Berita  

Paradoks Jokowi Diungkap Hidayat Nur Wahid

Paradoks Jokowi Benci Produk Asing

Ngelmu.co – Wakil Ketua Majelis Syuro Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Hidayat Nur Wahid (HNW), mengungkap sikap paradoks Presiden Joko Widodo (Jokowi), setelah yang bersangkutan menggaungkan ‘benci produk dari luar negeri’.

‘Benci Produk dari Luar Negeri’

“Presiden @jokowi gaungkan cinta produk dalam negeri, benci produk asing! Aneh,” cuit HNW melalui akun Twitter pribadinya, @hnurwahid, Kamis (4/3) kemarin.

Wakil Ketua MPR RI itu pun menanyakan, apakah mungkin akan ada revisi dari pihak Istana Kepresidenan, atas pernyataan Jokowi tersebut.

Pasalnya, HNW menyoroti, keputusan pemerintah dalam pemilihan vaksin untuk COVID-19.

“Untuk vaksin COVID-19 saja yang diambil produk-produk luar negeri. Produk dalam negeri yang berkualitas tak kunjung ‘dihadirkan’,” sambungnya.

Selang sehari, klarifikasi atas pernyataan Jokowi soal ajakan ‘benci produk dari luar negeri’ pun muncul dari Menteri Perdagangan M Lutfi.

“Seperti diduga, akan ada klarifikasi atas pernyataan langsung dan berulang Presiden @jokowi soal ‘benci produk asing atau luar negeri’,” kata HNW.

“Itu dilakukan oleh Mendag. Istana juga klarifikasi soal tak dilibatkannya Wapres terkait Perpres investasi miras. Akan ada klarifikasi lagi?,” imbuhnya bertanya.

HNW, bukan satu-satunya pihak yang menyoroti berulangnya sikap paradoks Jokowi.

Pemilik akun Twitter @iskandar__fauzi, juga menyuarakan hal yang sama, “Pernyataan Jokowi selalu berbelit-belit.”

“Di hari yang sama, tanggal yang sama, dan tahun yang sama,” sambungnya sembari melampirkan potret tangkapan layar dua judul berita:

  1. Jokowi: Gaungkan Benci Produk Luar Negeri, dan
  2. Pemerintah Akan Buka Keran Impor 1 Juta Ton Beras.

Kedua berita yang dirilis pada hari yang sama, yakni Kamis (4/3) kemarin, hanya berselang beberapa jam.

Pernyataan Jokowi

Berikut pernyataan Jokowi yang dimaksud, ketika membuka Rapat Kerja Kementerian Perdagangan 2021:

Branding harus melekat, agar masyarakat lebih mencintai produk Indonesia, dibandingkan produk luar negeri.

Karena penduduk Indonesia, penduduk kita berjumlah lebih dari 270 juta jiwa.

Seharusnya adalah konsumen yang paling loyal untuk produk-produk kita sendiri.

Ajakan-ajakan untuk cinta produk-produk kita sendiri, produk-produk Indonesia, harus terus digaungkan.

Produk-produk dalam negeri gaungkan! Gaungkan juga benci produk-produk dari luar negeri.

Bukan hanya cinta, tapi benci. Cinta barang kita, benci produk dari luar negeri.

Demikian kata Jokowi, mengutip kanal Youtube Sekretariat Presiden, Kamis (4/3) kemarin.

Barang-barang Keluarga Jokowi Jadi Sorotan

Pernyataan itulah yang langsung memanen beragam reaksi dari publik. Di antaranya akun @mazzini_gsp, dan @FMasriati.

Keduanya mengulas soal bagaimana istri, anak, menantu, bahkan cucu-cucu Jokowi, begitu lekat dengan produk-produk asing.

“Mungkin Presiden Jokowi benci produk asing, tapi belum tentu keluarganya,” kata Mazzini.

“Barang-barang Fendi, Dior, dan Manolo Blahnik, akrab menjadi pakaian keluarga Presiden Jokowi,” imbuhnya.

Begitu pun Soi yang mencuitkan, “Jokowi gaungkan benci produk luar negeri, simak rangkaian momen manis keluarga Jokowi dengan sentuhan Gucci.”

Ini juga bukan pertama kalinya Jokowi bicara soal produk asing.

Sindiran Jokowi ke Emak-emak

Pada Agustus 2019 lalu, saat meresmikan acara Hari Belanja Diskon Indonesia di Senayan City, Jakarta Selatan, Jokowi menyindir ‘emak-emak’ pencinta barang impor.

“Neraca perdagangan kita masih defisit, defisit transaksi berjalan kita masih gede,” tutur Jokowi, Kamis (15/8/2019) lalu.

“Kalau kita masih semuanya barang impor, impar, impor, impar, impor, terutama ibu-ibu senangnya megang-megang brand, tas, sepatu, apa itu? Kita juga punya yang bagus-bagus,” imbuhnya.

