Perang Zaman Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam

Perang Zaman Nabi
Ilustrasi

Ngelmu.co – Jika bicara tentang perang yang terjadi di zaman Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, kisahnya terbagi dua.

Ghazwah (gazwah), dan sariyah (sariyyah).

Ghazwah merupakan perang yang Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam pimpin langsung.

Sedangkan sariyah, pemimpinnya adalah para sahabat, atas penunjukan langsung dari Rasulullah Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.

Mengenai jumlah ghazwah dan sariyah, para ahli sejarah Islam, berbeda pendapat.

Namun, berikut ulasan beberapa di antaranya:

Perang Zaman Nabi (Badar)

Perang yang terjadi di lembah Badar–125 kilometer di selatan Madinah–ini merupakan puncak perselisihan.

Antarakaum muslim Madinah dengan musyrikin quraisy Mekkah.

Pengusiran serta perampasan harta kaum muslim oleh musyrikin menjadi penyebab peperangan tersebut.

Tak berhenti, kaum quraisy, terus berupaya menghancurkan kaum muslim, supaya perniagaan dan sesembahan mereka terjamin.

Kamu muslim memenangkan peperangan ini dengan gemilang.

Diketahui, tiga tokoh quraisy yang terlibat dalam Perang Badar, tewas. Mereka adalah

  • Utbah bin Rabi’ah;
  • al-Walid; dan
  • Syaibah.

Meski kaum muslim juga ada yang meninggal karena terluka, yakni Ubaidah bin Haris.

Perang Zaman Nabi (Uhud)

Latar belakang perang yang terjadi di Bukit Uhud ini adalah kekalahan kaum quraisy pada Perang Badar.

Maka timbul keinginan mereka, membalas dendam kepada kaum muslim.

Khalid bin Walid yang memimpin pasukan quraisy, mendapat bantuan dari kabilah Saqib, Tihamah, dan Kinanah.

Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam pun segera mengadakan musyawarah.

Demi mendapat strategi perang yang tepat, dalam menghadapi musuh.

Di saat akan melawan kaum quraisy di luar Madinah, Abdullah bin Ubay, membelot.

Ia membawa 300 orang Yahudi, kembali pulang. Meski demikian, Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, melanjutkan perjalanan.

Dengan membawa 700 orang yang tersisa, beliau sampai ke Bukit Uhud.

Perang pun dimulai, dan tentara Islam memenangkan tanding, walaupun kemenangan itu gagal lantaran godaan harta.

Prajurit Islam, sibuk memungut harta rampasan.

Mendapati hal ini, pasukan Khalid bin Walid, memanfaatkan keadaan. Mereka balik menyerang tentara Islam.

Terjepitlah, dan porak-poranda. Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam juga terkena serangan musuh.

Lalu, setelah mengira Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam terbunuh, pasukan quraisy, mengakhiri pertempuran.

Namun, yang sebenarnya tewas dalam perang ini adalah paman Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, yakni Hamzah bin Abdul Muthalib.

Perang Zaman Nabi (Khandaq)

Perang zaman nabi berikutnya adalah Khandaq. Berlokasi di sekitar kota Madinah, bagian utara.

Dikenal yang juga dikenal dengan Perang Ahzab (perang gabungan) ini melibatkan kabilah Arab dan Yahudi, yang tak senang kepada Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.

Lantas, mereka bekerja sama melawan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.

Orang Yahudi juga mencari dukungan kabilah Gatafan, yang terdiri dari:

  • Qais Ailan;
  • Bani Fazara;
  • Asyja’;
  • Bani Sulaim;
  • Bani Sa’ad; dan
  • Ka’ab bin Asad.

Usaha Huyay bin Akhtab–pemimpin Yahudi–membuahkan hasil. Pasukannya berangkat ke Madinah, menyerang kaum muslim.

Berita penyerangan ini sampai ke telinga Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.

Kaum muslim pun segera menyiapkan strategi perang yang tepat.

Sahabat Nabi Muhammad, Salman al-Farisi [yang mempunyai banyak pengalaman], memberi usul, yakni membangun pertahanan parit (Khandaq).

Ia menyarankan, agar buat galian parit di perbatasan kota Madinah, supaya pergerakan musuh terhambat.

Usaha ini berhasil.

