Berita  

Sejarawan Kritik Rencana Kemendikbud Tak Wajibkan Mapel Sejarah: Dosanya Dobel

Kemendikbud Pelajaran Sejarah
Mendikbud, Nadiem Makarim

Ngelmu.co – Sejarawan, JJ Rizal, mengkritik rencana Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), tak mewajibkan mata pelajaran sejarah untuk dipelajari siswa SMA–sederajat.

“Menjadikan mata pelajaran sejarah sebagai pilihan tak wajib di sekolah, dosanya dobel,” cuit @JJRizal, seperti dikutip Ngelmu, Sabtu (19/9).

“Satu, mengkhianati visi misi Presiden, dalam nawacita butir kedelapan,” sambungnya.

“Dua, durhaka, ngaku sebagai kader Sukarno en petugas partai yang identik dengan Sukarno, tetapi tindakannya menginjak-injak pemikiran Sukarno,” lanjutnya lagi.

Berikut bunyi Nawacita poin kedelapan yang dimaksud:

“Melakukan revolusi karakter bangsa melalui kebijakan penataan kembali kurikulum pendidikan nasional dengan mengedepankan aspek pendidikan kewarganegaraan, yang menempatkan secara proporsional aspek pendidikan, seperti pengajaran sejarah pembentukan bangsa, nilai-nilai patriotisme dan cinta Tanah Air, semangat bela negara, dan budi pekerti, di dalam kurikulum pendidikan Indonesia.”

Rizal juga menanyakan, apakah langkah Kemendikbud, ini bisa dikategorikan sebagai sebuah bentuk hipokrisi.

Pasalnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi), merupakan kader partai politik yang identik dengan sosok Presiden pertama RI, Sukarno.

Bangsa ini paham, bagi Sukarno, sejarah sering diungkapkan dengan jelas dalam kias ‘Jas Merah: Jangan sekali-kali meninggalkan sejarah’.

Pernyataan yang secara rutin, juga disampaikan kepada kaum muda.

“Apakah ini bukan suatu bentuk hipokrisi?” tanya Rizal.

“Memuja muji Sukarno, setinggi langit, bahkan memujanya, tetapi semua yang dilakukan, bertolak belakang dan menginjak-injak pemikiran Sukarno,” pungkasnya.

Baca Juga: Kemendikbud Jawab Isu Rencana Peleburan Mapel Agama dengan PPKN

Kabar ini pun membuat banyak pihak kecewa, bahkan sedih. Sebab, di mata mereka, sejarah adalah hal yang penting untuk terus dipelajari.

“Nangis aku tu, waktu masih ‘wajib’ aja, masih banyak yang masa bodo, apalagi sekarang. Ini gimana cerita coba,” kata @RiadiRera.

“Justru bangsa yang hebat dan besar itu, harus mengetahui dan mengerti sejarah bangsanya. Jika dihapus, berarti ada klompok yang bermasalah terhadap sejarah Indonesia? Masa kemerdekaan? Orde lama? G30SPKI? Reformasi? Orde baru?” tanya @OpalAlfaiz.

“Mapel Sejarah yang wajib, murid-murid sekarang kayak udah males gitu, apalagi ini mau dibuat Gak wajib? Hello, pantes aja anak jaman sekarang udah kayak bodo amat gitu ama negerinya, soalnya mereka sendiri ga paham, bahkan mungkin ga mau tau tentang sejarah negaranya sendiri,” kritik @fitriannies.

“Gue sedih banget baca berita ini. Padahal kesempatan terakhir belajar sejarah secara menyeluruh tuh ya pas SMA. Karena bukan cuma belajar era pra sejarah dan sejarah Indonesia doang, tapi banyak materi sejarah dunia, revolusi-revolusi penting berbagai negara. Pas kuliah mana ada, tergantung jurusan,” ujar @daonsemanggi, menyayangkan.

“Semakin aneh oei para pengambil keputusan negeri +62, mungkin mereka lupa dengan pesan sang proklamator kita, #JASMERAH. Menghilangkan mapel sejarah, sama saja dengan memutus pengetahuan generasi penerus tentang identitas bangsa kita. Bijak kah?” kata @areztojeng.

Baca Juga: Ketika Kemenkes Jadi Klaster Penyebaran COVID-19 Terbanyak di 27 Kementerian

Sebelumnya, Kemendikbud, mengungkap rencana menjadikan mata pelajaran sejarah, tidak wajib dipelajari siswa SMA–sederajat.

Pelajaran sejarah, bagi siswa kelas 10, akan digabung dengan mata pelajaran ilmu pengetahuan sosial (IPS).

Sementara untuk kelas 11 dan 12, mata pelajaran sejarah, hanya masuk dalam kelompok peminatan; tak bersifat wajib.

Hal itu tertuang dalam rencana penyederhanaan kurikulum yang akan diterapkan per Maret 2021.

Dilansir CNN, dalam file sosialisasi Kemendikbud, tentang penyederhanaan kurikulum dan asesmen nasional, dijelaskan bahwa mata pelajaran sejarah Indonesia, tak lagi wajib bagi siswa SMA–sederajat kelas 10.

Melainkan digabung, di mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS).

Padahal, dalam kurikulum 2013 yang selama ini diterapkan, mata pelajaran Sejarah Indonesia, harus dipelajari; terpisah dari mata pelajaran lainnya.

Baca Juga: Kegarangan Fahri Hamzah soal Dinasti Politik Mendadak Padam

Menjawab berbagai kritik soal wacana ini, Kemendikbud pun angkat bicara.

Pihaknya menegaskan, bahwa pelajaran sejarah tak dihapus dari kurikulum.

“Kemendikbud mengutamakan sejarah sebagai bagian penting dari keragaman dan kemajemukan serta perjalanan hidup bangsa Indonesia, pada saat ini dan yang akan datang.”

Demikian disampaikan Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan dan Perbukuan Kemendikbud, Totok Suprayitno, seperti dilansir Detik, Jumat (18/9).

“Sejarah merupakan komponen penting bagi Indonesia, sebagai bangsa yang besar, sehingga menjadi bagian kurikulum pendidikan.”

“Nilai-nilai yang dipelajari dalam sejarah merupakan salah satu kunci pengembangan karakter bangsa,” tegas Totok.

Ia mengatakan, rencana penyederhanaan kurikulum, masih dalam tahap awal dan pembicaraan.

“Rencana penyederhanaan kurikulum masih berada dalam tahap kajian akademis,” kata Totok.

Penggodokan, penyederhanaan kurikulum, lanjutnya, dilakukan Kemendikbud dengan hati-hati.

“Dalam proses perencanaan dan diskusi ini, tentunya Kemendikbud, sangat mengharapkan dan mengapresiasi masukan dari seluruh pemangku kepentingan pendidikan,” akuan Totok.

“Termasuk organisasi, pakar, dan pengamat pendidikan, yang merupakan bagian penting dalam pengambilan kebijakan pendidikan,” tutupnya.