Separuh Jiwa Pergi

Ngelmu.co – Saya terharu melihat foto-foto dan video yang beredar di media sosial, tentang Pak Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), yang sangat sedih kehilangan istri tercintanya, Ibu Ani Yudhoyono. Seakan, separuh jiwanya pergi bersama dengan pulangnya Ibu Ani ke haribaan-Nya. (Allahummaghfirlaha …).

Kejadian serupa juga saya lihat ketika Bapak Habibie ditinggal pergi istrinya, Ibu Ainun Habibie. Bahkan, beliau sampai membuat buku yang kemudian di-filmkan, dan menjadi box office beberapa tahun yang lalu, untuk mengabadikan kisah cinta sejatinya dengan Ibu Ainun.

Panutan kita, Nabi Muhammad SAW, juga sangat sedih ketika ditinggalkan istri tercintanya, Khadijah RA. Beliau selalu mengenang kebaikan Khadijah jauh setelah istrinya itu meninggal, sampai-sampai istri beliau yang lain, Aisyah RA menjadi cemburu.

“Dia beriman kepadaku, ketika orang-orang mengingkariku. Dia membenarkan ketika orang-orang mendustakanku. Dia menyokongku dengan hartanya ketika orang-orang memboikotku. Dan Allah mengaruniakan anak bagiku dari (rahim)-nya. Padahal dengan (istri-istriku) yang lain, aku tak mendapatkannya,” (HR. Ahmad), ujar Rasulullah SAW, mengenang kebaikan Khadijah RA.

Beberapa orang yang saya kenal, juga mengalami hal serupa, sangat sedih ketika kehilangan istri atau suaminya. Di antara mereka, ada yang tak kuat dengan kesendiriannya. Lalu dalam waktu berdekatan, meninggal dunia juga, menyusul separuh jiwanya yang telah pergi lebih dulu.

Walau kita mengetahui takdir kematian adalah hal yang pasti, dan cepat atau lambat kita akan berpisah dengan pasangan kita, tetapi jika mengalaminya sendiri, belum tentu kita bisa setegar mereka yang belum mengalaminya.

Di sini, kita bisa mengambil hikmah, betapa penting dan berharganya waktu-waktu yang kita lalui bersama pasangan kita. Sering kali ketika pasangan masih hidup dan ada di sisi kita, yang kita lihat darinya hanya hal yang biasa-biasa saja, yang rutin, bahkan menjemukan.

Bahkan sebagian suami atau istri, malah teliti melihat dan MEMBESAR-BESARKAN kekurangan pasangan. Lupa untuk bersyukur dengan kebaikan dan kelebihan pasangannya.

Padahal, boleh jadi kekurangannya yang “kecil” itulah yang nanti akan membuat kita kangen, ketika suami atau istri kita pergi. Seorang suami mungkin akan kangen dengan kecerewetan istrinya yang selalu mengingatkannya tentang berbagai hal-hal kecil, misalnya. Rumah terasa sepi tanpa suara istrinya yang cerewet, yang kini telah tiada.

Sebaliknya, boleh jadi seorang istri akan rindu dengan bau “gas” atau bau badan suaminya yang telah tiada, yang sewaktu hidupnya selalu dikeluhkannya karena baunya yang luar biasa. Saya pernah mendengar ada seorang istri yang suka tidur sambil memeluk dan menciumi baju suaminya yang telah tiada, saking kangennya dengan suaminya.

Akhirnya, kematian adalah pelajaran bagi orang-orang yang beriman. Sebelum separuh jiwa kita pergi selamanya, mari kita nikmati dan syukuri kebersamaan kita dengan pasangan. Jadilah pencinta sejati yang pandai melihat kelebihan pasangan, bukan kekurangannya.

“Ketidaksempurnaan (kecil) pasangan yang justru membuat ia menjadi sempurna di mata kita”.

Oleh: Satria Hadi Lubis