Berita  

Semrawut TVRI: Sosok Dirut Baru Hingga Tunjangan Kerja Rp12 Miliar

Semrawut TVRI

Ngelmu.co – Terpilihnya Iman Brotoseno sebagai Direktur Utama TVRI, pengganti Helmy Yahya, masih menjadi sorotan. Terlebih, setelah diketahui adanya penggelontoran tunjangan kerja Rp12 miliar, tetapi sumbernya belum jelas.

Salah satu yang ikut bersuara adalah Anggota Komisi I DPR RI dari Fraksi Partai NasDem, Muhammad Farhan.

Dilansir CNN, ia menduga, adanya indikasi korupsi di balik pelantikan Iman.

“Kalaupun ada korupsi, indikasinya kami mempertanyakan ketika Dewas, mengklaim telah mencairkan tunjangan kinerja senilai Rp12 miliar, bersama dengan pelaksana tugas direksi yang baru di-angkat,” kata Farhan, Rabu (27/5) lalu.

Pihaknya, beber Farhan, sempat memeriksa asal-usul pendanaan tersebut, ke Kementerian Keuangan.

Namun, yang didapati justru Ditjen Anggaran Kemenkeu, menyampaikan tak ada pencairan anggaran untuk tunjangan kinerja.

Padahal, lanjut Farhan, tunjangan kerja itu menggunakan keuangan negara, maka harus bisa dipertanggungjawabkan.

Tetapi di sisi lain, sumber Rp12 miliar itu, justru tidak diakui Kemenkeu, berasal dari anggaran TVRI (Rp328 miliar).

“Mereka mengklaim bahwa direksi yang lama, menunda tunjangan kinerja. Pertanyaan selanjutnya adalah Rp12 miliar dapat dari mana?” tanya Farhan.

Diketahui, Dewas TVRI, telah melantik Iman, menjadi Dirut TVRI, menggantikan Helmy.

Pelantikan justru menjadi sorotan, karena sejumlah pihak menganggap, konflik antara TVRI dan Helmy, belum usai.

Belum lagi, Komisi I DPR RI, telah lebih dulu merekomendasikan pemerintah untuk mencopot Ketua Dewas TVRI, Arief Hidayat, pada 11 Mei lalu.

Namun, Arief, justru tetap menjadi orang yang melantik Iman, sebagai Dirut TVRI.

Di sisi lain, Arief, membantah tudingan Farhan, soal korupsi Rp12 miliar.

“Tunjangan Kinerja, anggaran sudah tersedia di DIPA APBN TVRI 2020 sebesar Rp16,8 Miliar,” ujarnya.

“Pembayaran Tunkin dilakukan secara LS, langsung masuk ke rekening masing-masing dari KPPN. Jadi uang tersebut tidak masuk ke kas TVRI,” sambung Arief.

Baca Juga: PKS Pertanyakan Dirut TVRI yang Mantan Kontributor Majalah Playboy

Menyoroti hal ini, Farhan mengatakan, pemerintah harus bertindak tegas.

“Apakah Mensesneg dan Presiden, dalam hal ini sebagai pembina utama ASN, akan membiarkan proses yang tidak lazim ini? Yang melanggar semua tata kelola pengangkatan ASN, dan membiarkan terjadinya pelanggaran tata kelola keuangan negara? Bola ada di tangan mereka,” tegasnya.

Sebab, hasil seleksi Dirut TVRI, lanjut Farhan, harus diserahkan ke tim penyelaras akhir yang ada di bawah Kemensesneg dan Istana.

“Kalau ternyata Presiden menyetujui langkah yang diambil Dewas, dan mengabaikan rekomendasi Komisi I DPR RI kepada presiden, maka artinya secara tata kelola administrasi, pemerintah kita bermasalah,” kritik Farhan.

Ia juga menyampaikan, jika pemilihan Dirut TVRI kali ini, mengandung sejumlah masalah hukum.

Antara lain, Dewas TVRI tidak mengindahkan rekomendasi Komisi I DPR RI, untuk mengulang pemilihan.

Padahal Komisi I, kata Farhan, menyarankan seleksi diulang, karena tidak terpenuhinya syarat.

UU ASN mewajibkan jabatan itu dipegang Eselon I, tapi saat ini, Ali Qausen hanya pejabat Eselon III.

“Sekarang itu Dewas, kelihatannya melakukan semacam hantam kromo, ‘Babat alas saja deh, yang penting gua ketemu Dirut dulu’. Nah, pertaruhannya nanti adalah bagaimana presiden akan menanggapi masalah ini,” kata Farhan.

Lebih lanjut ia mengatakan, DPR RI, sudah tak punya kuasa untuk menyikapi kebijakan Dewas TVRI.

Pasalnya, mereka sudah memberikan teguran dan melayangkan rekomendasi ke Istana.

“Kalau kita main bola, kita ini adalah hakim garis. Hakim garis sudah angkat bendera semua, yang meniup peluit siapa? Wasit-lah, di Sesneg dan Istana,” pungkas Farhan.