Perang Zaman Nabi (Khaibar)

Kisah perang zaman nabi berikutnya terjadi di wilayah Khaibar. Tujuannya menaklukkan Yahudi.

Pasalnya, masyarakat Yahudi setempat, paling sering mengancam pihak Madinah, melalui persekutuan quraisy atau gatafan.

Pasukan muslimin di bawah kepemimpinan Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, menyerang benteng mereka yang ada di Khaibar.

Pasukan muslim mengepung, dan memutus aliran air ke benteng Yahudi.

Taktik berhasil, dan pasukan muslim memenangkan pertempuran, sekaligus menguasai daerah Khaibar.

Akhirnya, Yahudi meminta Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam untuk tak mengusir mereka dari sana.

Mereka menjanjikan imbalannya adalah tidak lagi memusuhi Madinah, serta menyerahkan hasil panen kepada kaum muslim.

Perang Mu’tah

Mu’tah–kisah perang zaman nabi–yang terjadi, karena Harits al-Ghassani (Raja Hirah), menolak penyampaian wahyu dan ajakan masuk Islam dari Rasulullah.

Ia menyampaikan penolakan tersebut dengan membunuh utusan Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.

Lantas, Rasulullah mengirim pasukan perang, di bawah pimpinan Zaid bin Harisah.

Perang terjadi di desa Mu’tah, bagian utara Semenanjung Arabia.

Pasukan muslim kesulitan menghadapi lawan, karena mereka mendapat bantuan dari Kekaisaran Romawi.

Beberapa sahabat nabi pun gugur dalam pertempuran. Zaid bin Harisah, salah satunya.

Akhirnya, Khalid bin Walid, memegang komando. Ia menarik pasukan muslim kembali ke Madinah.

Kemampuannya menari pasukan muslimin dari kepungan musuh, membuat masyarakat setempat kagum.

Banyak kabilah Nejd, Sulaim, Asyja’, Gatafan, Abs, Zubyan, dan Fazara, masuk Islam, setelah melihat keberhasilan dakwah ini.

Fath al-Makkah

Fath al-Makkah terjadi di sekitar kota Mekkah. Latar belakangnya adalah kaum quraisy, menganggap kekuatan kaum muslim telah hancur [akibat kalah di perang Mu’tah].

Mereka yang mengira perjanjian Hudaibiyah, tak lagi penting, mengingkarinya.

Kaum quraisy menyerang Bani Khuza’ah yang ada di bawah perlindungan kaum muslim.

Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, segera memerintahkan pasukan muslimin untuk menghukum kaum quraisy.

Di sini, pasukan muslimin tak mendapat perlawanan berarti, kecuali dari kaum di bawah pimpinan Ikrimah dan Safwan.

Berhala di kota Mekkah, hancur. Akhirnya, banyak kaum quraisy masuk Islam.

Perang Zaman Nabi (Hunain)

Kisah perang zaman nabi berikutnya adalah Hunain. Masih antarakaum muslim dengan kaum Quraisy [Bani Hawazin, Bani Saqif, Bani Nasr, dan Bani Jusyam].

Perang yang terjadi di lembah Hunain–sekitar 70 kilometer dari Mekkah–ini merupakan balas dendam quraisy, atas peristiwa Fath al-Makkah.

Awalnya, pasukan mereka berhasil mengacaubalaukan pasukan Islam, sehingga banyak yang gugur.

Namun, Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, kemudian menyemangati pasukannya, serta memimpin langsung peperangan.

Akhirnya, pasukan muslim bisa memenangkan pertempuran ini.

Perang Zaman Nabi (Ta’if)

Pasukan muslim mengejar sisa quraisy yang melarikan diri dari Hunain ke kota Ta’if.

Pasukan quraisy, sembunyi dalam benteng kota yang kokoh, sehingga pasukan muslimin tak dapat menembus.

Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam pun mengubah taktik.

Pasukannya memblokade seluruh wilayah Ta’if, sebelum akhirnya membakar ladang anggur.

Sumber daya alam utama penduduk Ta’if itu membuat penduduk, pada akhirnya menyerah dan bergabung dengan pasukan Islam.

Perang Tabuk

Urutan kisah perang zaman nabi berikutnya terjadi di kota Tabuk, perbatasan antara Semenanjung Arabia dan Syam (Suriah).

Peristiwa penaklukan kota Mekkah yang membuat Semenanjung Arabia, berada di bawah kepemimpinan Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.

