Berita  

Pro Kontra Tepuk Pramuka ‘Islam Yes, Kafir No’

Ngelmu.co – Seorang wali murid SD Negeri Timuran, Brontokusuman, Mergangsang, Kota Yogyakarta, menduga seorang pembina Pramuka, mengajarkan yel-yel berbau SARA kepada para murid. Hal ini ia sampaikan melalui status WhatsApp.

“Baru tau saya ada pembina pramuka yang ngasih pembinaan ke anak SD Negeri dengan mengajarkan tepuk rassi (rasis-red),” tulisnya, seperti dilansir Kumparan, Senin (13/1).

“Iya kebetulan tadi di sekolah kakak, ada kedatangan pembina pramuka, lalu salah satu pembina mengajarkan tepuk Islam, di mana di akhir tepuk, ada yel-yel Islam Islam yes Kafir Kafir No.

Sebagai ortu siswa, aku proteslah. Ini nih biang kerok perpecahan dan penabur kebencian, ke-Bhinekaan Pramuka tercoreng oknum pembina berakal tumpul,” sambung wali murid yang diketahui berinisial K itu.

Saat dikonfirmasi, ia menjelaskan, jika kejadian itu terjadi pada Jumat (10/1) lalu.

K menjemput anaknya yang belum keluar kelas, maka ia menunggu sembari melihat pembinaan dari Kwarcab.

“Awalnya semua bernyanyi normal saja, lalu tiba-tiba ada salah satu pembina putri masuk dan ngajak anak-anak tepuk Islam. Saya kaget, karena di akhir tepuk kok ada yel-yel ‘Islam Islam yes, kafir kafir No’,” tuturnya.

“Spontan saya protes dengan salah satu pembina senior, saya menyampaikan keberatan dengan adanya tepuk itu, karena menurut saya itu mencemari kebinekaan Pramuka,” imbuhnya, Senin (13/1).

Namun, pembina senior itu telah menyampaikan permohonan maaf, dan menyelesaikan persoalan dengan pembina terkait.

“Dalam hal ini, sekolah sama sekali tidak tahu-menahu peristiwa ini, karena ini pembina praktik dari Kwarcab, bukan sekolah,” ujar K.

“Sekolah hanya ketempatan saja untuk praktik. SDN Timuran sendiri termasuk open dengan keberagaman,” lanjutnya.

Di sisi lain, kepada awak media, Kepala Sekolah SD Negeri Timuran, Esti Kartini, justru mengaku belum mengetahui informasi tersebut.

“Saya justru baru tahu ketika wartawan ke sini,” kata Esti, Senin (13/1).

Tetapi ia membenarkan, jika pada Jumat (10/1) lalu, memang ada kegiatan Pramuka.

“SD Negeri Timuran hanya ketempatan, yang acara Kwarcab, dari sekolah masih akan konfirmasi,” jelas Esti.

Sementara Wakil Wali Kota Kota Yogyakarta, yang juga menjabat sebagai Ketua Kwarcab Pramuka Kota Yogyakarta, Heroe Poerwadi, mengatakan bahwa kursus mahir lanjutan (KML), memang diadakan Kwarcab Kota Yogyakarta.

Ia menjelaskan, jika peserta tidak hanya berasal dari Yogyakarta, tetapi juga dari daerah-daerah lain.

“Jadi intinya, sebenarnya kami Kwarcab Kota Yogyakarta sedang mengadakan kursus mahir lanjutan (KMl) bagi para pembina-pembina,” kata Heroe, Senin (13/1).

“Kami buka secara terbuka, pesertanya itu dari Yogya Kota ada, Sleman ada, Bantul ada, Gunungkidul ada, Magelang ada. Macam-macam pesertanya,” sambungnya.

Ia mengungkap, jika terdapat 25 pembina, sesuai dengan golongannya masing-masing.

“Ada siaga, penggalang, penegak, dan sebagainya,” kata Heroe.

Namun, perkara yel-yel berbau SARA, ia mengatakan jika itu dibuat secara spontan, oleh pembina Pramuka dari Gunungkidul.

