Berita  

Rentetan Kesaksian Sopir Ambulans Pengevakuasi Jasad Brigadir J

Kesaksian Sopir Ambulans

Ngelmu.co – Sopir ambulans, Ahmad Syahrul Ramadhan, turut memberikan kesaksian dalam sidang kasus pembunuhan berencana terhadap Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat (J).

Sidang berlangsung di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Senin (7/11/2022) kemarin, dengan tiga terdakwa:

  • Richard Eliezer Pudihang Lumiu,
  • Ricky Rizal Wibowo, dan
  • Kuat Ma’ruf.

Ahmad diminta untuk mengevakuasi jasad Yosua; dari rumah dinas Ferdy Sambo ke Rumah Sakit (RS) Polri, Kramat Jati.

Berikut rentetan kesaksian Ahmad:

Matikan Sirene

Awalnya, Ahmad menceritakan bagaimana ia mendapat tugas pada 8 Juli 2022, pukul 19.08 WIB.

Ahmad mendapat pesan dari orang tidak dikenal, untuk melakukan live lokasi via WhatsApp.

“Tanggal 8 [Juli 2022, jam] 19.08 WIB, dikirimin share location, lokasi penjemputan. Lalu, saya prepare menuju ke lokasi.”

“Saya belum melihat, belum memasuki maps, [pukul] 19.13 WIB, ada nomor tidak dikenal, WhatsApp saya.”

“Nge-WhatsApp saya, meminta share live lokasi, 19.14 WIB, saya kirimkan share live location,” tutur Ahmad.

Ia pun berangkat dari Pancoran Barat, melalui Jalan Tegal Parang.

Setibanya di depan RS Siloam Duren Tiga, Ahmad mengaku ada seseorang yang menaiki motor, mengetuk kaca ambulans.

“Kemudian saya jalan dari Tegal Parang menuju ke titik lokasi penjemputan.”

“Sampai di Siloam Duren Tiga, ada orang tidak dikenal, mengetuk kaca mobil.”

Menurut Ahmad, orang tersebut kemudian mengaku sebagai pemesan ambulans.

Ahmad menyebut kedua orang itu memintanya untuk mengikuti arah perjalanan.

“Mas, Mas, Mas, sini, Mas. Saya pesan ambulans,” tutur Ahmad, mengulangi pernyataan orang tersebut.

“Langsung saya ikuti, Yang Mulia,” akuannya kepada hakim.

Ahmad mengaku disetop anggota Provos, saat hendak memasuki Kompleks Polri Duren Tiga.

Anggota Provos itu, kata Ahmad, memintanya agar tidak menyalakan rotator dan sirene ambulans.

“Beliau naik motor, beliau masuk ke dalam kompleks. Saya itu… ada gapura, ada salah satu anggota Provos.”

“Saya disetop, ditanya, ‘Mau ke mana, tujuannya apa?’, [Ahmad jawab] ‘Saya dapat arahan dari kantor saya untuk menjemput titik share location’.”

Anggota Provos kemudian bilang, “Ya, sudah, Mas. Masuk saja, nanti diarahkan. Minta tolong rotator ambulans dan sirene dimatikan.”

Ahmad terus menirukan percakapannya saat itu dengan anggota Provos tersebut.

‘Siapa yang Sakit?’

Sesampainya di lokasi penjemputan–rumah dinas Sambo–Ahmad mengaku kaget, karena melihat jenazah dan banyak orang.

Ahmad bahkan mengaku melihat wajah jenazah saat itu ditutup dengan masker.

“Saya bilang, izin, karena enggak muat, saya bawa tandu saja. Terus langsung masuk ke dalam rumah.”

“Sampai di dalam rumah, saya kaget, karena ramai dan banyak juga kamera,” ujar Ahmad.

“Saya posisinya, depan kaca belakangnya kolam ikan. Saya berdiri, diam, menunggu arahan.”

“Menunggu, ‘Mas, minta tolong evakuasi.’ Saya bilang, ‘Yang sakit yang mana, Pak’, katanya, ikutin saja.”

“Saya ikuti police line. Lalu, saya terkejut, di samping tangga ada jenazah,” beber Ahmad.

“Jenazah sudah di kantong?” tanya hakim.

“Belum. Masih tergeletak berlumuran darah, Yang Mulia,” jawab Ahmad.

Lebih lanjut, ia mengaku sempat disuruh untuk mengecek nadi jenazah [Yosua].

Ahmad kemudian mengatakan bahwa denyut nadi pada jasad Yosua, sudah tidak ada.

Jasad Berlumur Darah, Wajah Tertutup Masker

Dalam sidang, Ahmad pun ditunjukkan foto kondisi jenazah Yosua.

“Posisinya gini?” tanya hakim.

“Iya, Yang Mulia, dan wajahnya ditutupi masker, Yang Mulia,” jawabnya.

Ahmad mengaku mengambil kantong jenazah, untuk kemudian mengevakuasi jenazah Yosua.

“Pakai sarung tangan karet, Yang Mulia. Saya bilang, sudah enggak ada nadinya.”

