Sikap Tegas Gus Baha soal PKI: Komunis itu Neraka

Sikap Tegas Gus Baha soal Komunis

Ngelmu.co – KH Ahmad Bahauddin Nursalim (Gus Baha), menyampaikan sikapnya soal komunisme; termasuk Partai Komunis Indonesia (PKI). Ia menekankan, suatu ajaran yang salah, selamanya akan salah.

Dalam kutipan pernyataannya, Gus Baha, mengatakan, “Komunis itu neraka.”

Berikut selengkapnya:

“Sekarang mencari pemimpin yang baik, yang adil, itu sulit ‘kan?

Tapi bahwa jihad dalam bentuk apa pun yang menjadikan Islam, ini diterima, itu ‘ila yaumil qiyamah’, itu namanya jihad bil hujjah, atau jihad bi sulthaan.

Jihad yang bisa menjelaskan pentingnya orang kembali kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Itu akan abadi wajibnya sampai hari kiamat.

Misalnya jihad melawan komunis. Ini ‘kan baru ramai masalah komunis.

Saya bertemu beberapa Kiai Kajen, Pekalongan, Jawa Tengah. Ini dengarkan serius, kalau Anda, ingin menjadi ahli surga.

Anda, saya ajari caranya jadi khas-nya ulama, meskipun saya, Anda, tak perlu merasa ulama, tapi saya ajari khas-nya ulama.

Begini, manusia itu lemah apa tidak? Sudah Kiai, pun lemah apa tidak? Lemah ‘kan?

Bisa hanyut karena wanita, terpengaruh uang, harta, macam-macam. Normal. Kalau tidak hanyut, ada kelainan.

Biasa saja misalnya, melihat wanita cantik, tidak senang, ya aneh. Lihat uang, tidak senang, aneh.

Cuma, kalau senang, lebih aneh. Apalagi senang, tidak kesampaian, malah aneh. Ya, aneh, ya sakit.

Saya jelaskan, jangan sampai kamu salah paham. Kamu, jangan menjadi LSM yang terjebak isu pemutarbalikan sejarah.

Misalnya begini [pernyataan LSM], “Wah itu (G30S/PKI) dulu, hanya penciptaan Orde Baru, sebenarnya kejadiannya tidak begitu. Sejarah itu bisa dibolak-balikan.”

Ok, sejarah bisa dibolak-balik, tapi kita ikut saja yang resmi, karena Islam, itu tidak mau ribet. Ok?

Dengarkan serius, ya, fatwa demikian:

Terpenting kalau dalam akidah Islam, kamu membenarkan satu ormas atau satu organisasi politik, atau satu gerakan apa saja, itu, cek itu dari ajarannya apa.

Tidak penting sejarah. Ini secara ajaran Islam.

Kalau orang mengajak komunisme, mengajak ateisme, tidak bertuhan, itu pasti ajaran yang salah. Meskipun orang ini posisinya di-zalimi sekalipun.

Misalnya, ada orang di-zalimi, kemudian mengajarkan komunisme, hanya karena di-zalimi, orang-orang LSM tertentu itu, terus simpati. Nah, simpati, terus membenarkan.

Kamu tidak usah gitu-gituan. Kalau ajarannya salah, ya salah. Cek, dia madhum atau tidak.

Sekarang ajaran komunisme, anti-Tuhan. Madhum atau tidaknya PKI, ajaran ini tetap salah, karena menolak Tuhan.

Sekarang umat Islam, yang imannya pas-pasan, digiring untuk bersimpati, atau berempati sama komunisme, karena seakan-akan mereka korban.

Paham? Makanya ajaran Al-Qur’an, itu jelas, yang di-salahkan itu kalimatnya. Ajaran mana yang salah, yang salah ajarannya. Begitu juga ajaran kebenaran.

Peribahasanya ada dai yang mencuri, ada dai yang pernah zina. Ajarannya benar, yang salah orangnya.