“Sebenarnya di microteaching tidak ada diajarkan tepuk pramuka yang seperti itu, enggak ada. Nah, tiba-tiba peserta ini menyampaikan tepuk seperti itu.

Pembina setempat pada saat itu setelah mendapat laporan dari salah satu yang ada di sana, kemudian di akhir.

Salah satu wakil ketua Kwarcab menyatakan pada peserta, pada anak-anak, bahwa tepuk itu tidak ada dan dianggap tidak ada.

Sekaligus menyampaikan permintaan maaf karena membuat tidak nyaman,” beber Heroe.

Berita yang sudah tersebar luas, khususnya di media sosial ini pun mendapat tanggapan dari warganet.

Tak sedikit yang menanyakan, di mana letak kesalahan yel-yel yang disuarakan tersebut.

Isa Ansori: Kalau diterjemahkan ke bahasa Indonesia, mungkin gak ada yang ribut: ‘Berserah diri, Yes. Ingkar, No’.

Man Abu Sawad: “Iya. Masa gara-gara memperkuatkan tauhid, protes. Sebenarnya kafir itu pendusta, suka jelek-jelekin islam dari belakang.

Takkan berteman dengan Islam, mereka kaum munafik. Maka kita harus bersiap-siap melawan kaum munafik dan kafir.

Panji Islam pasti berkibar di bumi Allah ini, dan hanya agama Islam-lah yang diterima oleh Allah.”

Lisa Amarta Tara: “Kagak ada yang SALAH kok! Semuanya beragama Islam, ya wajib bagi pembina itu untuk menanamkan nilai ke-tauhid-an dalam jiwa anak sejak dini.

Apa harusnya kata kafir diganti non-Muslim kali ya 😂”

Eci Dije: “Ini salahnya di mana sih? Heran deh. Di situ ‘kan juga Islam semua ‘kan. Aku pas ngaji TPQ waktu kecil yo di-ajarin gitu.

Bedanya emang ga ada kafir-kafirnya, tapi btw, emang di Islam ‘kan diajarkan ga boleh jadi orang kafir. Lah gimana coba? Cmiiw 😥”

Afifah Suhadi: Itu bukan tepuk Pramuka, tapi tepuk anak sholeh, waktu saya SMA dan ngajar TPA (Taman Pendidikan Al-Qur’an) sudah ada itu, dan gak ada yang salah apalagi rasis.

Azmi: “Itu tepuk anak shaleh, yang sewaktu anak saya TK dulu juga ada yel-yel tersebut, dan tidak ada yang salah, kecuali menghina agama lain, baru salah.

Inikan menanamkan nilai ke-tauhid-an dan mencintai agama Islam, bagi pemeluk agama Islam sejak dini.”

Suwito Robby: “Islam yes kafir no, itu ga ada salahnya. Kewajiban ummat Islam mengajarkan generasi muda Islam untuk tauhid dan menjauhi kekafiran.

Sebab agama yang lain juga begitu, ada istilah khusus mereka untuk ummat lain yang tidak se-agama dengan mereka, tapi kenapa cuma istilah kafir yang media ribut ‘kan.”

Baca Juga: Anak Tak Mau Hormat Bendera, Orang Tua: Itu Iman Kami

Namun, ada pula yang sependapat dengan K, orang tua murid yang keberatan dengan yel-yel itu.

Adam Stewart: Ini bukan masalah Islamphobia, tapi masalahnya Pramuka gak mengenal perbedaan agama. Itu ada dalam dasar-dasar Pramuka.

Saya Muslim dan saya anggota Pramuka, malu dengan kejadian tersebut. Ingat, Indonesia mengakui Buddha, Hindu, Islam, Kristen, Katolik, dan Konghucu.

Cuma Islam yang paling banyak, dasar negara Indonesia adalah Pancasila, kalau gak suka dengan keberagaman, gak mau nerima agama lain, jangan tinggal di Indonesia.”

Sofia Lailawati: “Tepuk anak sholeh ini di-instruksikan saat kegiatan Pramuka. Dan ini di sekolah negeri. Bukan sekolah khusus Islam.

Saat itu, yang mengikuti kegiatan Pramuka bukan hanya siswa yang beragama Islam saja. 😊”