Berita  

Perusahaan Milik Bos Chelsea Diduga Danai Israel dalam Upaya Pengusiran Palestina

Roman Abramovich Israel Palestine

Ngelmu.co – Kelompok pemukim Israel yang mendukung pengusiran keluarga Palestina dari Silwan, Yerusalem Timur, diduga menerima sumbangan sebesar US$100 juta dolar [Rp1,4 triliun], dari empat perusahaan yang berada di bawah kendali bos klub sepak bola Chelsea, Roman Abramovich.

Hal ini terungkap, setelah BBC News Arabic, menelusuri sebuah dokumen yang dibocorkan ke BuzzFeed News, dan dibagikan kepada wartawan investigatif internasional.

Terdapat sederet bukti, bahwa Elad–organisasi yang mendukung pemukiman Yahudi–mendanai proses pengusiran terhadap Palestina.

Salah satu korbannya adalah keluarga Sumarin, yang sudah tinggal di perkampungan Silwan, sejak 1950-an.

Pihaknya, bahkan memegang bukti, bahwa mereka berhak atas rumah tersebut, karena sudah menempatinya sejak 1959.

Mulai dari tahun 1991, Keluarga Sumarin, berjuang membatalkan surat perintah yang meminta mereka keluar dari Silwan.

Dinyatakan kalah oleh pengadilan di Yerusalem, meski mendapat dukungan dari sejumlah lembaga swadaya masyarakat dan Otorita Palestina, pihaknya pun akan mengajukan banding,

Elad, Pendukung Komunitas Yahudi

Lebih lanjut ditemukan bukti, bahwa kasus pengusiran terhadap keluarga Sumarin, pun beberapa keluarga lainnya di Silwan, didanai oleh Elad.

Apakah Elad mengakui atau justru membantah? Saat dikonfirmasi, akankah pihaknya terus mendanai pengusiran keluarga Palestina, Elad, tak menjawab.

Di Silwan, saat ini, terdapat sekitar 450 pemukim Yahudi, di antara 20.000 warga Palestina. Namun, jumlah pemukim Yahudi, terus bertambah.

Sumbangan dengan nilai lebih dari US$100 juta, yang dibicarakan di awal, disalurkan sejak 2005-2018.

Baca Juga: Sidang Umum PBB: Erdogan Kecam Penindasan atas Palestina, Dubes Israel Tinggalkan Ruangan

Sejumlah dokumen, bahkan memperlihatkan, Abramovich, sebagai donator terbesar Elad, dalam 15 tahun terakhir.

Keempat perusahaan yang ada di bawah kendalinya, terdaftar pada hari yang sama, di British Virgin Islands.

Abramovich, juga mendapatkan kewarganegaraan Israel, pada 2018 lalu.

Kemudian ia dikenal, sebagai donatur kegiatan riset, pembangunan permukiman, sekaligus berinvestasi di perusahaan-perusahaan lokal, di Israel.

Kepada BBC, juru bicaranya mengatakan, “Abramovich adalah pendukung masyarakat madani Yahudi dan Israel.”

“Selama lebih dari 20 tahun ini, telah menyumbangkan lebih dari US$500 juta, untuk mendukung layanan kesehatan, sains, pendidikan.”

“Dan mendukung komunitas Yahudi, baik di Israel, maupun di seluruh dunia.”

Menguliti Elad

Elad merupakan organisasi yang mendukung pembangunan permukiman Yahudi di Silwan.

Di mana pada 2007, 90 persen dana operasionalnya, berasal dari empat perusahaan yang ada di bawah kendali Abramovich.

Organisasi yang juga mendapat dukungan dari pemerintah Israel, ini dikenal ingin memperkuat keberadaan warga Yahudi, di Silwan.

Salah satu caranya adalah dengan mengusir keluarga-keluarga Palestina, dari sana.

Mantan direktur pemasaran Elad, Shahar Shilo, mengatakan bahwa membangun permukiman Yahudi di Silwan, menjadi aktivitas utama.

Sebagai organisasi nirlaba operasional, transparansi, dan pendanaan, Elad, mengatakan pihaknya sudah sesuai dengan aturan dan perundang-undangan, di Israel.

Wakil Presiden Elad, Doron Spielman, juga bicara soal pendanaan dari Abramovich.

“Kami sangat menghargai privasi para donatur kami. [Tapi jika ada yang ingin tahu] Nama para donatur, kami pasang di kawasan City of David.”

City of David merupakan kawasan arkeologis di Silwan, yang dipromosikan oleh Elad, sebagai tujuan wisata.

PBB Menentang Keras

Dengan dukungan Abramovich–warga terkaya di Israel–hanya dalam waktu 30 tahun, Elad, sudah berhasil mengubah perkampungan Palestina di Silwan, menjadi City of David.

Namun, perlu diketahui, jika berdasarkan hukum internasional, Israel, dilarang membangun permukiman di wilayah pendudukan.

Pada 2016 lalu, Dewan Keamanan PBB, menyatakan bahwa tindakan Israel, membangun permukiman Yahudi di Yerusalem Timur, sebagai pelanggaran terhadap hukum internasional.

Tetapi pemerintah Israel, dan pemerintahan Presiden Donald Trump, menolak pandangan ini.

Padahal, tidak sedikit negara yang menentang langkah Israel, membangun dan memperluas perumahan bagi warga Yahudi di Yerusalem Timur.

Di antaranya pemerintah Indonesia dan Inggris, yang memperingatkan bahwa tindakan Israel, itu menghalangi upaya mewujudkan perdamaian di Timur Tengah.