Berita  

Pakai Selang Oksigen Demi Kawal RUU Perpajakan, Perjuangan Politikus PKS Jadi Sorotan

Aleg PKS Rapat RUU Perpajakan Pakai Selang Oksigen

Ngelmu.co – Perjuangan anggota Komisi XI DPR RI Fraksi PKS Ecky Awal Mucharam, mengawal RUU KUP [Rancangan Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan], menjadi sorotan.

Pasalnya, meski sedang dalam kondisi kurang sehat, yang bersangkutan tetap mengikuti rapat, demi memastikan rancangan UU tersebut berpihak kepada rakyat.

Ecky yang menghadiri Rapat Paripurna DPR RI ke-6 Masa Persidangan I (2021-2022) di Jakarta, Kamis (30/9) lalu, terlihat mengenakan selang oksigen.

Potret ini terekam dalam video singkat berdurasi 7 detik, yang beredar di media sosial, Jumat, 1 Oktober 2021.

Salah satu yang mengunggah video itu adalah Direktur Sosial dan Pengembangan Sabana Foundation Muhammad Haden Aulia Husein–melalui akun Facebook pribadinya.

“Ustadz Ecky Awal Mucharam, anggota legislatif DPR RI dari PKS,” demikian tuturnya di awal keterangan. “Saking ingin tetap mengawal.”

“Khawatir RUU tentang Perpajakan lolos begitu saja tanpa ada nilai-nilai keberpihakan kepada masyarakat, walau harus menggunakan selang oksigen ketika rapat.”

“Tetap sehat Ustadz, semoga amal sholehnya Allah balas,” tutup Husein dengan doa.

Baca Juga:

Video ini juga beredar di media sosial Twitter, setelah akun @gatse8, mengunggahnya pada Sabtu (2/10), dengan keterangan yang sama.

Warganet pun menanggapi dengan doa dan haru. Baik pada unggahan Husein pun @gatse8.

Amira Azzam: Semangat terus Pak Ecky, kerja kerja kalian yang untuk rakyat, bernilai di mata kami.

Siti Syahidah: Syafahullah syifaan aajilan. Aamiin.

Agus Suryana: Syafakallah, Ustaz. Perjuangan Ustaz didukung rakyat semua.

Aceng Jalaludin: Syafakallah, Ustdaz. Allah menyertai pejuang-pejuang sholeh.

Liena Herlina: Allah Maha Penyembuh. Sehatkanlah beliau, cintailah beliau, lancarkanlah segala urusanya. Aamiiin.

@berlianidris: Luar biasa! Syafahullah, semoga Allah segera memberi kesembuhan.

@mroesman: Masya Allah, semoga semua aleg PKS seperti beliau semangatnya, mengawal kebijakan-kebijakan yang berpihak kepada rakyat.

Sementara @Marimar_Aauw, bertanya. “Ya Allah. Sakit apa beliau?”

Pemilik akun @gatse8, pun menjawab. “Saturasinya sering di bawah normal.”

“Rapat soal KUP maraton sampai malem di ruang tertutup. Jadi, auto down,” imbuhnya menjelaskan.

PKS Tolak RUU Perpajakan

Sebelumnya, Partai Keadilan Sejahtera (PKS), memang menolak hasil pembahasan RUU KUP [yang disepakati menjadi RUU Harmonisasi Peraturan Perpajakan], karena tak memenuhi prinsip keadilan, sekaligus memberatkan rakyat.

Komisi XI F-PKS, memberikan catatan penolakan utamanya, dalam pengambilan keputusan.

Meliputi pengenaan pajak kebutuhan pokok, jasa pendidikan, pelayanan sosial, jasa kesehatan medis, dan lainnya.

“Di saat berbagai insentif dan fasilitas perpajakan diberikan kepada masyarakat berpendapatan tinggi, pemerintah justru terus mengejar sumber-sumber perpajakan dari masyarakat berpendapatan rendah.”

“Sistem administrasi perpajakan yang tidak efisien, terus menjadi permasalahan dalam pembangunan.”

Demikian kritik Ecky, saat membacakan pandangan mini F-PKS DPR RI Komisi XI.

Baca Juga:

Pihaknya tidak sepakat dengan kenaikan tarif PPN menjadi 11 persen, yang rencananya akan berlaku per 1 April 2022.

Begitu juga persentase yang kembali meningkat ke angka 12, dan berlaku paling lambat pada 1 Januari 2025 mendatang.

PKS mendorong, agar tarif Pajak Pertambahan Nilai, setinggi-tingginya, tetap 10 persen.

“Kenaikkan tarif PPN, akan kontraproduktif dengan rencana pemulihan ekonomi nasional.”

“Sumber PPN terbesar, berasal PPN dalam negeri, berupa konsumsi masyarakat, dan PPN impor yang merupakan konsumsi bahan modal, dan bahan baku bagi industri.”

“Artinya, kenaikkan tarif PPN, tidak hanya melemahkan daya beli masyarakat, tetapi juga akan meningkatkan tekanan bagi perekonomian nasional,” tegas Ecky.

Itu mengapa F-PKS menilai, penghapusan barang dan jasa yang tidak dikenai PPN [meliputi kebutuhan pokok, jasa kesehatan medis, jasa pendidikan, jasa pelayanan sosial, jasa keagamaan, dan lainnya], akan membebani rakyat.

Sekaligus berdampak negatif terhadap kesejahteraan serta perekonomian.

Sebab, seharusnya barang dan jasa tersebut masih dikecualikan, sebagai barang dan jasa kena pajak, sehingga bukan menjadi objek PPN.

Ecky juga menambahkan, bahwa PKS, menolak pasal-pasal terkait dengan program pengungkapan sukarela wajib pajak.

Sebagaimana yang dipahami publik sebagai program ‘Tax Amnesty Jilid II’, karena menunjukkan kebijakan perpajakan yang makin timpang, jauh dari prinsip keadilan.

“Pada tahun 2016, Fraksi PKS, secara resmi menolak tax amnesty yang didasari oleh sikap sesuai platform kebijakan pembangunan PKS.”

“Di mana kebijakan perpajakan adalah menegakkan prinsip keadilan (fiscal justice).”

Kebijakan tax amnesty merupakan kebijakan yang tak mencerminkan prinsip tersebut.

Pelaksanaan UU Pengampunan Pajak tahun 2016 juga tidak terbukti dapat meningkatkan penerimaan negara jangka panjang.

Pasalnya, pada periode 2018, rasio perpajakan hanya mencapai 10,2 persen, sementara 2019, cuma mencapai 9,8 persen.

Kata Stafsus Menkeu

Di sisi lain, Staf Khusus Menteri Keuangan (Menkeu) Bidang Komunikasi Strategis Yustinus Prastowo, juga telah bicara.

Komisi XI DPR RI, tuturnya, setuju untuk membawa RUU KUP ke Rapat Paripurna DPR, dan akan disahkan menjadi Undang-Undang (UU).

“Proses yang panjang, deliberatif, diskursif, dan dinamis, demi reformasi perpajakan dan Indonesia maju adil sejahtera,” ujar Pras.

Lebih lanjut, ia juga menjelaskan, bahwa Rancangan Undang-Undang tersebut akan berganti nama menjadi RUU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP).

Menurut Pras, pemerintah dan DPR benar-benar mendengarkan, serta berkomitmen terus mendukung masyarakat bawah.

“Maka barang kebutuhan pokok, jasa pendidikan, jasa kesehatan, jasa pelayanan sosial, mendapat fasilitas dibebaskan dari pengenaan PPN,” klaimnya.