Berita  

Pemerintah Impor Garam, Gimana Nasib Puluhan Ribu Ton Produk Lokal yang Numpuk di Gudang?

Pemerintah Impor Garam Stok Lokal Numpuk
Menteri Kelautan dan Perikanan (KP) Sakti Wahyu Trenggono saat meninjau Tunel Tambak Garam di Desa Tlogopragoto, Kecamatan Mirit, Kabupaten Kebumen, Jawa Tengah, Jumat (12/3). Foto: Instagram/swtrenggono

Ngelmu.co – Menteri Kelautan dan Perikanan (KP) Sakti Wahyu Trenggono, mengatakan bahwa tahun ini, pemerintah telah memutuskan untuk mengimpor garam.

“Impor garam sudah diputuskan melalui rapat Menko (Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi),” tuturnya, mengutip Antara, Ahad (14/3) lalu.

Saat ini, pihaknya sedang menunggu data kebutuhan garam di Indonesia, untuk mengetahui jumlah kekurangan, dan menutupnya dengan impor.

“Nanti, misalnya kekurangannya berapa, itu baru bisa diimpor, kita menunggu itu,” kata Trenggono.

Impor garam ini, lanjutnya, sesuai neraca perdagangan agar kebutuhan dalam negeri dapat terpenuhi.

“Karena itu sudah masuk dalam Undang-Undang Cipta Kerja,” jelas Trenggono.

Baca Juga: Harapan Swasembada Garam Sejak 2015 Belum Terjawab Hingga 2021

Pertanyaannya, bagaimana dengan nasib puluhan ribu ton garam lokal yang masih menumpuk di gudang?

Seperti sisa produksi tahun 2020. Tercatat sekitar 37 ribu ton garam, tersimpan di gudang-gudang yang ada di Cirebon, Jawa Barat.

Menanggapi hal ini, saat mengunjungi washing plant [unit pengolahan garam] di Krangkeng, Indramayu, Trenggono menyampaikan cara agar dapat mempercepat distribusi serta penjualan garam lokal.

Ia mengaku, akan mendorong koperasi petambak garam di Indramayu, termasuk meningkatkan daya jual produk yang dihasilkan petambak di daerah tersebut.

“Salah satu caranya, dengan menyiapkan garam dalam bentuk kemasan, agar bisa langsung dijual ke pasar,” ujar Trenggono, mengutip kkp.go.id, Senin (15/3).

Ia juga menjabarkan, bahwa produksi garam di Indramayu, pada 2020 lalu, mencapai 361 ribu ton.

Namun, penyerapannya belum menyeluruh, karena kelompok petambak hanya menjual hasilnya ke pabrik-pabrik untuk diolah lagi menjadi garam kemasan.

Itu sebabnya, setiap tahun garam tersisa dan menumpuk di gudang, karena pabrik juga memiliki keterbatasan dalam pengolahan.

“Kalau begitu, dikemas, supaya bisa langsung dijual ke pasar. Bukan hanya dijual ke pabrik,” pungkas Trenggono.