Mendapati kenyataan ini, penguasa Romawi Timur, Heraklius, menyusun pasukan besar guna menyerang kaum muslim.

Pasukan muslimin pun bersiap. Mereka mengumpulkan kekuatan besar.

Di masa itu juga banyak pahlawan Islam, yang bersedia berperang bersama Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.

Setelah melihat besarnya jumlah pasukan Islam, pasukan Romawi pun mundur.

Itulah mengapa, akhirnya Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam tidak melakukan pengejaran. Beliau pun berkemah di Tabuk.

Di sana, Rasulullah membuat perjanjian dengan penduduk setempat, sehingga daerah perbatasan masuk barisan Islam.

Perang Zaman Nabi (Widan)

Perang ini terjadi di sebuah desa–antara Mekkah dan Madinah–Widan.

Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, memimpin langsung pasukan muslimin untuk menghadang quraisy. Tak terjadi pertempuran fisik.

Selanjutnya, Rasulullah mengadakan perjanjian kerja sama dengan Bani Damrah–yang tinggal di rute perdagangan kafilah quraisy (Widan).

Kesepakatan itu berisi kesanggupan Bani Damrah, membantu kaum muslimin; jika dibutuhkan.

Sariyah Hamzah bin Abdul Muthalib

Dalam sejarah Islam, perang pertama (sariyah) terjadi di dataran rendah al-Bahr. Tak jauh dari kota Madinah.

Perang yang melibatkan 30 muslimin [dipimpin Hamzah bin Abdul Muthalib], dan 300 quraisy [dipimpin Abu Jahal bin Hisyam], ini tidak menjatuhkan korban, lantaran segera terleraikan oleh Majdi bin Amr.

Sariyah Ubaidah bin Haris

Berlangsung di al-Abwa’–desa antara Mekkah dan Madinah–perang ini melibatkan 80 orang muslim, dan sekitar 200 orang quraisy.

Ubaidah bin Haris memimpin kaum muslim (Muhajirin).

Diketahui, Abu Sa’ad bin Abi Waqqas yang memimpin kaum quraisy, sempat melepaskan anak panah.

Adapun peristiwa ini menandai lepasnya anak panah pertama, dalam sejarah perang Islam.

Sariyah Abdullah bin Jahsy

Abdullah bin Jahsy memimpin kaum muslim dalam perang ini, untuk melawan kaum quraisy di bawah pimpinan Amr bin Hazrami.

Perang terjadi di Nakhlah; antara Ta’if dan Mekkah.

Kaum muslim berhasil menumbangkan Amr bin Hazrami, serta menahan dua orang quraisy menjadi tawanan perang.

Ketika kaum muslim membawa harta rampasan perang ke hadapan Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, beliau bicara.

Tegas, Rasulullah menyatakan, bahwa beliau tidak pernah menyuruh kaum muslimin berperang.

Sebab di bulan Rajab, haram membunuh atau melakukan peperangan.

Peristiwa itulah yang kemudian digunakan oleh kaum quraisy untuk memfitnah.

Mereka mengatakan bahwa kaum muslim, melanggar bulan suci.

Di saat itu, turun firman Allah Subhanahu wa Ta’ala, yakni QS. Al-Baqarah ayat 217.

Menjelaskan tentang ketentuan berperang pada bulan Haram (bulan Rajab).

Baca Juga:

Sariyah Qirdah

Perang ini terjadi di sumur Qirdah, Nejd, Arab Saudi.

Seratus kaum muslim–penunggang kuda–berada di bawah pimpinan Zaid bin Harisah.

Tujuan Sariyah Qirdah adalah untuk menghadang kafilah quraisy dari Mekkah.

Kaum muslim berhasil memenangkan perang, dan menyita harta kaum quraisy, yang kemudian dijadikan ganimah [harta rampasan perang].

Ganimah pertama dalam sejarah perang Islam.

Sebagian orang musyrik–yang tidak melarikan diri–selanjutnya dibawa ke Madinah, sebelum akhirnya masuk Islam.

Sariyah Bani Asad

Sariyah ini berlangsung di Gunung Bani Asad; sebelah timur Madinah.

Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, memerintahkan kaum muslim agar menghadang Bani Asad.

