Penghadangan dan Pelarangan Untungkan #2019GantiPresiden

bungkam
Ilustrasi Deklarasi Ganti Presiden

Oleh: Ismail Fahmi

Weekend kemaren sosmed kita diramaikan oleh peristiwa penghadangan Neno dan pelarangan aksi deklarasi #2019GantiPresiden. Beberapa alasan aparat keamanan untuk melarang antara lain: belum mendapat ijin, adanya keberatan dari kelompok masyarakat lain, dan dikhawatirkan akan memecah belah masyarakat.

Drone Emprit tidak ingin membahas soal aspek sosial, politik dan keamanan atau dampak-dampak lain yang timbul seperti mulai terjadinya benturan antar masyarakat di lapangan. Ini bukan domain saya.

Tapi DE akan membahas data yang terkumpul selama ini terkait hashtags #2019GantiPresiden, dan khususnya bagaimana data berbicara terkait kejadian weekend kemaren ini.

RESEARCH QUESTION

Pertanyaan yang ingin dijawab dari analisis berbasis data ini adalah:

– Apa dampak dari pelarangan dan penghadangan deklarasi #2019GantiPresiden?
– Bagaimana membuat deklarasi #2019GantiPresiden tidak terlalu besar gaungnya?
– Bagaimana menjadikan pilpres 2019 menjadi pesta demokrasi yang menyenangkan dan menggembirakan, bukan yang menakutkan?

DATA

Drone Emprit memonitor terus menerus tiga hashtags berikut: #Jokowi2Periode, #2019GantiPresiden, dan #2019TetapJokowi. Urutan penulisan ini sesuai dengan urutan munculnya hashtags tersebut. Setidaknya sejak 1 Desember 2017 Drone Emprit sudah memiliki data percakapan khususnya di Twitter dan News. Baru beberapa minggu terakhir ini ditambah data dari Facebook, Instagram, dan YouTube.

Data yang paling reliable untuk menangkap populasi percakapan, bukan hanya sampling, adalah dari Twitter dan Online News. Kalau dibandingkan dengan Facebook, kurang lebih isu yang berkembang dan polarisasinya juga sama. Karena Facebook hanya menyediakan data dari Facebook Page, kita hanya gunakan datanya untuk klarifikasi saja. Analisis utama tetap akan dilakukand dari data Twitter dan News.

SEJARAH DIALEKTIKA MUNCULNYA HASHTAGS

Sebelum kita membahas data weekend kemaren, kita lihat dulu konteksnya. Kita mulai dari sejarah lahirnya hashtags2 yang bikin heboh ini.

Jauh sebelum #2019GantiPresiden, sebenarnya sudah muncul hashtags #Jokowi2Periode. Setidaknya pada 1 Desember 2017 sudah ditemukan minimal 7 mention di Twitter untuk #Jokowi2Periode. Selanjutnya hashtags ini semakin banyak disebut, sebagai aspirasi publik yang menginginkan agar Jokowi bisa 2 periode presiden; dan sehari bisa mencapai 2,5 ribu mention pada bulan Maret 2018.

Tampaknya aspirasi di atas tidak tunggal di publik. Sebagai antitesanya atau jawabannya, setidaknya pada 9 Maret muncul mention #2019GantiPresiden. Ini berisi aspirasi publik agar tahun depan ada presiden baru dari hasil pemilu 2019. Trennya mulai naik meski belum tinggi.

Tak lama setelah munculnya hashtags ini, muncul tandingannya, atau sintesanya, yaitu #2019TetapJokowi. Hashtags ini dibuat oleh kubu yang sama dengan #Jokowi2Periode.

Demikianlah awalnya, hingga sampai sekarang ketiga hastags selalu muncul dalam percakapan di Twitter dan media. Hashtags tersebut mewakili aspirasi dari dua kelompok publik.

MOMEN PENTING #2019GANTIPRESIDEN

Kita lihat tren naik turunnya percakapan tentang hashtags ini yang telah ditandai dengan peristiwa penting yang menyebabkannya mencapai peak dalam grafik tren.

Sejak muncul pada bulan Maret, #2019GantiPresiden volume percakapannya tidak tinggi-tinggi amat. Peristiwa pertama yang menyebabkannya menjadi hits dan viral adalah pada tanggal 7-8 April 2018 dimana komentar Jokowi di depan relawannya tentang hashtags ini banyak dibicarakan. Pada saat itu volume percakapan naik 3x lipat dari sebelumnya (37k mention).

Selanjutnya, hanya ada 3 peak lagi hingga sekarang. Yaitu 29 April 2018 pada saat ada drama persekusi peserta anti #2019GantiPresiden di CFD Jakarta (76k mention). Lalu tanggal 6 Mei 2018, pada saat deklarasi hashtags di Monas (82k mention).

Setelah itu, muncul deklarasi-deklarasi baru di kota-kota lain. Seperti 22 Juli di Medan (18k mention) dan 28 Juli di Batam (35k mention). Namun deklarasi ini tak terlalu tinggi volume percakapannya. Bahkan peluncuran lagu #2019GantiPresiden pada 7 Juni tidak menghasilkan percakapan yang lebih tinggi dari tiga peristiwa sebelumnya (22k mention).

