Sering Diserang, PKS Selamatkan Suara PSI

Ngelmu.co – Diketahui, Ketua Umum Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Grace Natalie pernah menegaskan jika partainya tidak akan pernah berkoalisi dengan Partai Keadilan Sejahtera (PKS). Namun, pernyataan tersebut tak serta merta membuat saksi dari PKS menutup mata kepada PSI.

“PSI tidak akan pernah berkoalisi dengan PKS, di semua Pemilihan Umum Kepala Daerah,” ujar Grace di acara Festival 11 Jakarta di JIExpo Kemayoran, Jakarta Pusat, Kamis (11/4), seperti dilansir dari Detik.

Pernyataan itu tak membuat saksi PKS mengurungkan niat untuk menyelamatkan suara milik PSI, yang hampir lenyap saat pleno rekapitulasi di tingkat Kecamatan Serpong Utara, Selasa (23/04) malam.

Dari informasi yang viral di media sosial ini, hal tersebut terjadi ketika Panitia Perhitungan Kecamatan (PPK) menyebutkan perolehan suara untuk PSI di TPS 41, Kelurahan Jelupang, Serpong Utara, Tangerang Selatan. Di mana, PSI dinyatakan memperoleh nol suara. Padahal, kenyataannya PSI mendapatkan 15 suara di form C1 PKS, untuk TPS tersebut. Saat itulah saksi PKS langsung menginterupsi.

“Maaf panitia, berdasarkan form C1 milik PKS, suara PSI memperoleh 15 suara, mohon dicocokkan dengan C1 Plano,” ungkap Wawan Hendrik, saksi PKS di kelurahan tersebut.

Menanggapi informasi dari Wawan, salah satu petugas PPK pun langsung membuka lembaran kertas Plano untuk mencocokkan. Dan benar, di sana PSI memperoleh 15 suara, sesuai data C1 milik PKS.

Sementara saksi dari PSI yang tidak membawa data C1 saat pleno PPK, terlihat tersenyum sumringah dan langsung mengucapkan terima kasih kepada Wawan.

Mengapa Wawan melakukan hal ini? Karena bagi PKS, dalam berpolitik itu harus memperbanyak kawan, bukan lawan.

Di sisi lain, PKS merupakan satu-satunya partai yang membawa form C1 paling lengkap saat pleno rekapitulasi di tingkat kecamatan, saat saksi dari partai lain hanya bermodalkan buku dan kertas kosong untuk mencatat suara secara manual menggunakan pulpen.

Maka, tak heran jika akhirnya saksi PKS yang tampil utama ketika terjadi selisih suara. Karena data PKS paling lengkap, dan kerap dijadikan rujukan oleh PPK dan saksi lainnya. Mereka juga tidak bisa menyanggah, karena memang mereka tidak mengawali pendataan dengan membawa form data C1.

Penulis yang tak diketahui namanya ini pun membayangkan, seandainya PKS tidak lolos ambang batas parlemen (parliamentary threshold) dan tidak terlibat dalam pemilu serta peristiwa demokrasi lainnya, maka Pemilu pasti akan terasa hambar dan tidak berkualitas.

“Karena tidak ada partai yang menjadi penyeimbang, ketika proses tahapan penghitungan suara Pemilu berjalan. Tak ada lagi yang mengoreksi, saat panitia salah sebut dalam proses perhitungan suara. Sebab, yang lain terbiasa mengikuti kehendak panitia (walaupun salah). Dan demokrasi kita akan menjadi hambar,” ujar penulis tersebut.