Berita  

Penulis Disertasi Bolehnya Hubungan Intim Tanpa Nikah Minta Maaf, Ini Alasannya

Disertasi Bolehnya Hubungan Intim Tanpa Nikah

Ngelmu.co – Nama Abdul Aziz menjadi ramai dibicarakan, terutama di dunia maya, usai disertasi bolehnya hubungan intim tanpa nikah yang ia tulis, memicu kontroversi.

Akhirnya, Selasa (3/9) kemarin, mahasiswa yang sedang mengambil program doktor di Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga, Yogyakarta itu pun meminta maaf.

Disertasi Bolehnya Hubungan Intim Tanpa Nikah Akan Direvisi

Aziz mengaku minta maaf atas tulisannya tersebut, dan berjanji akan mengubah disertasinya tersebut. Hal itu ia lakukan, berdasarkan saran dari para promotor.

“Saya akan merevisi disertasi tersebut, dan mengubah judulnya. Ada kritikan dan masukan dari para promotor, dan penguji,” tuturnya, seperti dilansir Viva.

“Saya minta maaf kepada umat Islam, atas kontroversi yang muncul. Terima kasih atas saran, respons, dan kritikan terhadap disertasi ini,” imbuhnya.

Permintaan maaf itu, juga disebut Aziz, dilandasi oleh tanggung jawab moral kepada publik.

“Demi kebaikan bersama, supaya enggak bikin gaduh,” ujarnya, seperti dilansir Tempo.

Bermula dari Konsep Milkul Yamin

Sebelumnya, dalam disertasi tersebut, Aziz mengemukakan konsep milkul yamin seorang intelektual asal Suriah, Muhammad Syahrur.

Di mana dalam konsep itu, dikatakan bahwa hubungan intim tanpa nikah boleh dilakukan, dalam batas-batas tertentu.

Ia pun menjelaskan, dua jenis hubungan intim yang diperbolehkan di dalam Alquran, yang pertama adalah jika adanya pernikahan, dan yang kedua, jika ada milkul yamin.

Konsep tersebut, ia katakan, ada di dalam Alquran surat Al Mukminun ayat 6.

“Diperbolehkan berhubungan seksual dengan istri atau milkul yamin, yakni mitra seksual selain istri,” lanjut Aziz.

Tanggapan Pihak UIN Sunan Kalijaga

Namun, Direktur Pasca Sarjana UIN Sunan Kalijaga, Noorhaidi Hasan menegaskan, ada beberapa pertimbangan kenapa disertasi milik Abdul Aziz harus direvisi.

Di antaranya, karena adanya kajian yang terlalu jauh dan dianggap bukan ranah akademis lagi.

“Seharusnya, sebagai disertasi cukup sampai menjawab what, who, dan why. Kenapa Syahrur punya pemikiran seperti itu,” kata Noorhaidi, seperti dilansir Merdeka.

“Itu dianalisis. Enggak usah kemudian sampai menjustifikasi. Itu too far (terlalu jauh). Tidak akademik lagi,” pungkasnya.

Sebelumnya, dosen Fakultas Syariah Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Surakarta itu, berharap disertasinya bisa bermanfaat untuk pembaruan hukum perdata dan pidana Islam.

“Kriminalisasi bertentangan dengan Hak Asasi Manusia (HAM),” kata Aziz.

Aziz menjelaskan, disertasi itu muncul dari kegelisahan dan keprihatinannya terhadap beragam kriminalisasi hubungan intim non-marital konsensual (hubungan seksual di luar pernikahan yang dilandasi persetujuan atau kesepakatan).

Hubungan intim tanpa nikah, kata Aziz, selama ini mendapatkan stigma dan kriminalisasi, seperti penggerebekan juga penangkapan sewenang-wenang di ruang-ruang privat.

Bahkan, ia menyertakan hukuman rajam di Aceh pada 1999 dan Ambon pada 2001, sebagai kriminalisasi, “Hukuman rajam melanggar hak asasi manusia”.

Mereka yang dihukum rajam, disebut Aziz, dituduh berzina. Orang-orang berkerumun dan melempari mereka dengan batu hingga tewas.

Mantan anggota Majelis Ulama Indonesia Komisi Dakwah Sukoharjo, Jawa Tengah ini menjelaskan, tentang hubungan intim tanpa nikah, tidak melanggar hukum Islam, sesuai tafsir Muhammad Syahrur tadi.