Berita  

Prediksi Pejabat BPN soal Alih Fungsi Lahan Akibat Adanya UU Ciptaker

Alih Fungsi Lahan UU Cipta Kerja

Ngelmu.co – Pejabat Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), memprediksi pelaksanaan Undang-undang Cipta Kerja (UU Ciptaker), akan mengakibatkan alih fungsi lahan sawah menjadi semakin besar.

Sebab, peningkatan aliran modal asing yang terjadi akan mendorong pembangunan infrastruktur.

Otomatis, akan lebih banyak pula lahan yang dibutuhkan [alih fungsi lahan persawahan sulit dihindari].

“Sebelum UU Cipta Kerja ini terbit, sudah ada indikasi penurunan lahan sawah 150 ribu hektare (Ha) per tahunnya.”

Demikian ungkap Kasubdit Pengendalian Alih Fungsi Lahan Kementerian ATR/BPN Vevin Syoviawati Ardiwijaya, dalam diskusi virtual, mengutip CNN, Senin (22/2).

“Dengan UU ini, tentu saja alih fungsi lahan semakin besar lagi, karena banyak sekali PSN [Proyek Strategis Nasional] dan kepentingan umum yang dibangun di sawah,” imbuhnya.

Meski demikian, Sofya, mengaku belum dapat memastikan berapa perkiraan tambahan luas alih fungsi lahan sawah akibat pemberlakuan UU Ciptaker.

Pada kesempatan yang sama, Direktur Pengendalian Hak Tanah, Alih Fungsi Lahan, Kepulauan dan Wilayah Terluar Kementerian ATR/BPN, Asnawati, juga bicara.

Luas lahan sawah yang berpotensi hilang dalam satu tahun, katanya, sekitar 90 ribu Ha.

Penyebabnya tak lain karena alih fungsi lahan sawah menjadi non sawah untuk kawasan pemukiman dan industri.

Pihaknya juga mencatat kebutuhan lahan untuk keduanya, mencapai 150 ribu Ha, per tahun.

Sedangkan, kemampuan cetak sawah baru per tahunnya hanya sebanyak 60 ribu Ha.

“Cetak sawah baru, jika kami bandingkan dengan alih fungsi lahan sawah ke non-sawah yang terjadi, jauh dari kata seimbang,” ujar Asna.

“Dengan sendirinya di sini, akan ada potensi kehilangan lahan sawah 90 ribu Ha, per tahunnya,” sambungnya.

Baca Juga: IPB Sebut Ada 12 Potensi Risiko dalam Implementasi UU Cipta Kerja

Kondisi tersebut sejalan dengan pertambahan jumlah penduduk. Sehingga menyebabkan kebutuhan lahan untuk kawasan pemukiman terus meningkat.

Faktor lain yang menyebabkan maraknya alih fungsi lahan sawah adalah:

  • Ketersediaan air yang cukup melimpah,
  • Ketersediaan akses jalan menuju lokasi, dan
  • Alih daya petani menjadi tenaga kerja.

“Hal ini menimbulkan kerentanan lahan sawah nasional,” beber Asna.

“Maka perlunya pengendalian alih fungsi lahan sawah, sebagai kegiatan yang mendapatkan perhatian serius dari pemerintah,” imbuhnya.

Meski demikian, Asna, menegaskan bahwa alih fungsi lahan yang diatur dalam UU Ciptaker, masih lebih baik dan rinci, daripada UU sebelumnya.

“Ada sederet syarat-syarat yang wajib dipenuhi, di antaranya yaitu kajian kelayakan strategis, bahkan dalam UUCK sendiri, bukan hanya syarat, ditentukan juga sanksi yang akan dikenakan,” jelasnya.

“Berikutnya juga disusun rencana alih fungsi lahan. Di sini, disampaikan bagaimana waktunya, orangnya, dan lain sebagainya, kemudian dibebaskan kepemilikan haknya, ini sesuatu yang mutlak harus dipenuhi,” lanjut Asna.

Adapun syarat yang harus dipenuhi untuk alih fungsi lahan adalah:

  • Memenuhi kajian kelayakan strategis,
  • Disusun rencana alih fungsi lahan,
  • Dibebaskan kepemilikan haknya, dan
  • Harus menyediakan lahan pengganti.

“Jadi salah satu syaratnya juga adalah harus ada sawah pengganti, ketika sawah ini dilakukan alih fungsi, dan tidak berlaku untuk bencana,” kata Asna.

“Terus, terakhir, ini syaratnya ini, 24 bulan pembebasan alih fungsi dengan pemberian ganti rugi,” pungkasnya.

Mengenai syarat lengkap terkait alih fungsi lahan, tercantum dalam Pasal 122 UU Nomor 11 Tahun 2020 Cipta Kerja tentang Pengadaan Tanah.