Berita  

Sekjen MUI: Lebih Baik Pemerintah Hapus Mukadimah UUD 1945, Kalau Diam Soal Uyghur!

Ngelmu.co – Pemerintah Indonesia selama ini nampak memilih tidak ikut campur terhadap kasus dugaan pelanggaran HAM yang menimpa etnis Uighur di Xinjiang. Sikap pemerintah terhadap China itulah yang menuai respon tegas dari banyak pihak, termasuk dari Majelis Ulama Indonesia (MUI).

Anwar Abbas selaku Sekjen MUI mengatakan bahwa pemerintah Indonesia telah gagal memahami dan mengimplementasikan pembukaan UUD Negara RI Tahun 1945 yang menjadi dasar konstitusi Indonesia.

“Bila pemerintah Indonesia mengatakan tidak ikut campur, artinya itu berarti pemerintah tidak paham mukadimah UUD 1945,” ungkapnya kepada wartawan di Kantor MUI Pusat, Jakarta Pusat, Kamis (26/12/19).

Anwar yang juga merupakan Ketua PP Muhammadiyah itu menjelaskan bahwa pembukaan UUD 1945 jelas menyatakan kemerdekaan adalah hak segala bangsa. Oleh karena itu, penjajahan di atas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan.

Itu artinya, bangsa Indonesia menjunjung tinggi perikemanusiaan dan perikeadilan. Maka jika ada negara yang menginjak perikemanusian dan perikeadilan, Indonesia tentu tidak boleh diam.

Anwar menyarankan sebaiknya pemerintah menghapus pembukaan UUD 1945 jika tidak ingin ikut serta dalam ketertiban dunia. Pada konteks ini, pemerintah Indonesia terlihat jelas tidak mau ikut campur atas dugaan pelanggaran HAM terhadap etnis Uighur di Xinjiang, China.

“Bila Indonesia diam, hapus saja itu mukadimah UUD 1945,” imbuhnya.

Moeldoko, Kepala Staf Presiden (KSP) menyatakan dengan tegas bahwa Indonesia tidak akan ikut campur soal etnis Uighur di Xinjiang, China karena kasus itu merupakan urusan dalam negeri China. Sikap Indonesia, sambung Moeldoko, akan mengacu pada prinsip dasar hubungan internasional.

“Saya pikir sudah dalam standar internasional bahwa kita tidak memasuki urusan dalam negeri masing-masing negara,” katanya di Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin lalu (23/12/19).