Pasalnya, mereka berencana menyerang Madinah, maka Rasulullah, menganjurkan agar pasukan muslim berjalan di malam hari.

Dengan menempuh jalan yang tak biasa dilewati orang.

Abu Salam al-Makhzum pun memimpin pasukan muslim yang terdiri dari 150 orang.

Mereka berhasil menyergap musuh, sekaligus mendapat ganimah dari pihak Bani Asad.

Sariyah Raji

Sariyah yang berlangsung di Raji’–suatu daerah di antara Mekkah dan ‘Asfan–ini melibatkan pasukan muslimin dan Bani Huzail.

Terjadi lantaran pemimpin Bani Huzail, Khalid bin Sufyan bin Nubaih al-Huzali, berencana menyerang Madinah.

Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, memerintahkan Abdullah bin Unais, meneliti kebenarannya.

Abdullah yang menumpas Khalid, melaporkan peristiwa tersebut kepada Nabi Muhammad.

Bani Lihyan–bagian dari Bani Huzail–berencana membalas dendam.

Mereka meminta Nabi Muhammad, mengirim beberapa sahabat, dengan alasan untuk memberi pelajaran agama Islam.

Rasulullah pun mengabulkan permintaan, dengan mengirim enam orang sahabat, beserta rombongan utusan Bani Lihyan.

Lantas, pasukan Bani Huzail menyergap keenamnya di Raji’.

Meski sempat memberi perlawanan, tetapi tiga orang terbunuh, sedangkan tiga lainnya ditawan.

Selanjutnya mereka dibawa ke kaum musyrikin Mekkah, dan dihabisi juga.

Sariyah Biru Ma’unah

Sariyah ini berlangsung di wilayah timur Madinah, antara kaum muslim dan Bani Amir.

Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam mengutus Amir bin Malik (Abu Barra’)–pemimpin Bani Amir yang sebelumnya menolak masuk Islam.

Beserta al-Munzir bin Amar dari Bani Sa’idah, ia memimpin 40 orang tentara yang terdiri dari para penghafal Al-Qur’an.

Mereka berjalan ke Bi’ru Ma’unah–daerah antara Bani Amir dan Bani Salim–untuk mengirim surat kepada pemimpin Bani Amir, Amir bin Tufail.

Tepatnya, melalui seorang anggota pasukan, Haram bin Malhan.

Amir bin Tufail yang menghabisi nyawa Haram bin Malhan, memicu peperangan kedua belah pihak.

Kaum muslim kalah dalam sariyah ini. Semua pasukannya gugur, kecuali Ka’b bin Zaid al-Ansari.

alas dendam atas kematian ayahnya (Abu Barra’), Rabi’ah membunuh Amir bin Tufail dengan sebilah tombak.

Sariyah Ijla’ Bani Nadir

Sahabat nabi melakukan Sariyah Ijla’ Bani Nazir untuk mengusir Bani Nadir, dari tempat tinggal mereka.

Niat Bani Nadir membunuh utusan Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, menjadi latar belakang peristiwa ini.

Padahal, utusan Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, ingin menyelesaikan masalah pembunuhan yang Amr bin Umayyah, perbuat.

Kabilah Bani Amir dan sekutu Bani Nadir, menghabisi dua orang muslimin.

Awalnya, tindakan pengusiran ini tak mendapat tanggapan dari pemimpin Bani Nadir, Huyay bin Akhtab.

Namun, setelah menerima ancaman serangan dari kaum muslim, akhirnya mereka angkat kaki.

Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, menjamin keselamatan atas harta benda serta anak-anak mereka, sampai keluar dari Madinah.

Meski sebagian Bani Nadir, menetap di Khaibar dan di Syam (Suriah).

Sariyah Zi al-Qissah

Sariyah ini berlangsung di Zi al-Qissah, lokasi yang berada sekitar 24 mil dari Madinah.

Melibatkan Bani Sa’labah, yakni lawan yang berencana menyerang peternakan kaum muslim di Haifa’. Tempatnya jauh dari Madinah.

Setelah mengetahui rencana itu, pasukan muslimin lebih dahulu menyerang dengan mengirim 10 orang. Muhammad bin Maslamah, memimpin.

Namun, pasukan pertama gagal menjalankan tugas. Mereka tewas saat beristirahat di pinggiran desa.

Muhammad bin Maslamah yang melaporkan kejadian ini kepada Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.

