PKS Soroti Kasus HRS: Pemaksaan Sidang Online Berpotensi Langgar HAM

PKS Paksa Sidang Online HRS Potensi Langgar HAM

Ngelmu.co – Partai Keadilan Sejahtera (PKS) menyoroti persidangan kasus Habib Rizieq Shihab (HRS). Pihaknya menilai, pemaksaan sidang secara onling [daring], berpotensi melanggar HAM [hak asasi manusia].

Maka itu, PKS meminta agar Komnas HAM [Komisi Nasional] HAM, turut memantau persidangan tersebut di PN [Pengadilan Negeri] Jakarta Timur.

“Komnas HAM, seharusnya memantau persidangan tersebut,” kata Sekretaris Jenderal DPP PKS Aboe Bakar Al Habsyi, dalam keterangannya, Senin (22/3) kemarin.

“Karena pemaksaan seseorang terdakwa bersidang secara online, berpotensi pada pelanggaran HAM,” sambungnya.

HRS, lanjut Aboe, seharusnya mendapat perlakuan sebagaimana warga negara pada umumnya dalam pengadilan.

Sesuai dengan prinsip equality before the law alias persamaan di hadapan hukum.

Aboe juga berharap, persidangan HRS, mengikuti ketentuan Kitab Udang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).

“Pemenuhan acara pidana adalah salah satu parameter untuk memastikan, bahwa hukum dilaksanakan sebagaimana mestinya.”

Baca Juga: Natalius Pigai, “PKS Itu Partai Penjaga Tujuan Bernegara, Paling Pancasilais”

Lebih lanjut, Aboe, membandingkan proses sidang HRS dengan pemilik Djoko Tjandra dan jaksa Pinangki Sirna Malasri.

Sebab, keduanya, meski menjalani sidang di tengah pandemi COVID-19, tetap senantiasa hadir di persidangan.

“Tentu ini menjadi preseden tidak baik, ketika seolah-olah terlihat ada diskriminasi,” kata Aboe.

“Di mana seorang terdakwa ngotot mau bersidang. Namun, jaksa tidak menghendaki,” imbuhnya.

Tak cukup sampai di situ, Aboe, juga meminta KY [Komisi Yudisial] ikut mengawasi persidangan HRS.

Sekaligus memastikan persidangan berjalan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

“Karenanya… perlu komitmen dari semua pihak untuk tegak lurus mengikuti prosedur yang ada,” tegas Aboe.

Sebelumnya, pakar hukum Profesor Asep Warlan Yusuf juga menilai proses peradilan terhadap HRS, mengandung aroma diskriminasi.

Menurutnya, larangan untuk menghadiri sidang [seperti yang diinginkan oleh HRS], tidak adil. Sebab, tidak demikian yang terjadi pada terdakwa lain.

“Diskriminatif terhadap perlakuan hadir dalam sidang, seperti Joko Tjandra dan Pinangki saja boleh hadir,” kata Asep, Senin (22/3).

Ia, juga mengaku heran dengan proses pengadilan yang dijalani oleh HRS.

Pasalnya, ketika permintaan HRS tidak dipenuhi, pihak lain seperti jaksa penuntut umum dan hakim, justru hadir langsung dalam persidangan.

Selengkapnya, baca di: Pakar Nilai Proses Peradilan Terhadap HRS Diskriminatif