Peta Politik Terkait Pilkada DKI Jakarta 2022

Pilkada DKI 2022
Sejumlah anggota DPR RI saat mengikuti rapat paripurna penutupan masa persidangan I tahun sidang 2020-2021 di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Senin, 5 Oktober 2020. Rapat Paripurna penutupan tersebut DPR RI mengesahkan Omnibus Law Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja menjadi Undang-Undang (UU). TEMPO/M Taufan Rengganis

Ngelmu.co – Menilik peta politik terkait Pilkada DKI Jakarta 2022. Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) tengah menggodok Revisi Undang-Undang Pemilu (RUU Pemilu). Di mana dalam draf RUU tersebut, tercantum pengaturan jadwal Pilkada satu tahun mendatang.

Poin itu pun mendapat respons beragam dari sembilan partai politik (parpol) di Senayan. Antara sepakat, menolak, serta masih mempertimbangkan.

Berikut selengkapnya:

PKS

Partai Keadilan Sejahtera (PKS) mendorong Pilkada, tetap digelar sesuai jadwal–habisnya masa jabatan kepala daerah. Termasuk DKI Jakarta.

“Setuju Pilkada DKI di 2023. Bukan hanya Pilkada DKI, tapi semua Pilkada 2022 dan 2023, penting dijalankan,” kata Ketua DPP PKS, Mardani Ali Sera, Selasa (26/1) lalu.

Ia menyebut, Pilkada DKI selanjutnya penting digelar, karena jika ditunda hingga 2024, akan menyebabkan penumpukan jadwal.

Mardani juga menyebut, penundaan Pilkada dapat membuat ratusan daerah dipimpin oleh pelaksana tugas (Plt), yang ia nilai, tidak efektif bagi keberlangsungan roda pemerintahan.

“Jika dikumpulkan jadwalnya di 2024, akan ada penumpukan jadwal, dan ada ratusan Plt yang berlaku pada masa yang panjang,” tuturnya.

“Justru di masa krisis, diperlukan kepala daerah definitif, hingga bisa menjadi nakhoda utama mengawal krisis,” sambung Mardani.

Mengutip Detik, ia juga menyampaikan, alasan PKS mendukung Pilkada digelar tahun 2023, bukan 2022.

“[Sebab] 2023, ada juga Pilkada serentak bagi mereka yang Pilkada 2018, seperti Jateng [Jawa Tengah],” jelas Mardani.

Lebih lanjut ketika ditanya soal calon, ia menjawab, “Urusan calon akan ditentukan Majelis Syuro. Elektabilitas dan kapasitas yang jadi pertimbangan.”

NasDem

Partai Nasional Demokrat (NasDem), setuju Pilkada digelar sesuai jadwal, yakni tahun 2022. Termasuk DKI.

“Kalau NasDem, mendorong agar Pilkada dilakukan normalisasi, ya,” kata Sekretaris Fraksi NasDem DPR, Saan Mustopa, Selasa (26/1).

“Tetap 2022, ada Pilkada… 2023, ada Pilkada. Nanti 2025, ada Pilkada, 2027 ada Pilkada, 2028 ada Pilkada,” imbuhnya.

“Jadi, tetap seperti siklus sekarang saja, tidak perlu diserentakkan secara nasional,” lanjutnya lagi.

Pria yang juga Wakil Ketua Komisi II DPR RI itu mengatakan, komisinya semangat melakukan normalisasi Pilkada, sesuai dengan pengaturan yang telah ada.

Itu mengapa, Saan, menilai Pilkada DKI bisa berlangsung di tahun 2022.

Demokrat

Partai Demokrat, juga mendukung Pilkada sesuai jadwal, baik yang habis di tahun 2022 [termasuk DKI], pun pada 2023.

“Demokrat mengusulkan Pilkada dilakukan di tahun yang sama dengan Pilpres dan Pileg tahun 2024,” kata Kepala Bamkostra PD, Herzaky, Selasa (26/1).

“Demokrat meminta daerah yang kepala daerahnya berakhir masa jabatannya di tahun 2022 dan 2023, tetap menjalani Pilkada di tahun 2022 dan 2023,” imbuhnya.

“Untuk pemilihan presiden dan wakil presiden, pemilihan DPR RI, dan pemilihan DPD RI, sesuai dengan putusan MK, tanggal 26 Februari 2020,” sambungnya lagi.

“Tidak dapat dipisahkan satu sama lain, karena itulah, Demokrat mendukung penuh pelaksanaan Pemilu nasional serentak, di tahun 2024,” jelas Herzaky.

Lebih lanjut soal opsi Pilkada Serentak–nasional–ia menilai hal itu bisa dipertimbangkan pada 2027.