Rasulullah pun mengirimkan pasukan kedua, di bawah pimpinan Abu Ubaidah bin Jarrah.

Giliran Bani Sa’labah yang melarikan diri, ketika Abu Ubaidah sampai di tempat.

Sariyah Ka’b bin Umair al-Gifari

Latar belakang sariyah ini adalah penolakan kaum musyrikin di suatu tempat di Syam (Suriah), bernama Zat Atlah.

Mereka menolak ajakan beberapa utusan Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, untuk memeluk agama Islam.

Rasulullah kemudian mengirimkan 15 tentara untuk menyerang. Pertempuran berlangsung sengit.

Akhirnya, semua pasukan muslim menjadi syuhada, kecuali pemimpin perang, Ka’b bin Umair al-Gifari. Ia berhasil menyelamatkan diri.

Peperangan memang hal yang tidak disukai, karena berdampak buruk bagi banyak hal.

Bukan hanya kehilangan keluarga dan kerabat, tetapi juga mengganggu kesehatan fisik dan mental, serta perekonomian.

Namun, mau tidak mau peperangan terjadi, karena beberapa faktor.

Banyak agama serta aliran kepercayaan, menolak jika dianggap mengajarkan peperangan.

Namun, Islam justru secara jujur menyatakan, perang termaktub dalam fikihnya. [Diatur dan ditata] dengan penuh kebijaksanaan, kemuliaan.

Islam mengajarkan perang yang penuh adab dan akhlak, bernilai ibadah, bukan malah membantai secara membabi buta.

Bukan juga berlangsung dengan penuh dendam dan kezaliman.

Islam, mengajarkan perang yang berkonsekuensi hidup mulia, atau wafat menjemput syahadat.

Bukan kemenangan setelah menindas, pun kekalahan yang hina. Ali bin al-Hasan, mengatakan:

“Kami mempelajari (kisah) peperangan Rasulullah, dan perjalanan hidup beliau, sebagaimana kami mempelajari surat di dalam Al-Qur’an.”

Perang Zaman Nabi (as-Suwaiq)

Terjadi pada bulan Zulhijah, 2 Hijriah. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, memimpin 200 sahabatnya.

Mereka menghadapi 200 musyrikin, di bawah pimpinan Abu Sufyan bin Harb.

Perang terjadi karena kemarahan orang-orang Mekkah, lantahan kekalahan mereka di Perang Badar.

Dalam al-Kamil fiat-Tarikh, Imam Ibnul Atsir, menyatakan bahwa sepulangnya dari Perang Badar, Abu Sufyan, bernazar.

Ia tidak akan membiarkan air menyentuh kepalanya, karena junub, sebelum ia memerangi Nabi Muhammad.

Lantas, Abu Sufyan membawa 200 penunggang kuda dari kaum quraisy. Mereka menuju Madinah.

Sesampainya di sana, mereka bermalam di rumah seorang Yahudi dari Bani Nadir, yakni Salam bin Misykam.

Dari sana juga, ia memata-matai kondisi malam hari Kota Madinah.

Perang Zaman Nabi (Anmar)

Perang ini terjadi pada bulan Rabiul Awal, 3 Hijriah.

Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, memimpin 450 sahabatnya, menghadapi gatafan dari Bani Tsa’labah bin Muharib [yang hendak menyerang Madinah].

Dalam perjalanan mengejar orang-orang gatafan, Rasulullah kehujanan. Lalu, ia melepas pakaian, dan menjemurnya.

Di saat tengah duduk istirahat, datang seorang pria (Du’tsur bin al-Harits), mengacungkan pedang ke kepala beliau.

Du’tsur berkata, “Siapa yang akan menghalangimu dariku sekarang?”

Maksudnya, siapa yang akan menolong Rasulullah dari acungan pedangnya.

Dengan tenang, Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menjawab, “Allah.”

Lalu, Du’tsur pun tergetar, dan jatuhlah pedang dari tangannya.

Rasulullah mengambil pedang itu, dan balik berkata, “Siapa yang akan menghalangimu dariku?”

Du’tsur menjawab, “Tidak ada seorang pun”, sebelum akhirnya mengucap dua kalimat syahadat.

Peristiwa berakhir tanpa kontak senjata.

