Pasal-Pasal Multitafsir RUU P-KS yang Dikritisi PKS

Ngelmu.co – Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU P-KS) menuai kontroversi. Karena, banyak pasal yang dianggap multitafsir dan perlu diperjelas. Pasal-pasal multitafsir tersebut pun dianggap menjadi pintu masuk perzinahan. Beberapa di antaranya dengan lantang dipaparkan oleh Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (F-PKS).

Related image

Dan berikut pasal-pasal multitafsir dalam RUU P-KS, yang dikritisi Partai Keadilan Sejahtera, serta perlu diwaspadai umat:

[read more]

Pasal 11

(1) Setiap orang dilarang melakukan Kekerasan Seksual.
(2) Kekerasan seksual sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari:

a. pelecehan seksual;
b. eksploitasi seksual;
c. pemaksaan kontrasepsi;
d. pemaksaan aborsi;
e. perkosaan;
f. pemaksaan perkawinan;
g. pemaksaan pelacuran;
h. perbudakan seksual; dan/atau
i. penyiksaan seksual.

(3) Kekerasan Seksual sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi peristiwa Kekerasan Seksual dalam lingkup relasi personal, rumah tangga, relasi kerja, publik, dan situasi khusus lainnya.

Pasal 12

Kekerasan Seksual yang dilakukan dalam bentuk tindakan fisik atau non-fisik kepada orang lain, yang berhubungan dengan bagian tubuh seseorang dan terkait hasrat seksual, sehingga mengakibatkan orang lain terintimidasi, terhina, direndahkan, atau dipermalukan.

Definisi yang tidak jelas ini bisa melahirkan berbagai tafsir sepihak, hingga melampaui batas. Atau bahkan digunakan untuk mengkriminalisasi kritik moral masyarakat atas perilaku menyimpang.

Contoh, ketika masyarakat mengkritik perilaku menyimpang (LGBT), atau gaya berpakaian muda-mudi, bahkan hubungan seks di luar nikah bisa menimbulkan kriminalisasi atas nama pelecehan seksual. Semua terjadi karena ketidakjelasan definisi Pasal 12. Seharusnya, RUU bisa mengatur dangan tegas larangan perilaku menyimpang, seperti LGBT tadi.

Kritik tajam pun dilayangkan untuk poin eksploitasi seksual yang ada dalam draf RUU PKS (Pasal 13), yakni tentang pemaksaan hubungan seksual.

Pasal 13

Kekerasan Seksual yang dilakukan dalam bentuk kekerasan, ancaman kekerasan, tipu daya, rangkaian kebohongan, nama atau identitas atau martabat palsu, atau penyalahgunaan kepercayaan, agar seseorang melakukan hubungan seksual dengannya atau orang lain dan/atau perbuatan yang memanfaatkan tubuh orang tersebut yang terkait hasrat seksual, dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain.

Artinya, jika hubungan tersebut dilakukan atas dasar suka sama suka, sekalipun tidak melalui pernikahan, maka tidak akan dilarang. Apakah ini hal yang benar menurut agama?

Belum lagi pasal yang membahas soal pemaksaan aborsi. RUU P-KS ini tidak melarang seseorang melakukan aborsi, jika hal tersebut dilakukan atas dasar keinginan sendiri. Pengertian tindak pidana pemaksaan aborsi dalam draf RUU PKS, bisa terlihat pada pasal bawah ini:

Pasal 15

Pemaksaan aborsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2) huruf d adalah Kekerasan Seksual yang dilakukan dalam bentuk memaksa orang lain untuk melakukan aborsi dengan kekerasan, ancaman kekerasan, tipu muslihat, rangkaian kebohongan, penyalahgunaan kekuasaan, atau menggunakan kondisi seseorang yang tidak mampu memberikan persetujuan.

Pasal 17

Kekerasan Seksual yang dilakukan dalam bentuk menyalahgunakan kekuasaan dengan kekerasan, ancaman kekerasan, tipu muslihat, rangkaian kebohongan, atau tekanan psikis lainnya sehingga seseorang tidak dapat memberikan persetujuan yang sesungguhnya untuk melakukan perkawinan.

Mengapa Fraksi PKS mengkritik? Karena pasal ini dinilai bisa ditafsirkan sepihak terhadap kearifan dalam kehidupan keluarga, masyarakat beradat/budaya timur (relasi orang tua dan anak). Maka, bukan tidak mungkin nantinya seorang anak bisa mengkriminalisasi orangtuanya sendiri, jika menurut persepsi mereka, orangtua sudah ‘memaksa’ dirinya untuk menikah.

Pasal 18

Kekerasan Seksual yang dilakukan dalam bentuk kekerasan, ancaman kekerasan, rangkaian kebohongan, nama, identitas, atau martabat palsu, atau penyalahgunaan kepercayaan, melacurkan seseorang dengan maksud menguntungkan diri sendiri dan/atau orang lain.

Padahal, pelacuran dan perzinahan atas alasan apa pun, secara prinsip Pancasila dan Agama akan selamanya menjadi hal terlarang. Maka, harusnya hal ini bisa menjadi landasan tegas untuk memastikan dilarangnya tindak pelacuran dan/atau perzinahan.

Pasal 19

Kekerasan Seksual yang dilakukan dalam bentuk membatasi ruang gerak atau mencabut kebebasan seseorang, dengan tujuan menempatkan orang tersebut melayani kebutuhan seksual dirinya sendiri atau orang lain dalam jangka waktu tertentu.

Pasal ini juga perlu diwaspadai, karena harusnya definisi bisa diperjelas lagi, agar tidak merusak tatanan lembaga perkawinan yang memiliki aturan/norma tersendiri secara agama. Terutama untuk kewajiban serta adab-adab hubungan seksual dalam rumah tangga (suami-istri yang sah).

Melansir CNN, Anggota Komisi VIII DPR, TB Hasan Ace Syadzily juga menyampaikan jika pihaknya dan pemerintah akan segera menyisir pasal-pasal multitafsir yang ada di dalam RUU P-KS. Hal ini akan mereka lakukan dalam pembahasan Daftar Inventaris Masalah (DIM).

“Jangan sampai dari pasal-pasal yang ada tersebut, bisa menimbulkan tafsir yang berbeda-beda,” ujarnya, Senin (4/2).

[/read]