Berita  

Pemerintah Kucurkan Rp90,45 M untuk Influencer, ICW Sebut 4 Nama Artis

Anggaran Pemerintah Influencer Miliar

Ngelmu.co – Berdasarkan temuan Indonesian Corruption Watch (ICW), pemerintah disebut mengucurkan dana hingga Rp90,45 miliar untuk jasa influencer. Setidaknya, ada empat nama artis yang dicantumkan oleh pihak kementerian, di tahun 2019 lalu.

“Ya, ini khusus untuk influencer, ya. Total anggaran belanja pemerintah pusat untuk aktivitas yang melibatkan influencer, mencapai Rp90,45 miliar.”

Demikian disampaikan Peneliti ICW, Egi Primayogha, seperti dilansir Kumparan, Kamis (20/8).

ICW mendapat angka tersebut, berdasarkan penelusuran singkat sejak 14-18 Agustus lalu, pada situs Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE).

Di mana tugas para influencer adalah menyampaikan program-program pemerintah.

ICW, secara umum menemukan total belanja pemerintah pusat terkait aktivitas digital pada periode tersebut, mencapai Rp1,29 triliun.

Tetapi angka itu bukan hanya untuk influencer, melainkan juga penyediaan infrastruktur yang menunjang berbagai kegiatan di ranah digital.

Pengadaan komputer atau media sosial, juga masuk dalam kategori tersebut.

Namun, dana untuk membayar jasa para influencer menjadi yang paling besar, yakni Rp90,45 miliar; untuk 40 paket pengadaan.

Dari data yang diperoleh ICW, anggaran aktivitas digital, naik setiap tahunnya sejak 2014-2018.

Pada 2014-2016, belum begitu banyak anggaran yang dikucurkan. Angka mulai meningkat, pada 2017 dan 2018.

“Kalau kita lihat di tahun 2014-2016, jumlah paket pengadaan terkait aktivitas digital masih minim, gitu,” kata Egi.

“Kalau kita lihat juga, jumlah pengadaan paling banyak di tahun 2018. Tetapi secara jumlah, nilai paket pengadaan di tahun 2017, mencapai yang paling tinggi, Rp535,9 miliar,” sambungnya.

Contoh, lanjut Egi, anggaran pengadaan jasa influencer di kementerian atau lembaga pemerintah pusat.

Ia menyebut, anggaran influencer tertinggi ada di Kementerian Pariwisata, dengan nilai Rp77,6 miliar untuk 22 paket pengadaan. Disusul:

  • Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Rp1,6 miliar untuk 12 paket;
  • Kementerian Komunikasi dan Informatika, Rp10,83 miliar untuk 4 paket;
  • Kementerian Perhubungan, Rp195,8 juta untuk 1 paket; serta
  • Kementerian Pemuda dan Olahraga, Rp150 juta untuk 1 paket.

ICW Sebut 4 Nama Artis

ICW juga membeberkan penemuan lain di luar kurun waktu 2014-2018.

Seperti pada 2019, Kemendikbud, menggunakan influencer dalam pengadaan sosialisasi penerimaan peserta didik baru (PPDB).

Dilansir Tirto, dalam lampiran yang dipaparkan, Egi, menyebut setidaknya empat nama artis:

  1. Gritte Agatha,
  2. Ayushita WN,
  3. Ahmad Jalaluddin Rumi, dan
  4. Ali Syakieb.

“Menariknya, ada pencatuman secara langsung siapa influencer yang akan digaet,” kata Egi.

“Artis yang akan digaet adalah Gritte Agatha dan Ayushita. Jumlahnya sendiri dalam ukuran saya lumayan besar ya, Rp117,7 juta, penawaran awalnya,” jelasnya.

Diketahui, Gritte, merupakan salah satu influencer yang ikut meramaikan tagar #IndonesiaButuhKerja.

Kabar yang belum lama ini mendapat kritik tajam dari publik, karena dinilai sebagai salah satu bahan kampanye Omnibus Law RUU Cipta Kerja.

Baca Juga: Ardhito Pramono Mengaku Dibayar Rp10 Juta untuk Setiap Cuitan #IndonesiaButuhKerja

Egi, juga memaparkan contoh lainnya pada Kementerian Pariwisata, yang mengelontorkan dana sebesar Rp5 miliar.

Anggaran itu digunakan untuk memublikasikan branding pariwisata melalui international online influencer trip paket IV.

“Tak jelas siapa saja influencer-nya. Itu berada di bawah Deputi Bidang Pengembangan Pemasaran II,” ungkap Egi.

Tetapi dengan adanya pelibatan influencer yang memakan biaya tak sedikit, ICW, mempertanyakan fungsi kehumasan pemerintah.

Lebih lanjut pihaknya menduga, penggelontoran dana untuk sektor ini ke-depannya akan terus dilakukan.

“Kalau kita lihat data-data tadi, kita bisa menyimpulkan bahwa sebenarnya pemerintah telah dan nantinya, akan menggelontorkan anggaran publik dalam jumlah besar terkait aktivitas digital,” kata Egi.

“Dari situ, kita bisa melihat juga bahwa rasanya, Jokowi tidak percaya diri dengan program-programnya, hingga harus menggelontorkan anggaran untuk influencer begitu,” imbuhnya.

ICW juga memberikan catatan lain, terkait penggaetan influencer. Pihaknya menilai, harus ada transparansi berkaitan dengan program tersebut, mengingat biayanya sangat besar.

“Catatan lain terkait akuntabilitas dan transparansi. Pertama, pemerintah semestinya transparan dari segi anggaran, alokasinya berapa, penggunaannya berapa, itu harus dipublikasikan,” tegas Egi.

“Kedua, transparan dari segi penggunaan, gitu. Publik sebenarnya berhak tahu, kebijakan yang menggunakan influencer dalam sosialisasinya atau yang lainnya,” sambungnya.

“Kebijakan apa saja, pun termasuk influencer, harus memberi disclaimer bahwa ini adalah aktivitas yang didukung pemerintah dalam publikasi postingannya,” lanjutnya lagi.

“Dari temuan, kita juga perlu bertanya-tanya, gimana sebetulnya pemerintah menentukan bahwa suatu isu memerlukan bantuan influencer,” imbuh Egi.

Dengan seperti itu, ia juga mempertanyakan, apakah institusi kehumasan di setiap lembaga negara sudah berjalan baik dan optimal.

Sebab, menurut Egi, penggunaan jasa influencer untuk sosialisasi kebijakan, rentan membawa pemerintah untuk memiliki kebiasaan mengambil ‘jalan pintas’.

“Guna memuluskan sebuah kebijakan publik yang tengah disusun, pemerintah gunakan jasa influencer untuk pengaruhi opini publik,” kritiknya.

“Ini tidak sehat dalam demokrasi, karena mengaburkan substansi kebijakan yang tengah disusun, dan tertutupnya percakapan dengan publik,” pungkas Egi.