Pada tanggal 10 Agustus, saat pendaftaran pasangan capres-cawapres, terjadi peak. Namun sama dengan deklarasi sebelumnya, tidak terlalu besar (36k mention).

DAMPAK PELARANGAN DEKLARASI

Nah, ini yang kita tunggu-tunggu. Peristiwa penghadangan Neno dan pelarangan deklarasi di Riau dan Surabaya weekend kemaren ini, seberapa besar dampaknya? Dari data Drone Emprit, hanya pada hari Minggu 26 Agustus kemaren saja, telah dihasilkan 177k mention tentang #2019GantiPresiden. Dibandingkan dengan pada saat Jokowi memberi komentarnya, penghadangan ini telah menyumbangkan 4.7x lipat volume percakapan. Atau 2x lebih volume percakapan dibanding saat deklarasi pertama kali di Monas. Itu angka hanya satu hari saja pada saat masing-masing peak.

Kalau dilihat dari data di atas, peristiwa yang sifatnya dramatis, menjadikan suatu kelompok jadi korban, dan berhadapan dengan aspirasi publik yang jumlahnya banyak, akan dengan mudah menjadi bahan percakapan. Dampak tindakan tersebut kalau dilaporkan di sosial media bisa jauh lebih besar imbasnya. Bukan hanya di media sosial, tapi akan berimpak di dunia nyata.

Seperti komentar Jokowi dan drama persekusi di CFD yang tidak akan hilang hingga sekarang dalam memori kolektif, peristiwa weekend kemaren juga akan menjadi memori baru bagi publik.

MENDETEKSI ROBOT

Dari peta SNA untuk #2019GantiPresiden, dan untuk keyword ‘Neno’ (Warisman), kita lihat volume cluster yang sangat besar, dari kubu yang mendeklarasikan. Apakah ini berisi robot atau lebih banyak real user?

Drone Emprit memiliki fitur yang memudahkan analis melihat apakah sebuah keyword atau hashtags banyak didukung oleh robot atau real user dalam viraslisasinya.

Untuk #2019GantiPresiden, kita lihat setidaknya (minimum) ada 3% twit yang dibuat oleh user dengan follower antara 0 sd 3 akun saja. Untuk user dengan follower 4-25 akun, ada 10% twit. Kalau dilihat contoh twit yagn dibuat oleh akun dnegan follower 0-3, tampak bahwa akun-akun ini lebih banyak digunakan untuk melakukan Retweet. Atau mengamplifikasi twit tertentu.

Sebagai perbandingan, biar fair, kita lihat #2019TetapJokowi. Ada setidaknya 15% twit yang dibuat oleh user dengan follower hanya 0-3 akun. Untuk user dengan follower 4-25 akun, ada minimal 14% twit. Dari contoh twit yang dibuat oleh user dengan follower 0-3 akun, tampak bahwa akun yang kemungkinan robot ini lebih banyak digunakan untuk membuat postingan status baru (Mention).

Semakin sedikit jumlah follower, semakin besar kemungkinan user tersebut adalah robot. Dari data di atas, user #2019GantiPresiden tampak memiliki lebih sedikit robot. Lebih banyak real user dalam clusternya.

BAGAIMANA MEMBUAT GAUNG DEKLARASI TIDAK BESAR?

Kembali kita lihat data. Dari beberapa peristiwa besar terkait #2019GantiPresiden di atas, tampak bahwa ketika deklarasi dan peristiwa penting itu tidak diapa-apakan, dibiarkan saja, ternyata gaungnya tidak terlalu besar. Terjadi peak, itu normal, tetapi tidak besar. Sebaliknya, jika dilakukan penghadangan dan pelarangan khususnya oleh aparat, dan langsung berhadapan dengan massa, malah menyebabkan gaungnya berlipat-lipat kuatnya.

Oleh karena itu, jika ingin membuat gaung deklarasi tidak besar, normal-normal saja, sebaiknya jangan diganggu. Dibiarkan saja, dicuekin.

PESTA DEMOKRASI YANG MENGGEMBIRAKAN

Pilpres harusnya merupakan sebuah pesta rakyat, pesta demokrasi. Yang namanya pesta, harusnya menggembirakan, menyenangkan. Tidak menakutkan.

Dan kita semua tahu, yang bisa membuat sebuah pesta itu menggembirakan bukanlah aparat, tetapi para tim kreatif. Seperti pembukaan Asian Games 2018 yang spektakuler, itu hasil karya tim kreatif.

Mereka yang memiliki daya kreasi yang tinggi ini yang harus dijadikan garda depan. Deklarasi, promosi, kampanye, semua jadi kreatif. Kedua kubu berlomba-lomba memperkenalkan programnya nanti, atau deklarasi dukungan, dengan program kreatif. Hasilnya, publik akan memiliki pilihan kegiatan pesta yang cocok buat mereka, dan menyenangkan.

CLOSING

Semoga data ini berguna bagi siapapun yang berkepentingan untuk menjadikan Pilpres 2019 sebagai sebuah ajang pesta demokrasi rakyat yang menyenangkan, aman, dan adil.