Berita  

Puluhan Ribu Orang Sudah Menandatangani Petisi Tunda Masuk Sekolah Selama Pandemi Corona

Petisi Tunda Masuk Sekolah Selama Corona

Ngelmu.co – Tak hanya satu, dikutip Ngelmu, setidaknya ada dua petisi yang meminta pemerintah untuk menunda kegiatan belajar mengajar kembali ke sekolah, selama pandemi virus Corona, belum usai.

Puluhan ribu orang, sudah menandatangani petisi ‘Tunda Masuk Sekolah Selama Pandemi‘ dan ‘Tunda untuk Tahun Ajaran Baru Sekolah Selama Pandemik Corona‘, hingga Kamis (28/5) siang.

Petisi pertama yang ditujukan kepada Presiden Joko Widodo, itu diinisiasi oleh Watiek Ideo. Di mana per 28 Mei 2020, pukul 12.33 WIB, sudah di-tanda tangani lebih dari 30 ribu orang.

Ia melampirkan potret kelas di Jeonmin High School, Daejeon, Korea Selatan, yang memperlihatkan para siswa usia remaja, menerapkan protokol kesehatan ketat.

“Sebagai seorang ibu dengan satu anak, berbagai pertanyaan mulai terlintas di kepala. Bagaimana jika siswa yang masuk sekolah ini adalah siswa junior yang masih anak-anak?” tulis Watiek, khawatir.

“Relakah kita mengizinkan anak-anak masuk sekolah? Padahal, lebaran saja masih banyak yang melanggar protokol kesehatan,” sambungnya.

Watiek mempertanyakan, bagaimana cara agar anak-anak bisa memakai masker di sepanjang waktu belajar.

“Bisakah kita menjamin anak-anak akan mengganti masker kainnya setelah empat jam pemakaian atau saat kotor, basah karena keringat atau air?” tuturnya.

“Bisakah kita benar-benar percaya bahwa anak-anak tidak akan mengucek mata atau memegang hidung dan mulutnya selama di sekolah?” imbuh Watiek.

Ia juga meragukan, anak-anak bisa tetap menjaga jarak, terlebih bagi mereka yang aktif bergerak pun ‘bahagia’ bermain bersama teman setelah lama tak bertemu.

“Bolehkah makan atau jajan di kantin sekolah? Bagaimana agar anak aman saat menggunakan toilet sekolah bergantian?” tanya Watiek.

“Bisakah kita menjamin anak-anak enggak pegang-pegang benda sesuka hati (bahkan memegang pegangan tangga atau gagang pintu misalnya),” lanjutnya.

Ia juga menyoalkan jaminan pengantar dan penjemput agar tidak bergerombol, hingga protokol masuk rumah sepulangnya anak-anak dari sekolah.

“Misalnya baju seragam harus masuk cucian dan ganti setiap hari, perlengkapan sekolah harus dibersihkan, langsung mandi?” kata Watiek.

“Siapkah guru-guru mengawasi dan mengontrol semuanya? Double tugas selain mengajar? Bagaimana persiapan fasilitas sekolahnya? Memadaikah?” sambungnya.

Pertanyaan-pertanyaan itu yang kemudian membuat Watiek, mengajak semua pihak untuk menandatangani petisi yang ia buat.

“Demi melindungi anak-anak dan keluarga dari persebaran COVID-19. Harapannya, pemerintah RI tetap menggunakan sistem belajar #dirumahaja secara online,” pungkas Watiek.

Begitupun dengan petisi kedua yang ditujukan kepada Presiden Jokowi dan Mendikbud Nadiem Makarim.

Diinisiasi oleh Hana Handoko, petisi tersebut telah mengantongi lebih dari 21 ribu tanda tangan dukungan.

“Jika kita bisa belajar dari negara lain, bahwa ternyata tidak aman untuk membuka kembali lingkungan sekolah ditengah pandemik COVID-19, alangkah baik dan bijaksana, jika pemerintah, khususnya Menteri Pendidikan, berpikir sebijaksana mungkin tentang dibukanya kembali tahun ajaran baru,” tulisnya.

Ia menyoroti berita, tentang 70 anak yang duduk di bangku TK dan SD, di Prancis, terpapar virus Corona, usai sekolah-sekolah kembali dibuka pada 11 Mei lalu.

“Akhirnya, tanggal 18 Mei lalu, negara Prancis, memberlakukan kembali status Lock Down,” kata Hana.

Begitupun dengan Finlandia, yang dalam waktu dua hari setelah membuka kembali sekolah-sekolah, mendapati 17 siswa dan empat orang guru, terinfeksi virus Corona.

“Padahal, sebelum sekolah dibuka kembali, pemerintah sudah memastikan sekolah dalam kondisi aman, karena setiap waktu, semua ruangan dan segala fasilitas yang ada di sekolah, disemprot dengan disinfektan,” sambungnya.

“Melihat dua kasus ini, apakah pemerintah yakin untuk membuka kembali tahun ajaran baru seperti biasanya? Atau dengan protokoler keamanan COVID-19, apakah tetep bisa menjamin anak-anak dan guru tidak terpapar virus?” lanjut Hana.

Dari dua kasus itu, ia berharap, pemerintah bisa menunda tahun ajaran baru, atau setidaknya memperpanjang kegiatan belajar mengajar secara online dari rumah.

“Supaya anak-anak, sebagai penerus bangsa, tidak harus kehilangan nyawanya akibat hidup damai dengan COVID-19, dan juga meminimalkan kenaikan PDP dan OPD,” pungkasnya.

Sebelumnya, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, sudah memutuskan jika kalender pendidikan, akan dimulai pada Juli 2020, dan berakhir pada Juni 2021.

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Nadiem, juga mengatakan jika pihaknya telah menyiapkan berbagai skenario, terkait permulaan tahun ajaran baru 2020/2021.

Keputusan Kemendikbud, terkait format pelaksanaan tahun ajaran baru, menurutnya, akan merujuk pada kajian Gugus Tugas.

“Mohon menunggu, saya pun tidak bisa memberikan statement, apa pun keputusan itu,” kata Nadiem.

“Karena itu dipusatkan di Gugus Tugas, tapi kami, tentu terus berkoordinasi dengan Gugus Tugas,” ujarnya, dalam rapat kerja bersama Komisi X DPR, Rabu (20/5) lalu.