah menolak kebenaran, dan meremehkan orang lain, yang kita kenal dengan ‘sombong’.

Seolah berhak men-judge seseorang atau sesuatu, tanpa mecoba mencari tahu terlebih dahulu kebenaran dan ilmunya–atau tanpa mengawalinya dengan cek n ricek [tabayyun].

Semoga kita bisa memetik hikmah dan ibroh di setiap kejadian yang terjadi beberapa hari terakhir.

Wallahu a’lam.

 

View this post on Instagram

 

A post shared by Ridwan R_One (@ridwan.r_one)

Karya: Konten kreator, Ridwan

Baca Juga:

Satu lagi, karya ilustrator Jj Wind, di mana Ngelmu menggarisbawahinya sebagai cermin.

Begini, mengapa ketika hafiz meninggalkan musik [hal yang pemrotes sebut dengan kesenangan] agar dapat fokus dengan hafalan Qur’an-nya, menjadi masalah?

Padahal, ketika pemrotes meninggalkan banyak kesenangan demi bisa mendapatkan sekaligus menjaga otot di tubuhnya, para hafiz itu tak memprotes ‘kan?

Cermin, di mana kau berada?

 

View this post on Instagram

 

A post shared by Jj Wind (@jj_wind_13)

“Terkadang, kita harus melepas kesenangan, demi mendapat sesuatu yang lebih besar dalam hidup.”

Semoga tiga potret di atas, bisa menjadi renungan untuk kita bersama.