Pengertian Mualaf

Ngelmu.co – Kita semua pasti sudah tak asing dengan kata mualaf. Apalagi, kian hari kian transparan kisah saudara-saudara kita yang memantapkan hati, memeluk agama Islam. Seperti yang baru saja dipilih oleh Deddy Corbuzier dan Lindswell Kwok sebagai langkah hidupnya.

Lantas, bagaimana pengertian mualaf yang sebenarnya?

Mualaf berasal dari bahasa Arab yang berarti tunduk, menyerah, dan pasrah. Sedangkan, dalam Islam, pengertian mualaf digunakan untuk menunjuk seseorang yang baru saja masuk agama Islam. Tidak ada perbedaan mencolok dari dua pengertian tersebut.

Seseorang yang masuk Islam karena pilihan, pasti sudah melewati pergulatan batin yang luar biasa, dan pertimbangan yang matang. Menundukkan hati agar bisa menerima dan meyakini kebenaran baru. Hingga mempertimbangkan berbagai aspek sosial ekonomi, sebagai langkah berikutnya.

Bisa saja dia akan kehilangan pekerjaan, atau bahkan dikucilkan oleh eluarganya sendiri, hingga mungkin diasingkan dari komunitas lamanya.

Melihat betapa kompleksnya dampak dari pilihan ini, maka saat seseorang tetap yakin dengan kebenaran Islam, ia harus berserah diri dan pasrah dengan risiko apa pun.

Karena, Islam memang datang untuk membawa manusia kepada penyembahan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang benar.

Inti dari ajaran yang telah dibawa oleh nabi dan rasul hanyalah ketauhidan itu, yakni untuk membawa semua manusia di bumi, menyembah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Mualaf adalah bagian dari penyebaran Islam yang memang harus dilakukan. Sejak diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW, Islam selalu disebarkan. Berawal dari kota Mekkah, keluar kota Mekkah, ke Madinah, hingga ke seluruh bagian dunia.

Secara alamiah, Islam memang butuh perlu disebarkan. Dan sebagai pusat kedudukan Islam, pada saat itu Madinah juga menjadi pusat penyebaran agama Islam, hingga disebarkan ke luar Madinah oleh kaum Muslimin, melalui utusannya.

Ada dua metode dalam penyebaran agama Islam, yakni dakwah dan jihad.

Dakwah yang dijalankan untuk menyebarkan agama Islam, dimulai dengan pengiriman surat kepada semua pemimpin Negara lain.

Di mana di dalam surat tersebut, terdapat tawaran Nabi Muhammad SAW kepada seluruh pimpinan tersebut, terkait bersedia atau tidaknya mereka untuk menerima Islam, atau hanya tunduk pada kepemimpinan Negara Islam pada saat itu.

Bagi yang mau menerima Islam, maka secara otomatis Negara tersebut masuk ke dalam bagian dari Negara Islam Madinah, yang mana akan dikirimkan utusan untuk mendakwahkan Islam ke tempat tersebut, untuk menerangkan bagaimana ajaran agama Islam, bagaimana penerapan hukum Islam di Negara mereka.

Sedangkan bagi Negara yang menolak untuk Islam, maka akan diberikan tenggang waktu hingga mau menerima dakwah tersebut.

Jika sampai tenggang waktu yang diberikan Negara atau daerah tersebut masih belum mau menerima Islam, maka jalan kedua akan dipakai, yakni jihad (perang).

Namun, jangan bayangkan bahwa perang yang ada pada saat penyebaran Islam dulu sama dengan perang yang ada pada saat ini, ya. Di mana banyak melibatkan masyarakat sipil yang tak berdosa, atau bahkan tak mengerti sedikit pun tentang perang yang sedang terjadi.

Perang yang dijalankan oleh kaum Muslimin dulu, memiliki tujuan untuk menghilangkan hambatan fisik berupa institusi Negara yang melarang adanya dakwah Islam di daerah mereka.

Perang yang dijalankan terjadi hanya di medan perang, tanpa adanya perusakan sarana umum. Perang dilarang untuk membunuh masyarakat sipil yang tak ikut perang, seperti kaum wanita, orangtua, dan anak-anak.

Bahkan, perang juga tidak boleh merusak lingkungan pun tumbuhan yang ada. Karena memang ada tempat tersendiri, dalam menjalankan perang tersebut.

Dengan dua jalan inilah dilakukan penyebaran Islam keluar dari kota Madinah. Itulah mengapa, pada akhirnya masyarakat di seluruh dunia saat ini mengenal Islam, dan tentunya yang memeluk agama Islam terus bertambah.

Setiap orang yang baru saja memeluk agama Islam, akan disebut sebagai mualaf. Ada beberapa hal berbeda yang diberlakukan kepada para mualaf, yang tak dilakukan kepada semua Muslim lainnya.

Sebab, menjadi seorang mualaf bukanlah hal yang mudah. Karena ini akan membuat para musuh Islam tidak tenang, saat melihat dari hari ke hari semakin banyak manusia yang memeluk agama Islam.

Ada ancaman hilangnya jiwa, seperti yang kita lihat dari riwayat meninggalnya keluarga Amar bin Yassir, yang disiksa oleh para pemimpin Quraisy karena tetap memegang teguh keimanan kepada Allah dan rasul-Nya.

Saat ini, tak sedikit pula kisah seorang yang telah berislam, harus ditinggalkan oleh keluarga dan saudaranya, karena tak menyukai keputusannya tersebut. Atau bahkan, ia harus dipecat dari pekerjaannya.

Islam melihat risiko ini sebagai realita yang mungkin terjadi. Maka, dengan pertimbangan itulah, mualaf harus mendapatkan perlindungan, dan dimasukkan ke dalam golongan mustahiq, yakni orang-orang yang berhak untuk mendapatkan zakat.

Hak itu diberikan bukan sebagai imbalan karena dia masuk ke dalam agama Islam. Namun, semata untuk melindunginya dari kekufuran, agar dia dapat melangsungkan hidupnya kembali secara wajar.

Memasukkan mualaf sebagai salah satu dari mustahiq bukanlah tanpa alasan. Karena selain bisa mendukung sisi keuangannya secara langsung, cara ini juga bisa digunakan sebagai sarana, agar jiwanya menjadi lebih teneguh, saat melanjutkan langkah awal di agama barunya ini.

Se-kaya apa pun dirinya, ketika baru saja menjadi seorang mualaf, ia akan tetap dimasukkan sebagai salah satu mustahiq yang berhak menerima zakat.

Karena memang hal ini mutlak disebutkan di dalam Alquran. Dan bukan hanya maksud ekonomi yang ada di balik pemberian zakat ini, tetapi juga ada maksud peneguhan yang telah disebutkan tadi.

Setiap muslim yang mampu, wajib memberikan perlindungan kepada mualaf. Karena, jika kehidupan seseorang justru jadi semakin menderita setelah ia menjadi seorang mualaf, maka ini akan membawa citra buruk bagi Islam.

Di Indonesia, telah banyak yayasan dan organisasi yang mengurus hal ini. Yayasan dan organisasi tersebut bukan hanya melakukan pendataan terhadap mualaf baru, tetapi juga memberikan serangkaian pelatihan untuk baca tulis Alquran, melakukan kajian hadits, dan upaya lain yang bertujuan meningkatkan pengetahuan mereka terhadap ajaran Islam, agar imannya semakin teguh.

Bantuan ekonomi kepada mualaf yang membutuhkan juga dimaksudkan untuk menumbuhkan kemandirian ekonomi, agar mereka (mualaf yang tidak mampu), tidak selamanya mengandalkan hidup dari penerimaan zakat.