“Saya bilang, ‘Izin, Pak, sudah tidak ada’. Lalu dibilang, ‘Pasti, Mas?’, ‘Pasti, Pak’.”

“Lalu dibilang, ‘Ya, sudah, Mas, minta tolong dievakuasi’. Terus saya bilang, izin, saya ambil kantong jenazah.”

“‘Memang ada kamu kantong jenazah?’, saya bilang, ada…”

“Ya, sudah. Saya gelar kantong jenazah di situ, ada tulisan Korlantas Polri.”

“Saya bilang, izin, saya dari mitra kepolisian Jakarta Timur untuk evakuasi TKP kecelakaan.”

“Katanya, ‘Oh, mitra polisi? Ya, sudah. Minta tolong ini dievakuasi’,” papar Ahmad.

Ia menyatakan bahwa saat diangkat, jenazah mengeluarkan darah.

Namun, Ahmad mengaku tidak tahu dari mana darah tersebut mengalir.

“Ada [darah mengalir], Yang Mulia. Saya enggak mengerti, apa keluar dari kepala atau genangan darah.”

“Karena itu juga wajah ditutup masker, saya enggak buka-buka, Yang Mulia,” ucap Ahmad.

Singkat cerita, Ahmad mengikuti arahan untuk membawa jenazah Yosua ke RS Polri.

Di ambulans, ada seorang anggota Provos yang menemaninya.

Bawa Jasad, tapi Disuruh ke IGD

Ahmad juga mengaku bingung saat mengantar jenazah Yosua ke RS Polri.

Pasalnya, ia yang tengah membawa jenazah, malah diminta untuk mengantarkannya ke Instalasi Gawat Darurat (IGD); bukan kamar jenazah.

“Pertama sampai itu enggak langsung masuk forensik, Yang Mulia, [enggak langsung] ke kamar jenazah.”

“Tidak [dibawa ke kamar jenazah, tapi] ke IGD, dan saya bertanya sama yang menemani saya…”

“Pak, izin, kok ke IGD dulu? Biasanya kalau saya langsung ke kamar jenazah, ke forensik.”

Anggota Provos yang menemani Ahmad menjawab, “Wah, saya enggak tahu, Mas. Saya ikutin perintah saja, saya enggak ngerti.”

Ahmad juga mengaku jika petugas IGD yang menerima jenazah Yosua, kaget.

Sebab, Ahmad mengantar jasad yang sudah berada di kantong jenazah, tetapi malah dibawa ke IGD.

“Lalu, saya ke IGD. Sampai IGD, sudah ramai. Saya buka pintu, datang petugas RS Polri [bertanya], ‘Korbannya berapa orang?’.”

“Waduh, saya bingung, [saya jawab] ‘Hanya satu’, terus dilihat, ‘Waduh, kok sudah di kantong jenazah, memang ada orang?’.”

“Ditanya, ‘Korban berapa?’, [saya jawab] ‘Satu’, terus, ‘Ya, sudah, Mas, dibawa ke belakang saja, kamar jenazah, forensik’.”

Diminta Menunggu

Belum selesai, karena usai mengantar jenazah Yosua, salah satu polisi masih meminta Ahmad untuk menunggu di RS Polri.

Ahmad mengaku tidak tahu, mengapa dirinya disuruh menunggu, padahal tidak ada lagi yang mesti dilakukan.

“Setelah saya drop jenazah ke troli jenazah. Saya parkir mobil, terus saya bilang, ‘Saya, izin pamit, Pak’, sama anggota di RS.”

“Terus bapak-bapak tersebut bilang, katanya, ‘Sebentar dulu, ya, Mas, tunggu dulu’.”

“Saya tunggu [di] tempat masjid, di samping tembok, sampai jam mau Subuh, Yang Mulia,” beber Ahmad.

“Hah? Mau Subuh, Saudara, nungguin?” tanya Ketua Majelis Hakim Wahyu Iman Santosa.

“Iya,” jawab Ahmad.

“Buset! Hanya tunggu jenazah, tanpa tahu ada apa-apa?” tanya hakim lagi, yang kemudian diamini oleh Ahmad.

Ahmad juga mengaku jika upah yang ia terima adalah untuk mengantar jenazah dan mencuci mobil.

Namun, Ahmad tidak menyebutkan nominalnya.

“[Uang] Hanya untuk ambulans sama untuk cuci mobil,” ungkap Ahmad.

Baca Juga:

Sebelumnya, dua tenaga kesehatan (nakes), yakni Nevi Afrilia dan Ishbah Azka Tilawah, juga memberikan kesaksian dalam sidang kasus pembunuhan berencana terhadap Yosua.

Kesaksian keduanya, sekaligus menepis skenario di balik pembunuhan Yosua; yang sebelumnya disusun oleh Sambo.

Sambo pernah mengatakan, bahwa saat Eliezer dan Yosua terlibat tembak-menembak, ia sedang menjalani tes PCR.

Namun, bagaimana fakta yang disampaikan dalam sidang oleh nakes yang bertugas saat itu; Nevi dan Ishbah?

Simak di sini