Rocky Gerung: Ketua BPIP Harusnya dari PKS

Ngelmu.co – Penempatan Megawati Soekarnoputri, sebagai Ketua Dewan Pengarah Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP), mendapat kritik dari Pengamat politik, Rocky Gerung. Menurutnya, menempatkan putri dari proklamator Soekarno, ke dalamnya, membuat lembaga tersebut menjadi terlalu eksklusif. Itu sebabnya, ia menyebut, yang seharusnya menempati posisi tersebut adalah bagian dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS).

“Jadi kekacauan kita seolah-olah Pancasila di-monopoli oleh satu jenis, satu tipe berpolitik, itu Teuku Umar. Saya cek misalnya, Ketua BPIP harus Megawati Seoekarnoputri,” tuturnya di acara Indonesia Lawyers Club (ILC) TV One, dengan tema #ILCKelompok212MauKemana, Selasa (30/7) malam.

Posisi serta jabatan strategis di Badan Pancasila itu, menjadi kurang majemuk. Seharusnya, lanjut Rocky, pemimpin di badan yang baru dibentuk oleh Presiden Jokowi itu, diisi oleh kader-kader, seperti PKS.

“Kalau mau majemuk, kenapa tidak Mardani Ali Sera? Mardani Ketua BPIP, PKS Ketua BPIP. Supaya ada affirmative action dan cross-cutting loyalities di dalam masyarakat,” tegasnya.

Eksklusivitas pada lembaga tersebut, juga disebut Rocky, sebagai tanda jika Presiden Joko Widodo sebenarnya tidak paham tentang kemajemukan.

Ia justru mengapresiasi forum ILC, yang selama ini sudah memberi ruang untuk membahas persoalan-persoalan tersebut ke publik.

“Jadi mengangkat Ketua BPIP secara sangat ekslusif itu, justru menunjukkan bahwa Presiden tidak ngerti tentang kemajemukan,” lanjut Rocky.

Sebelumnya, Rocky telah lebih dulu membahas tentang keberadaan Aksi 212. Ia berpendapat, selama ini sudah banyak pihak (termasuk para elite politik) yang salah memandang keberadaan kelompok 212.

Sebab kelompok yang belakangan aktif sebagai gerakan politik itu, menurut Rocky, bukan sekadar pendukung salah satu calon kontestasi Pemilu.

Gerakan 212 yang juga meramaikan Pilkada Jakarta, dinilai Rocky sebagai sebuah teks sosial. Karena berbagai kelompok menyatu di sana, dan berimajinasi tentang bangsa ini, bangsa Indonesia.

Ia pun berharap, sebagai presiden, Jokowi bisa memahami keberadaan kelompok 212 dengan utuh, karena secara tidak sadar, Rocky menyebut, sejauh ini publik sudah memberi cap buruk kepada kelompok tersebut.

“Saya ingin Presiden membaca teks sosial kita sebagai catatan historis. Supaya, dia tidak menjadi corong dari kepongahan global, atau kedunguan lokal dalam membaca politik. Itu yang bikin jengkel hari ini. Jadi, sinopsis kita diarahkan untuk menganggap 212 ini musuh negara,” pungkasnya.