Puluhan Miliar Dana APBN Masuk ke Rekening Pribadi Pejabat, 5 Lembaga Terlibat

Dana APBN Masuk Rekening Pribadi
Presiden Joko Widodo, menerima LHP LKPP Tahun 2019 dari Kepala BPK, Agung Firman Sampurna, di Istana Negara, Jakarta, Senin (20/7/2020). ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan/POOL/hp.

Ngelmu.co – Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI, melaporkan setidaknya ada lima kementerian dan lembaga yang menerima dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), ke rekening pribadi; bukan resmi. Di mana jumlahnya, mencapai Rp71,78 miliar.

Temuan ini tercatat dalam laporan keuangan pemerintah pusat (LKPP) 2019, yang diserahkan Ketua BPK RI, Agung Firman, kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi), Senin (20/7) lalu.

Dengan rincian:

  • Kementerian Pertahanan, sebesar Rp48,12 miliar;
  • Kementerian Agama, sebesar Rp20,71 miliar; dan
  • Badan Pengawas Pemilu, sebesar Rp2,93 miliar.

Sementara sisanya, Rp20 juta, masuk ke rekening pribadi pejabat di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLKH) dan Badan Pengawas Tenaga Nuklir (Bapetan).

Kemenhan menjelaskan, penggunaan rekening pribadi bertujuan untuk mempercepat pencairan dana.

Pihaknya pun mengklaim, tidak ada penyelewengan anggaran.

Namun, menurut pengamat anggaran dan aktivis antikorupsi, masuknya puluhan miliar rupiah dana APBN ke rekening pribadi adalah kesalahan administrasi; berpotensi menjadi tindak pidana korupsi.

Kepentingan Dinas

Pada Kamis (23/7) kemarin, dalam konferensi pers, pihak Kemenhan menjelaskan, aliran dana yang masuk ke 62 rekening pribadi, belum dilaporkan; belum dapat izin dari Menkeu Sri Mulyani.

Sedangkan Kepala Biro Humas Kemenhan, Brigadir Jenderal TNI Djoko Purwanto, mengatakan transfer dana itu berkaitan dengan kegiatan para atase pertahanan (athan), di seluruh dunia.

Anggaran itu, lanjutnya, dikirim ke rekening-rekening pribadi karena pengiriman dana harus cepat dilakukan.

“Dalam pelaksanaan tugas, para athan, membutuhkan pengiriman dana kegiatan yang cepat dan tepat,” kata Djoko.

“Proses perizinan pembukaan rekening itu sudah disampaikan kepada Kemenkeu,” sambungnya.

Sekretaris Inspektorat Jenderal Kemenhan, Dwi Mastono, pun mengklaim dana itu tak dipakai selain untuk keperluan dinas.

“Ini digunakan untuk kegiatan-kegiatan operasional kedinasan, dan tidak bercampur dengan kegiatan di luar kedinasan,” jawabnya.

“Sebagai contoh, ada gaji, ATK, perjalanan dinas, dan lain-lain. Semua untuk kepentingan dinas,” imbuh Dwi.

ICW Beri Penegasan

Namun, apa pun alasannya, hal ini tetap tidak dibenarkan. Tidak boleh. Begitu tegas peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW), Agus Sunaryanto.

Ia mengatakan, praktik seperti itu, rawan penyalahgunaan anggaran.

“Masuk ke rekening pribadi itu, nanti akuntabilitasnya gimana?” kata Agus.

“Enggak bisa dipertanggungjawabkan kalau masuk rekening pribadi. Kalaupun nanti di-audit, itu ‘kan bukan rekening pribadi, tapi rekening kementerian,” lanjutnya.

“Apa pun alasannya, menurut saya, tidak bisa dibenarkan kalau untuk kepentingan dinas, memanfaatkan rekening pribadi,” sambungnya lagi.

