Berita  

Simpang Siur Impor Beras, Muhammadiyah: Cerminan Buruknya Koordinasi

Wacana Impor Beras
Seorang pekerja beristirahat di atas tumpukan karung saat bongkar muat beras impor Vietnam, dari kapal Hai Phong 08, di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, 11 November 2015. Foto: Tempo/Tony Hartawan

Ngelmu.co – Menteri Koordinator (Menko) Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, mengatakan, pemerintah akan mengimpor beras sebanyak 1-1,5 juta ton, dalam waktu dekat.

Tujuannya untuk menjaga ketersediaan dan harga beras dalam negeri. Terutama setelah adanya program bantuan sosial (bansos) beras.

Namun, tidak demikian dengan pernyataan Menteri Perdagangan (Mendag) M Lutfi.

Agar tak menghancurkan harga beras petani, tuturnya, maka pemerintah tidak akan mengimpor beras di masa panen raya.

‘Cerminan Buruknya Koordinasi’

Beda pernyataan antara Menko Airlangga dan Mendag Lutfi ini menjadi perhatian Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah Anwar Abbas.

Ia menilai, hal ini menjadi cerminan buruknya koordinasi di jajaran pemerintah.

“Saya melihat, masalah ini adalah cerminan dari buruknya koordinasi di antara para pejabat negara di negeri ini,” tutur Anwar, Ahad (21/3) kemarin, mengutip muhammadiyah.or.id.

Akibatnya, informasi yang beredar ke tengah publik menjadi tidak sama.

“Kepentingan dan sudut pandang yang mereka pakai dan pergunakan, juga berbeda-beda. Sehingga yang menjadi korban dalam hal ini adalah rakyat,” sambung Anwar.

Maka menurutnya, demi melindungi dan menyejahterakan rakyat, menegakkan amanat dan konstitusi [berdasarkan UUD 1945 Pasal 33], pemerintah harus membela rakyat.

“Kalau alasannya beras rakyat tersebut tidak sesuai dengan spesifikasi yang ditentukan, maka bukankah itu kesalahan dari pemerintah?” kata Anwar.

“Karena UUD 1945, sudah mengingatkan kita sejak kita merdeka 75 tahun yang lalu,” imbuhnya.

Baca Juga: Soal Impor Beras, Susi Pudjiastuti ke Presiden Jokowi: Mohon Stop

Lebih lanjut Anwar mengatakan, bahwa pemerintah punya tanggung jawab dalam mencerdaskan rakyat.

Sehingga tidak ada produksi beras yang tak sesuai dengan kehendak pemerintah.

Anwar juga berharap, agar tidak ada kebijakan pemerintah yang merugikan rakyat.

Ia pun kembali mengulas, ajakan Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk mencintai produk dalam negeri.

“Semangat yang ada dalam ucapan Jokowi, cintai dan beli-lah produk-produk dalam negeri, ya, tujuannya adalah jelas,” kata Anwar.

“Agar kita bisa memperbaiki nasib rakyat kita, dan menciptakan sebesar-besar kemakmuran bagi mereka,” sambungnya.

Sayangnya, dalam kasus impor beras, kenyataan yang terjadi, kata Anwar, justru sebaliknya.

“Kalau alasannya kualitas produk beras kita tidak memenuhi standar yang ada, lalu siapa yang akan membeli beras rakyat?” pungkasnya, bertanya.

Beda Suara soal Wacana Impor Beras

Menko Airlangga, sebelumnya, mengatakan bahwa pemerintah berencana mengimpor beras sebanyak 1-1,5 juta ton dalam waktu dekat.

Alasannya adalah demi menjaga ketersediaan dan harga beras di dalam negeri.

Namun, pernyataan berbeda justru keluar dari Mendag Lutfi, “Saya jamin tidak ada impor saat panen raya.”

Demikian tuturnya, dalam konferensi pers virtual, Jumat (19/3) lalu.

“Dan hari ini, tidak ada beras impor yang menghancurkan harga petani, karena memang belum ada yang diimpor,” tegas Lutfi, mengutip Kompas.

Kata Dirut Perum Bulog

Sebelumnya, pada Rabu (17/3) lalu, Direktur Utama Perum [Perusahaan Umum] Bulog Budi Waseso (Buwas), mengaku tidak mengusulkan impor beras di tahun ini.

Wacana impor beras muncul, setelah pihaknya menerima perintah mendadak dari Mendag Lutfi dan Menko Airlangga.

“Kebijakan Pak Menko dan Pak Mendag, kami akhirnya dikasih penugasan tiba-tiba untuk melaksanakan impor,” beber Buwas.

Menurutnya, saat itu, rapat koordinasi bersama Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, sebelumnya, tak pernah membahas impor beras.

Rapat tersebut hanya membicarakan soal stok pangan dalam negeri, serta masalah cuaca yang dapat mengganggu stok beras.

Lebih lanjut, Buwas juga mengatakan, isu impor beras sebanyak 1.000.000 ton, mulai memberi tekanan terhadap harga gabah petani.

Pasalnya, hal ini muncul ketika memasuki masa panen raya pertama tahun 2021, yakni pada Maret-April.

“Ini ada panen, berarti ada benturan produksi dalam negeri dengan impor,” kata Buwas.

“Ini baru diumumkan saja, sekarang dampaknya di lapangan, harga di petani sudah drop,” lanjutnya.

Impor beras, kata Buwas, juga akan menjadi beban untuk Perum Bulog.

Sebab, saat ini pihaknya juga masih menyimpan stok beras sisa impor tahun lalu. Kualitasnya juga semakin mengkawatirkan, karena lama menumpuk di gudang.