Sembako Bakal Kena Pajak 12 Persen, Berikut Daftarnya

Sembako Kena Pajak PPN
Pedagang sembako di Pasar Koja Baru, Jakarta Utara, Eko, Rabu (9/6/2021). Foto: Kompas/Ira Gita

Ngelmu.co – Pemerintah, dalam draf RUU Perubahan Kelima atas UU 6/1983 tentang KUP [Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan], berencana mengenakan PPN [pajak pertambahan nilai] untuk sembako. Berikut daftarnya:

  1. Beras;
  2. Gabah;
  3. Jagung;
  4. Sagu;
  5. Kedelai;
  6. Garam konsumsi [baik yang beryodium maupun yang tidak beryodium];
  7. Gula konsumsi;
  8. Daging [daging segar yang tanpa diolah, tetapi telah melalui proses disembelih, dikuliti, dipotong, didinginkan, dibekukan, dikemas atau tidak dikemas, digarami, dikapur, diasamkan, diawetkan dengan cara lain, dan/atau direbus];
  9. Telur [telur yang tidak diolah, termasuk telur yang dibersihkan, diasinkan, atau dikemas];
  10. Susu [susu perah baik yang telah melalui proses didinginkan maupun dipanaskan, tidak mengandung tambahan gula atau bahan lainnya, dan/atau dikemas atau tidak dikemas];
  11. Buah-buahan [buah-buahan segar yang dipetik, baik yang telah melalui proses dicuci, disortasi, dikupas, dipotong, diiris, di-grading, dan/atau dikemas atau tidak dikemas];
  12. Sayur-sayuran [sayuran segar yang dipetik, dicuci, ditiriskan, dan/atau disimpan pada suhu rendah, termasuk sayuran segar yang dicacah];
  13. Ubi-ubian; dan
  14. Bumbu-bumbuan.

Mengutip Bisnis, Tirto, dan Detik, dalam Pasal 4A RUU KUP, barang kebutuhan pokok [yang sangat dibutuhkan oleh rakyat] akan dikenakan PPN.

Kementerian Keuangan (Kemenkeu) juga telah menyiapkan tiga opsi tarif PPN untuk sembako.

  1. Diberlakukan tarif PPN umum yang diusulkan sebesar 12 persen;
  2. Dikenakan tarif rendah sesuai dengan skema multitarif yakni 5 persen [dilegalisasi melalui penerbitan Peraturan Pemerintah]; dan
  3. Menggunakan tarif PPN final sebesar 1 persen.

Pemerintah menggarisbawahi, penerapan tarif PPN final menjadi alternatif, guna memudahkan pengusaha kecil dan menengah.

Adapun, batasan omzet pengusaha kena pajak saat ini sebesar Rp4,8 miliar per tahun.

Penarikan PPN juga akan menyasar hasil pertambangan dan pengeboran, seperti:

  • Emas,
  • Batu bara,
  • Minyak dan gas bumi, serta
  • Hasil mineral bumi lainnya.

Selain itu, pemerintah juga berencana mengeluarkan ketentuan pajak baru.

Pajak karbon bagi orang atau korporasi yang membeli barang dengan kandungan karbon [melakukan aktivitas yang menghasilkan karbon].

Baca Juga: Sembako dan Sekolah Bakal Kena Pajak, Rakyat Teriak

Gagasan ini, muncul untuk mengisi kantong penerimaan negara, sekaligus mengurangi emisi karbon.

Namun, di luar itu semua, pemerintah telah melakukan beberapa penyesuaian pajak.

Memberikan relaksasi Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM), bagi kendaraan bermotor, misalnya.

Dengan alasan, mendongkrak pemulihan ekonomi, pasca tertekan dampak pandemi COVID-19.

Berdasarkan UU 42/2009 [tentang Perubahan Ketiga atas UU 8/1983 tentang PPN Barang dan Jasa dan PPnBM Pasal 4A Ayat 2], menyatakan:

Jenis barang yang tidak dikenai PPN adalah barang tertentu dalam kelompok barang sebagai berikut:

a. barang hasil pertambangan atau hasil pengeboran [yang diambil langsung dari sumbernya];
b. barang kebutuhan pokok [yang sangat dibutuhkan oleh rakyat banyak];
c. makanan dan minuman [yang disajikan di hotel, restoran, rumah makan, warung, dan sejenisnya, meliputi makanan dan minuman baik yang dikonsumsi di tempat maupun tidak, termasuk makanan dan minuman yang diserahkan oleh usaha jasa boga atau katering]; dan
d. uang, emas batangan, dan surat berharga.

Namun, dalam draf RUU KUP, Pasal 4A berubah menjadi:

Jenis barang yang tidak dikenai PPN adalah barang tertentu dalam kelompok barang sebagai berikut:

a. dihapus;
b. dihapus;
c. makanan dan minuman [yang disajikan di hotel, restoran, rumah makan, warung, dan sejenisnya, meliputi makanan dan minuman baik yang dikonsumsi di tempat maupun tidak, termasuk makanan dan minuman yang diserahkan oleh usaha jasa boga atau katering, yang merupakan objek pajak daerah dan retribusi daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan di bidang pajak daerah dan retribusi daerah]; dan
d. uang, emas batangan untuk kepentingan cadangan devisa negara, dan surat berharga.

Sebagai informasi, beleid ini telah dibawa ke DPR, dan juga masuk Prolegnas 2021 [diprioritaskan selesai untuk dapat diimplementasikan].

Pemerintah juga akan mengenakan PPN pada sejumlah barang pun jasa.

Kategori barang, pemerintah akan mengenakan PPN pada sembako [kelompok bahan kebutuhan pokok], dan hasil pertambangan [saat ini masih bebas pajak].

Pemerintah juga akan mengenakan PPN untuk 11 kelompok pada kategori jasa [yang saat ini masih bebas]:

  1. Jasa pendidikan,
  2. Pelayanan kesehatan medis,
  3. Pelayanan sosial,
  4. Jasa pengiriman surat dengan prangko,
  5. Jasa keuangan,
  6. Asuransi,
  7. Jasa penyiaran yang tidak bersifat iklan,
  8. Angkutan umum [darat dan air, serta jasa angkutan udara dalam negeri yang menjadi bagian tak terpisahkan dari jasa angkutan udara luar negeri],
  9. Jasa tenaga kerja,
  10. Jasa penyediaan telepon umum menggunakan uang logam; dan
  11. Pengiriman uang dengan wesel pos.

Artinya, nanti, tersisa enam kelompok jasa yang tetap bebas PPN, yakni:

  1. Jasa keagamaan,
  2. Kesenian dan hiburan,
  3. Jasa perhotelan,
  4. Jasa yang disediakan oleh pemerintah [dalam rangka menjalankan pemerintahan secara umum],
  5. Penyediaan tempat parkir; dan
  6. Jasa boga atau katering.

Dengan catatan, kelompok barang dan jasa yang terbebas PPN itu, di antaranya merupakan objek pajak serta retribusi daerah.

Sebagaimana ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pajak dan retribusi daerah.