Berita  

Pengamat Kepolisian Komentari Kelanjutan Kasus Denny Siregar

Kelanjutan Kasus Denny Siregar

Ngelmu.co – Pengamat kepolisian dari ISESS [Institute for Security and Strategic Studies] Bambang Rukminto, mengomentari kelanjutan kasus dugaan pencemaran nama baik oleh Denny Siregar.

Komentar Pengamat Kepolisian

Bambang mempertanyakan, mengapa seperti terjadi saling lempar antara pusat dan daerah, atas pengusutan kasus tersebut.

Ia, juga mengkritik keras sikap kepolisian yang menurutnya tidak siap dalam menanggapi laporan warga ‘biasa’.

Lebih lanjut, Bambang membandingkan dengan kasus seorang warganet yang menyindir putra sulung Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Polisi langsung mengamankan pemuda itu, meski pihak yang disindir, yakni Wali Kota Solo Gibran Rakabuming Raka, tidak melaporkannya.

Bambang juga menilai, apa yang ditulis pemuda itu hanya ‘obrolan warung kopi biasa, di media sosial’.

“Ini salah satu efek polisi lebih mengejar sensasi, daripada substansi,” tuturnya, Rabu (17/3) siang, mengutip Tirto.

“Akhirnya kelabakan sendiri, ketika ada kasus serupa,” sambung Bambang.

“Tanpa konsistensi, kepercayaan masyarakat yang seperti apa yang akan dibangun kepolisian ke depan?” imbuhnya bertanya.

“Tanpa ada konsistensi, transparansi yang berkeadilan seperti apa yang akan diciptakan sesuai jargon PRESISI Kapolri?” lanjutnya lagi.

Baca Juga: Angga Sasongko Jawab Tudingan Denny Siregar soal Film Nussa Didalangi HTI

Maka itu Bambang mendesak, agar kepolisian segera memproses laporan kasus Denny.

“Dalam kasus DS, sebaiknya kepolisian tetap memproses laporan,” ujarnya.

“Bahwa kemudian dalam perjalanannya terjadi mediasi antara pelapor dan terlapor, itu fungsi sebenarnya dari konsep restorative justice,” jelas Bambang.

Bicara soal SE Kapolri

Bambang pun menyinggung, SE [surat edaran] Kapolri Listy Sigit [tentang polisi virtual dan upaya restorative justice saat melakukan penegakan hukum].

Sayangnya, kata Bambang, fakta di lapangan, implementasinya beragam, bahkan cenderung tak proporsional.

“Ada yang paham, ada yang tidak.”

Menurutnya, banyak faktor yang menyebabkan polisi kesulitan mengimplementasikan SE tersebut.

Salah satunya, kata Bambang, soal kualitas anggota Polri [baik perwira sampai tamtama] yang masih jauh dari kompeten. Sehingga tak memahami SE.

Ia juga menilai, SE tersebut masih memerlukan petunjuk pelaksaan [juklak] dan petunjuk teknis [juknis] penerapan, agar tidak multitafsir.

“Dan juga, tidak adanya pengawasan secara konkret di internal terkait surat edaran itu,” kritik Bambang.

“Akibatnya, surat edaran Kapolri, tak lebih dari lembaran surat pengumuman saja, tanpa ada arti yang signifikan,” imbuhnya.

“Yang patut dipertanyakan, selama ini, kerja Irwasum itu apa saja?” lanjutnya bertanya.

“Kok, seolah tak bisa mengawal visi misi Kapolri,” imbuhnya lagi.

Awal Kasus Denny Siregar

Kasus ini berawal sejak Sabtu, 27 Juni 2020 lalu.

Melalui akun Facebook-nya, Denny, membagikan tulisan berjudul, ‘Adek2ku Calon Teroris yg Abang Sayang’.

Bersamaan dengan tulisan tersebut, Denny, mengunggah foto santri kecil dari Pondok Pesantren Tahfidz Daarul Ilmu, Tasikmalaya, Jawa Barat.

Akibatnya, Denny dilaporkan ke Polres Tasikmalaya, atas dugaan tindak pidana penghinaan, pencemaran nama baik, dan perbuatan tidak menyenangkan penggunaan foto tanpa izin.

Ia diduga melanggar Pasal 45 A ayat 2 dan/atau Pasal 45 ayat 3, Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang ITE.

“Melaporkan kasus pencemaran nama baik dan memfitnah oleh Denny Siregar,” kata Pimpinan Ponpes Tahfidz Daarul Ilmi Ahmad Ruslan Abdul Gani, Kamis (2/7/2020).

“Tuduhan pada santri kami sebagai teroris, dan katakan ustaznya goblok juga predator. Ini pencemaran nama baik pada ustaz dan santri,” tegasnya.

Pada Jumat (7/8/2020), kasus dilimpahkan ke Polda Jawa Barat, agar memudahkan pemeriksaan terlapor.

Namun, baik ketika ditangai oleh Polres Tasikmalaya pun Polda Jawa Barat, Denny, urung diperiksa.

Meskipun pemeriksaan korban dan terlapor, sudah lengkap.

Pelimpahan Kasus

Polda Jawa Barat, pada Selasa (9/3/2021) lalu, memutuskan akan melimpahkan kasus tersebut ke Bareskrim Mabes Polri.

Alasannya, karena lokasi dugaan kasus [locus delicti] di Jakarta.

Demikian kata Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Jabar Yaved Duma Parembang.

Sementara itu, pelapor tidak mendapat pemberitahuan mengenai pelimpahan kasus ini.

Sudah sepekan berlalu, Mabes Polri mengaku belum menerima pelimpahan kasus dari Polda Jabar.

“Masih di Polda Jawa Barat,” jawab Karopenmas Divisi Humas Polri Rusdi Hartono, saat konferensi pers, Senin (15/3/2021) lalu.

Pihak Tirto yang mencoba menghubungi Yaved Duma Parembang [untuk meminta penjelasan ulang mengenai penanganan kasus], belum mendapat jawaban hingga Rabu (17/3/2021).

Telepon juga tidak diangkat, sedangkan WhatsApp-nya, terakhir dilihat pada Senin (15/3/2021) siang.

Kata Denny dan Kuasa Hukumnya

Denny sendiri, minim berkomentar ketika ditanya soal perkembangan kasusnya.

Ia hanya menyatakan, telah menyerahkan semuanya kepada kepada kuasa hukumnya, Muannas Alaidid.

“Saya sudah serahkan semua sama Muannas Alaidid,” kata Denny, kepada wartawan Tirto, dikonfirmasi melalui pesan privat di Twitter.

Muannas pun merespons dengan menyebut bahwa Denny, sudah pernah diperiksa oleh Polda Jabar.

Hingga saat ini, sambungnya, ia dan Denny, masih tetap mengikuti proses hukum yang berlaku.

“Denny sudah pernah dipanggil dan datang untuk dimintai keterangan,” jawab Muannas, Kamis (18/3/2021) dini hari.