“Yang namanya masuk rekening pribadi, potensi fraud-nya, penyimpangannya, akan sangat tinggi sekali. Untungnya, terdeteksi,” ungkap Agus.

Terlepas dari itu, Direktur Eksekutif Center for Budget Analysis, Uchok Sky Khadafi, menyebut praktik seperti ini kerap terjadi di Kemenhan.

Pernyataan yang kemudian di-akui oleh Dwi. Ia mengatakan, temuan BPK itu sudah ‘berulang’.

Tetapi bagaimanapun, menurut Uchok, praktik tersebut tetap merupakan pelanggaran.

“Kan korupsi dimulai dari kesalahan administrasi,” tuturnya.

“Misalnya APBN masuk ke saya, harus dihitung dong bunganya, biar Rp5 atau 0 persen. Itu enggak pernah dihitung,” sambung Uchok.

“Kalau ada sisa bagaimana? Apa dikembalikan atau tidak? Itu enggak jelas, enggak transparan juga,” lanjutnya.

Baca Juga: Usai NU dan Muhammadiyah, Kini Giliran PGRI yang Mundur dari POP Kemendikbud

Menjawab hal ini, Dwi mengatakan, jika setiap penerima anggaran diwajibkan membuat laporan keuangan, dengan menyerahkan rekening koran; bukti pertanggungjawaban.

Namun, Dwi mengaku, pihaknya akan mengevaluasi temuan BPK, agar kejadian tak berulang.

Kemenhan pun mengaku telah menjadwalkan pertemuan dengan BPK dan Kementerian Keuangan, guna mencari solusi atas masalah tersebut.

Aturan yang Kurang Dipahami

“Terkait temuan itu, sudah kita jelaskan ke BPK RI saat pemeriksaan,” kata Plt Irjen Kemenag, Muhammad Tambrin, Kamis (23/7).

“Sudah ditindaklanjuti juga oleh satker dengan setor ke kas negara/BLU dan penyampaian bukti pelaporan pelaksanaan kegiatan,” imbuhnya.

Juru bicara Kemenag, Oman Fathurahman, pun mengatakan kepada BBC News Indonesia, jika pihak yang terlibat sudah ditegur langsung oleh Menag Fachrul Razi.

“Langkah sekarang, ya, lebih tertib administrasi,” kata Oman.

Temuan itu, kata Kemenkeu, di antaranya, terjadi karena satuan kerja kementerian dan lembaga, menampung sementara penerimaan negara bukan pajak atau uang muka untuk belanja, di rekening yang belum didaftarkan kepada pihaknya.

“Sebagian besar disebabkan kebutuhan percepatan pelaksanaan anggaran di lapangan, dan kurangnya pemahaman dari satuan kerja kementerian atau lembaga terhadap peraturan.”

Demikian disampaikan Direktur Jenderal Perbendaharaan Kemenkeu, Andin Hadiyanto.

“Penggunaan rekening pribadi, tahun lalu juga terjadi di beberapa kementerian atau lembaga, seperti KPPU,” ungkapnya.

“Namun, sebenarnya jumlahnya tidak signifikan, dan disebabkan pihak satuan kerja yang kurang memahami peraturan,” sambung Andin.

Pemerintah, lanjutnya, sudah meminta kementerian dan lembaga terkait, untuk menutup rekening atau mendaftarkannya ke Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN).

Guna mempermudah, pihaknya juga akan menyediakan website pendaftaran rekening di situs Ditjen Perbendaharaan.

Lantas, bagaimana respons Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) soal temuan ini?

Wakil Ketua KPK, Nurul Ghufron mengatakan, pihaknya akan mendalami apakah ada indikasi pidana atau kesalahan administrasi, terkait kasus ini.

“Kalau kemudian ada indikasi bahwa kesalahan administrasi itu disengaja dan kemudian diduga ada keuntungan-keuntungan pribadi, maka kemudian KPK, tentu akan melakukan penindakan sesuai hukum yang berlaku,” jawabnya, Rabu (22/07).