Mendengar pernyataan Jokowi tersebut, warganet pun merasa tergelitik, dan melontarkan pertanyaan di media sosial Twitter.

Lagi-lagi, karena istri, anak, menantu, dan cucu Jokowi, juga menjadi bagian dari pemilik barang-barang impor.

Selengkapnya: Jokowi Sindir Emak-Emak Pencinta Barang Impor, Warganet Ungkap Harga Tas Iriana dan Kahiyang

Bukan hanya HNW dan warganet yang menyoal pernyataan Jokowi, Direktur Eksekutif Parameter Politik Adi Prayitno juga demikian.

‘Semangat Oke, tapi…’

Ia menilai, pernyataan Jokowi yang mengajak masyarakat membenci produk asing merupakan wujud kegalauan pemerintah, sekaligus menunjukkan sikap paradoks.

Pasalnya, saat ini, hampir semua sektor melakukan impor, meskipun banyak bagian yang sebenarnya dapat dikapitalisasi.

“Ini yang saya kira membuat pemerintah lagi pening, lagi pusing, sehingga harus mengeluarkan [pernyataan] semacam itu,” kata Adi, melalui sambungan telepon, mengutip CNN, Kamis (4/3).

Pernyataan Jokowi itu, lanjutnya, juga bisa membuat rakyat kebingungan, karena bertentangan dengan kenyataan [paradoks].

Seruan membenci produk asing, kata Adi, justru disampaikan ketika pemerintah masih membuka keran impor sejumlah komoditas yang bisa diproduksi dalam negeri.

Apalagi industri dalam negeri, tidak didukung serta dilindungi.

“Di satu sisi ingin membenci produk luar, tapi pada saat yang bersamaan, urusan cobek, urusan beras pun tetap impor,” kritik Adi.

Maka menurutnya, ajak Jokowi untuk membenci produk luar negeri, harus diikuti dengan kebijakan menutup keran impor dan sejumlah kebijakan strategis.

Lebih lanjut, Adi mengatakan, pemerintah harus mengurangi ketergantungan terhadap komoditas impor, serta mendorong sektor-sektor yang dapat dikelola sendiri.

Hal tersebut dapat dilakukan dengan tiga cara:

  1. Membuat kebijakan politik yang memihak sektor produksi dalam negeri;
  2. Pemerintah memberikan bantuan berupa dana yang tidak kecil, karena terdapat sejumlah budidaya yang harus didorong; dan
  3. Pemerintah harus membantu memasarkan produk lokal.

“Semangatnya sih oke, tapi ‘kan tidak selesai urusan retorika,” kata dosen Ilmu Politik Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta itu.

“Harus diterjemahkan dengan kebijakan politik yang memihak produk-produk lokal,” tegasnya.

Bicara Impor Hingga Nasib Petani

Selama ini, lanjut Adi, pemerintah berpihak terhadap produk-produk impor pada sejumlah komoditas yang masih bisa diproduksi dalam negeri [seperti, beras, gula, garam, hingga cangkul dan cobek], serta kerap melakukan tindakan yang instan.

“Itu ‘kan pekerjaan-pekerjaan mudah yang tidak perlu kecanggihan teknologi dan insinyur mapan,” protes Adi.

Ia juga mengingatkan, bagaimana jeritan para petani garam setiap tahunnya, karena pada masa panen, produk mereka dibeli dengan harga murah.

Padahal, perlu ongkos yang mahal untuk produksi mencetak garam. Begitu juga dengan nasib para petani sawah.

Di masa panen, padi mereka pun dibeli dengan harga murah, “Adanya yang beli itu tengkulak-tengkulak dengan harga yang nyungsep,” ungkap Adi.

Terlepas dari itu, Mendag Lutfi pasang badan atas kisruh yang terjadi usai Jokowi gaungkan ‘benci produk asing’.

“Yang salah ini adalah Menteri Perdagangan. Saya sendiri… karena, saya memberikan laporan kepada beliau sesaat sebelum acara dimulai,” tuturnya, dalam konferensi pers virtual, Kamis (4/3).

“Ini [ajakan membenci produk asing] merupakan bentuk kekecewaan beliau dan kita semua, karena praktik yang tidak adil ini menyebabkan kerusakan yang masif pada UMKM kita,” sambungnya.

Lutfi juga menjelaskan, bahwa laporan tersebut perlu ia sampaikan kepada Jokowi, karena pihak e-commerce yang menjual produk asing lintas negara, jelas mengancam eksistensi pelaku usaha di dalam negeri.

“Ini laporan saya untuk meminta beliau buka raker [rapat kerja] perdagangan dua hari lalu, karena kita kehilangan UMKM, karena masalah tersebut,” jelasnya.

Sayang, lanjut Lutfi, waktu yang dipilih untuk menyampaikan hal tersebut tidak tepat.

Sehingga Presiden Jokowi, terbawa suasana. Pernyataan yang seharusnya bisa memecut rasa nasionalisme, kini justru menjadi bahan pergunjingan.