Kalau orangnya, nanti biar dihisab Allah, tetapi ajarannya tetap benar. Saya itu berkali-kali menerangkan di mana-mana, ada lonte bilang satu tambah satu sama dengan dua, kamu wajib membenarkan tidak? Wajib.

Ada koruptor, mengejek satu tambah satu sama dengan dua, kamu wajib membenarkan tidak? Wajib. Paham, ya?

Berarti, satu tambah satu sama dengan dua itu kebenaran yang abadi. Siapa pun yang menyampaikannya, kamu harus pecaya.

Kemudian ada orang ateis, memberi kamu uang Rp100 ribu atau satu juta rupiah. Ketika dia memberi uang satu juta rupiah, setelah itu kamu tendang, kamu injak-injak.

Kemudian dia karena teraniaya, melas, bicara begini, ‘Pokoknya orang itu tidak ada’.

Jangan karena kamu kasihan sama dia, terus kamu bilang ajarannya benar. Jadi, dia mendramatisir keadaannya yang dianiaya, kemudian itu dijual, seakan-akan mereka teraniaya, terus harus dibenarkan semua ide-idenya.

Dalam islam, tidak mengenal itu. Dalam islam, kalau sudah Tauhid, itu tidak ada ukuran empati sosial.

Misalnya ada komunis di-zalimi, keyakinan mereka, mereka di-zalimi, kemudian karena merasa di-zalimi, mereka menanamkan ajaran kalau Tuhan, itu tidak ada, agama itu candu, agama ini tidak benar.

Karena mereka di-zalimi misalnya, terus kamu simpati, ya ini simpati yang salah. Makanya saya mohon, kalau kamu benci satu aliran, itu benci ajarannya.

Anti-Tuhan atau tidak? Karena dengan benci ajarannya itu, kamu tidak bisa terprovokasi oleh isu-isu sosial. Paham, ya?

Karena kalau terprovokasi isu sosial, itu pasti manusia akan membela yang madhum, membela yang kesannya di-zalimi, yang sedang kalah, yang sedang di-aniaya, yang serba tertindas.

Dulu, kata Gus Maksum, kiai-kiai terbaik yang pernah cerita ke saya, dulu, PKI di Kediri, itu hebat, menarik.

Kaum buruh digerakkan untuk membenci kiai. Jadi kalau kamu pakai teori seperti ini, kamu akan bersimpati sama yang terzalimi, anti yang mapan.

Makanya ini harus kita latih, kalau kamu benci satu aliran, bencilah karena kalimatnya salah, karena kalau orangnya, bisa saja kita yang hak, kita pun yang salah.

Misalnya, saya kiai, kalau santri kaya dihormati, kalau santri tidak kaya, saya sepelekan, tapi saya ajak-ajak orang belajar Al-Qur’an, belajar hadits, ajak-ajak yang benar. Kamu tidak boleh menolak ajaran saya.

Terus ada orang komunis, sering memberi kamu uang, sering memijat kamu, sering mengasihi kamu, tetapi mengajak, “Sudah tidak ada Tuhan, yang ada juga uang”.

Nanti kalau kamu ukur sosial, yang seperti ini kamu benarkan, karena perilaku sosialnya baik. Ketika sosialnya baik, terus dia ajarkan anti-Tuhan, kamu katakan, ‘Hai, Neraka’.

Makanya saya minta, semuanya, jadi agama itu dimulai dari kalimat. Kalau kalimatnya hak, kita bela. Kalau kalimatnya salah, kita bantah.

Komunis itu neraka. Paham?

Makanya saya mohon sekali, hak kita harus melatih ajaran kebenaran lewat kalimat.

Agama tidak boleh dikawal dengan hukum sosial berlebihan, tidak boleh. Agama, harus dikawal dengan akidah yang benar.

Meskipun itu baik, tapi tidak boleh, karena nanti lama-lama jadi tolak ukur. Tidak boleh.

Agama itu harus berdiri sendiri, di atas Kalimatul Haq.”