Herzaky pun berharap pemerintah dan DPR, dapat menghasilkan satu suara, demi mewujudkan demokrasi.

Secara terpisah, anggota Komisi II Fraksi PD, Herman Khaerun, menilai keserentakan Pileg, Pilkada, dan Pilpres akan menimbulkan problem.

Selain akan menyulitkan kandidat, hal itu juga akan memberatkan penyelenggara Pemilu.

PPP

Partai Persatuan Pembangunan (PPP) yang diwakili oleh kadernya, Nurhayati Monoarfa, menilai jika sebaiknya UU Pemilu, tidak direvisi.

“Soal Pilkada, kami tetap dengan UU [Pemilu] yang tidak perlu diubah. Sehingga Pilkada, tetap di tahun 2024,” ujar anggota Komisi II DPR RI itu, Selasa (26/1).

Nurhayati juga menilai, pengubahan UU Pemilu, belum relevan. Maka ia berharap, UU tersebut tidak diubah setiap lima tahun sekali.

“Seingat saya, di draf RUU Pemilu, belum tentu dibahas, dan kami Fraksi PPP, berpendapat bahwa RUU [Pemilu], belum relevan untuk diubah,” jelasnya.

“Kita lebih baik mematangkan dan menyempurnakan demokrasi prosedural yang karena itu, kita jangan setiap lima tahun atau setiap Pemilu mengubah UU [Pemilu],” sambung Nur.

PKB

Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), justru mendukung Pilkada Serentak 2024–bersamaan dengan Pileg dan Pilpres.

Sebagaimana disampaikan oleh anggota Komisi II Fraksi PKB, Luqman Hakim.

Ia mengatakan, dua tahun ke depan, pemerintah harus fokus mengatasi pandemi COVID-19, sekaligus dampaknya.

“Sampai sekitar dua tahun ke depan, menurut saya, kita masih harus fokus pada penanganan pandemi covid dan masalah ekonomi yang ditiumbulkannya, dengan skema Pilkada Serentak Nasional tahun 2024,” kata Luqman.

“Situasi politik nasional akan lebih kondusif, dan anggaran negara dapat difokuskan untuk memulihkan ekonomi, mengatasi pengangguran dan kemiskinan yang melonjak akibat pandemi covid,” imbuhnya, Selasa (26/1).

Luqman juga menilai, penetapan Pilkada Serentak, dapat mengefisiensi anggaran negara, sekaligus pelaksanaannya pun berjalan stabil.

“Di antara pertimbangan menetapkan Pilkada Serentak Nasional 2024 adalah untuk efisiensi anggaran negara,” tuturnya.

“Juga sebagai upaya, menciptakan kehidupan politik nasional yang stabil,” sambung Luqman.

“Pelaksanaan Pilkada, berpotensi menimbulkan dinamika sosial-politik yang negatif,” lanjutnya lagi.

“Bahkan, kadang memicu pembelahan serius di tengah masyarakat,” jelas Luqman.

Itu sebabnya, Luqman, mendukung skema Pilkada Serentak [yang diatur dalam UU No. 10 Tahun 2016].

Presiden dan DPR, sebelumnya telah mengubah skema tersebut, di mana Pilkada Serentak Nasional, akan dilaksanakan pada 2024.

Lebih lanjut, Luqman mengatakan, jika masih ada aturan Pilkada 2022 dalam RUU Pemilu, artinya masih mengacu pada UU Tahun 2015.

Padahal, sambungnya, skema yang ada saat ini adalah UU Tahun 2016, “Di dalam UU ini, diatur pelaksanaan Pilkada terakhir, sebelum Pilkada Serentak 2024 dilaksanakan tahun 2020, yang sudah dilaksanakan bulan Desember 2020 kemarin.”

“Nah, draf RUU Pemilu yang beredar sekarang ini, dalam hal pengaturan Pilkada, tampaknya dicomot dari UU 01/2015, yang sekali lagi, telah diubah dengan UU 10/2016,” jelas Luqman.

“Karena itu, menurut saya, Presiden dan DPR tidak perlu mengubah ketentuan di dalam UU 10/2016 tentang pelaksanaan Pilkada Serentak Nasional tahun 2024,” imbuhnya.

“Apalagi, tidak ada urgensi mendesak yang dapat menjadi alasan rasional untuk merubah skema Pilkada Serentak 2024,” lanjut Luqman.

Gerindra

Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra), belum menentukan sikap, karena masih mempertimbangkan setuju atau tidaknya mereka untuk Pilkada tetap digelar tahun 2022.

“Kami juga sedang menghitung, dan juga sedang kami kaji, dan kami minta pendapat-pendapat dan komunikasi dengan partai politik lain mengenai perlu-tidaknya Pilkada 2022.”

