Rupiah Melemah, Bunga Utang Pemerintah Naik

Ngelmu.co – Nilai rupiah melemah sejak awal tahun. Pelemahan rupiah mencapai lebih dari 9%. Ternyata pelemahan rupiah ini salah satunya mengakinatkan naiknya bunga utang.

Kementerian Keuangan mengakui bahwa pembayaran bunga utang mengalami peningkatan hingga akhir Agustus, dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2018. Terlihat di mana, pada periode itu mengalami kenaikan 15,1 persen dibanding Agustus 2017, dari sebesar Rp140,9 triliun menjadi Rp162,3 triliun.

Direktur Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan, Askolani mengatakan, kenaikan tersebut terjadinya terutama adanya perubahan suku bunga di Amerika Serikat, serta pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar yang terjadi.

“Bunga utang naik, sejalan perubahan suku bunga dan nilai tukar rupiah yang sebabkan pelunanasan bunga utang kita di 2018,” kata dia dalam konferensi pers APBN KiTa, di Gedung Kementerian Keuangan, Jakarta, Jumat 21 September 2018, dikutip dari Viva.

Baca juga: Rupiah Tak Juga Menguat, Ini Kata Sri Mulyani

Realisasi pembayaran bunga utang yang sebesar Rp162,3 triliun tersebut di Agustus 2018, Asko mengatakan, maka realisasi pembayaran bunga utang dari target APBN yang dipatok Rp238,6 triliun mencapai 68 persen. Pelunasan hingga sisa akhir Desember 2018, pemerintah masih harus melakukan pembayaran sebesar 32 persen lagi.

Askolani mengatakan bahwa untuk realisasi belanja pemerintah pusat per akhir Agustus 2018, telah mencapai Rp802,17 triliun atau mengalami pertumbuhan 15,32 persen. Selain itu, sebesar 55,15 persen dari target belanja dalam APBN 2018 sebesar Rp1.454,49 triliun.

Realisasi belanja negara tersebut juga diperuntukan untuk belanja pegawai sebesar Rp149,01 triliun, belanja barang Rp163,49 triliun, belanja modal Rp203,88 triliun, bantuan sosial Rp77,26 triliun dan belanja subsidi sebesar Rp156,23 triliun selain pembayaran bunga utang.

“Secara total bahwa penyerapan belanja kementerian/lembaga dengan non kementerian/lembaga, capaian saat ini sudah 55,15 persen atau lebih tinggi dari tahun lalu yang sebesar 50,9 persen. Jadi, kombinasi K/L dan non – K/L sudah dominan,” kata Askolani.