Perang Buwath

Perang ini terjadi di bulan Rabiul Awal, 2 Hijriah. Di mana dalam perang, Rasulullah memimpin langsung 200 sahabatnya.

Sementara kafilah kafir quraisy yang berjumlah 100, berada di bawah pimpinan Umayyah bin Khalaf, membawa 2.500 onta.

Mengetahui pergerakan Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersama pasukannya, quraisy mempercepat langkah mereka.

Melewati jalan tersembunyi, dan menghindar dari cegatan kaum muslimin. Peristiwa ini juga berakhir tanpa kontak senjata.

Perang Usyairah

Perisitwa terjadi di bulan Jumadil Akhir, 2 Hijriah, di bawah pimpinan Rasulullah.

Sebanyak 150 sahabatnya menghadang kafilah quraisy.

Tidak terjadi kontak senjata. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam mengadakan ikatan perjanjian damai.

Di jalur kafilah dagang tersebut, dengan kabilah Bani Mudlij dan sekutu-sekutu Bani Damrah.

Perang Bani Qainuqa’

Bani Qainuqa’ merupakan nama kabilah Yahudi yang tinggal di Madinah.

Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam memerangi mereka di bulan Syawal, 2 Hijriah.

Latar belakang perang ini adalah pengkhianatan Yahudi, terhadap perjanjian damai yang telah mereka sepakati dengan kaum muslimin.

Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, mengepung perkampungan mereka selama 15 hari, sebelum akhirnya mereka menyerah, dan cabut dari Madinah.

Perang Dumatul Jandal

Peristiwa ini terjadi di bulan Rabiul Awal, 5 Hijriah. Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam memimpin 1.000 sahabatnya.

Mereka menghadapi kabilah-kabilah musyrik di wilayah Dumatul Jandal; dekat wilayah Syam.

Sementara latar belakang perang adalah karena kabilah musyrik merampok orang yang melewati daerah mereka.

Kabilah musyrik juga menggalang kekuatan untuk menyerang Madinah.

Perang Bani Quraizhah

Perang terjadi di bulan Zulhijah, 5 Hijriah, saat Rasulullah membersihkan diri–sepulangnya dari Perang Ahzab.

Malaikat Jibril datang menemui beliau, dan mengatakan, “Apakah engkau sudah meletakkan senjata?”

“Demi Allah, kami para malaikat masih memanggul senjata-senjata kami. Keluarlah menuju mereka.”

Rasulullah bertanya, “Kepada siapa?”

“Ke sana,” kata Jibril, menunjuk ke arah perkampungan Bani Quraizhah.

Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam pun berangkat menuju Bani Quraizhah; dari hadis riwayat Bukhari.

Perang Wadi al-Qura.

Kisah perang zaman nabi ini terjadi di bulan Muharram, 7 Hijriah.

Tepatnya, setelah tuntas menghadapi Yahudi di Khaibar, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, memimpin 1.382 sahabatnya.

Mereka menghadapi Yahudi Wadi al-Qur’an.

Perang pun berakhir dengan kemenangan kaum muslimin. Adapun 11 orang Yahudi, tewas.

Perang Dzatu ar-Riqaq

Perang ini terjadi di bulan Muhatram, 7 Hijriah. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, memimpin 400 sahabatnya.

Mereka menghadapi pasukan sekutu–orang-orang musyrik dari Bani Gatafan, Bani Muharib, Bani Tsa’labah, dan Bani Anmar.

Latar belakang perang adalah seruan Bani Gatafan kepada para sekutunya, agar menyerang umat Islam di Madinah.

Namun, setelah mengetahui kaum muslimin bersiap melawan, mereka malah lari; cerai-berai.

Penaklukan Kota Mekkah

Kisah perang zaman nabi ini terjadi di bulan Ramadan, 8 Hijriah.

Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, memimpin 10.000 sahabatnya, menyerang Mekkah–yang telah membatalkan perjanjian damai di Hudaibiyah.

Mekkah memerangi Bani Bakr–sekutu Nabi, dalam perjanjian tersebut.

Peristiwa ini berakhir dengan menyerahnya orang-orang Mekkah.

Setelah 8 tahun berpisah, akhirnya Rasulullah, kembali menginjakkan kaki beliau di tanah kelahirannya.

Demikian kisah perang zaman Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam yang dapat Ngelmu, ulas; dari berbagai referensi.

Wallahu a’lam.