Demikian kata Ketua Harian Gerindra, Sufmi Dasco Ahmad, di kompleks gedung MPR/DPR, Rabu (27/1).

Gerindra, jika merujuk RUU Pemilu yang sedang DPR godok, Pilkada 2022, tetap digelar. Termasuk DKI.

Pihaknya juga masih berkomunikasi soal RUU Pemilu ini dengan partai-partai di parlemen.

“Itu ‘kan nanti akan masuk Prolegnas 2021. Namun, apakah perlu atau tidak perlu, ini masih menyangkut pendapat partai-partai yang sementara masih dikomunikasikan antara parpol-parpol yang ada,” jelas Dasco.

“Karena itu, Gerindra menunggu hasil komunikasi dan koordinasi antarparpol di DPR,” sambungnya.

PAN

Partai Amanat Nasional (PAN), menilai jika sebaiknya Pilkada Serentak dilakukan pada 2024–alasannya sama dengan PKB, penanganan pandemi COVID-19.

“Sampai hari ini, PAN mengusulkan, ya, kalau bisa Pilkadanya diundur sampai 2024,” kata Ketua DPP PAN, Ahmad Yohan, Rabu (27/1).

Ia yang menyoroti situasi Tanah Air, berharap urusan politik–seperti Pilkada 2022–yang mempersulit penanganan pandemi COVID-19, sebaiknya ditunda.

“Jadi urusan politik-politik yang kemudian bisa makin mempersulit kita menangani wabah Corona ini, kemudian juga menyedot pembiayaan yang besar, sebaiknya kita tundalah,” ujar Yohan.

Golkar

Partai Golongan Karya (Golkar), yang menyinggung soal anggaran hingga putusan MK, berharap Pilkada tetap berlangsung sesuai jadwal, yakni pada 2022 dan 2023.

“Kami dari F-PG, tetap berharap, ya, bahwa Pilkada itu dilaksanakan sesuai dengan jadwal yang seharusnya,” kata anggota Baleg DPR F-Golkar, Nurul Arifin, Rabu (27/1).

“Pada tahun 2022 ‘kan ada 101, ya, daerah yang Pilkada, dan tahun 2023, ada 170 [daerah],” imbuhnya.

“Kami berharap, semua itu tetap dilaksanakan sesuai jadwalnya, pada 2022 dan 2023,” sambungnya lagi.

Waketum Partai Golkar itu juga menjelaskan, jika Pilkada berlangsung serentak di 2024, maka akan memakan anggaran yang sangat besar.

Nurul pun menyoroti hasil evaluasi Pemilu 2019 yang sempat memakan banyak korban.

“Karena kalau serentak di 2024, walaupun berbeda bulan, ya, kami takutnya, satu, ini ‘kan anggaran akan membengkak sekali, ya,” ujarnya.

“Apakah negara, di situasi seperti ini, akan mampu untuk beban anggaran untuk pelaksanaan Pemilu dan Pilpres? Gitu, ya,” lanjut Nurul.

“Kedua, kami juga mengevaluasi apa yang menjadi keputusan MK No. 55 Tahun 2019 itu,” imbuhnya.

“Itu ‘kan karena begitu banyak petugas penyelenggara yang wafat, karena begitu bertumpuknya keserentakan itu. Jadi membuat penyelenggara juga kelelahan,” jelas Nurul.

PDIP

Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), menentukan sikap, agar Pilkada Serentak tetap digelar pada 2024.

“Evaluasi Pilkada penting. Namun, belum mengarah pada urgensi perubahan UU Pilkada,” kata Ketua DPP PDIP, Djarot Syaiful Hidayat, secara tertulis, Rabu (27/1).

Pihaknya menilai, persoalan Pilkada lebih pada aspek pelaksanaan, bukan substansi undang-undang. Maka itu, PDIP ingin Pilkada 2024, tetap digelar.

“Atas dasar hal tersebut, sebaiknya Pilkada Serentak tetap diadakan pada tahun 2024,” tutur Djarot.

“Hal ini sesuai dengan desain konsolidasi pemerintahan pusat dan daerah,” jelasnya.

Adapun pengaturan jadwal Pilkada 2022, tertuang dalam Pasal 731 ayat (2) draf RUU Pemilu. Berikut bunyinya:

Pasal 731

(1) Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah secara serentak untuk memilih Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Wali Kota dan Wakil Wali Kota hasil Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah tahun 2015 dilaksanakan pada bulan Desember tahun 2020.

(2) Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah secara serentak untuk memilih Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Wali Kota dan Wakil Wali Kota hasil Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah tahun 2017 dilaksanakan pada tahun 2022.

(3) Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah secara serentak untuk memilih Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Wali Kota dan Wakil Wali Kota hasil Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah tahun 2018 dilaksanakan pada tahun 2023.