Berita  

Simpang Siur Pembatalan Jemaah Haji Indonesia

Dubes Arab Saudi Haji Indonesia 2021

Ngelmu.co – Pemerintah Indonesia telah memutuskan untuk tidak memberangkatkan jemaah haji tahun ini. Namun, kabar pembatalan tersebut menjadi simpang siur.

Duta Besar Kerajaan Arab Saudi untuk Indonesia Essam Bin Ahmed Bin Abid Althaqafi, pun memberikan penjelasan.

Dalam hal ini, pihaknya mengirimkan surat kepada Ketua DPR RI Puan Maharani.

Berikut isinya:

Bersama ini saya ingin memberitahukan kepada Yang Mulia, bahwa merujuk pada pemberitaan yang beredar, yang telah disampaikan oleh sejumlah media massa serta media sosial di Republik Indonesia, yang menukil pernyataan Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad, yang menyatakan telah memperoleh informasi, bahwa Indonesia, tidak memperoleh kuota haji pada tahun ini, juga pernyataan Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI Ace Hasan Syadzily yang menyebutkan adanya (11) negara yang telah memperoleh kuota haji dari Kerajaan Arab Saudi pada tahun ini, dan Indonesia tidak termasuk dari negara-negara tersebut.

Dalam kaitan ini, saya ingin memberitahukan kepada Yang Mulia, bahwa berita-berita tersebut tidaklah benar, dan hal itu tidaklah dikeluarkan oleh otoritas resmi Kerajaan Arab Saudi, di samping itu, otoritas yang berkompeten di Kerajaan Arab Saudi, hingga saat ini belum mengeluarkan instruksi apa pun berkaitan dengan pelaksanaan haji tahun ini, baik bagi para jemaah haji Indonesia, atau bagi para jemaah haji lainnya dari seluruh negara di dunia.

Sehubungan dengan hal itu, merupakan sebuah kesempatan bagi saya untuk menjelaskan kepada Yang Mulia dan anggota-anggota dewan yang terhormat, tentang fakta-fakta yang sebenarnya, seraya saya berharap, agar kiranya dapat melakukan komunikasi terlebih dahulu dengan pihak Kedutaan atau otoritas resmi lainnya, baik di Kerajaan Arab Saudi atau di Indonesia, guna memperoleh informasi dari sumber-sumber yang benar yang dapat dipercaya. Saya berharap, semoga Yang Mulia, senantiasa dapat limpahan Taufik dan kesuksesan, dan kepada para anggota dewan yang terhormat, saya sampaikan salam hormat dan penghargaan yang setinggi-tingginya.

Terimalah salam hormat dari saya,

Essam Bin Ahmed Abid Althaqafi
Duta Besar Pelayan Dua Kota Suci untuk Republik Indonesia

Klarifikasi DPR

Merespons hal ini, Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI Ace Hasan Syadzily pun mengklarifikasi.

Ia mengeklaim, bahwa dirinya tidak pernah menyampaikan pernyataan seperti yang tertulis dalam surat.

“Justru saya menyampaikan, bahwa sejauh ini, belum ada keputusan resmi dari pihak Arab Saudi, tentang berapa alokasi kuota untuk berbagai negara,” tutur Ace.

Ia juga menjelaskan, informasi resmi yang pihaknya terima adalah Arab Saudi, telah memberi izin masuk bagi warga dari 11 negara.

Kesebelas negara tersebut adalah Amerika Serikat, Inggris, Irlandia, Italia, Jepang, Jerman, Prancis, Portugal, Swedia, Swiss, dan Uni Emirat Arab (UEA).

“Dan hal itu, tidak terkait dengan soal haji atau umroh,” tegas Ace.

“Jadi, soal kuota, sampai sejauh ini, belum ada informasi resmi yang disampaikan pemerintah Arab Saudi,” tutupnya.

Pernyataan Menag

Ngelmu, mengutip pernyataan Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas, Selasa (1/6) lalu, dari situs resmi Kemenag RI.

Ia menyampaikan, bahwa Indonesia, belum mengantongi kepastian dari pemerintah Arab Saudi, soal dapat atau tidaknya kuota untuk pelaksanaan ibadah haji tahun ini.

Yaqut juga mengaku, belum memahami alasan pemerintah Arab Saudi, masih tidak mengizinkan warga negara Indonesia masuk ke negaranya.

“Penanganan COVID-19, saya kira menjadi isu penting,” tuturnya. “Penanganan COVID-19 di Indonesia, termasuk relatif bagus.”

Lebih lanjut, Yaqut mengatakan, “Saya belum tahu kenapa warga Indonesia, masih belum diizinkan masuk ke Saudi.”

Terlebih, menurutnya, jumlah kasus COVID-19 di Tanah Air, masih lebih rendah daripada sejumlah negara yang mendapat izin.

Seperti Amerika Serikat (AS) yang bahkan menjadi negara dengan kasus tertinggi di dunia.

“Kalau diurutkan, USA, tertinggi jumlah kasus COVID-19 di dunia,” kata Yaqut.

Itu mengapa, ia belum mengetahui, kriteria apa yang digunakan oleh pemerintah Arab Saudi untuk hal ini.

Memutuskan untuk Tak Memberangkatkan Jemaah

Lalu, pada Kamis (3/6), Yaqut, mengumumkan bahwa pemerintah, resmi memutuskan untuk tidak memberangkatkan jemaah haji Indonesia tahun ini.

“Karena masih pandemi, dan demi keselamatan jemaah,” tuturnya dalam telekonferensi dengan media, di Jakarta.

“Pemerintah memutuskan, bahwa tahun ini tidak memberangkatkan kembali jemaah haji Indonesia,” sambung Yaqut.

Ia, juga menerbitkan Keputusan Menteri Agama (KMA) Nomor 660 Tahun 2021.

“Tentang Pembatalan Keberangkatan Jemaah Haji pada Penyelenggaraan Ibadah Haji Tahun 1442 H/2021 M,” jelas Yaqut.

Keputusan tersebut, tegasnya, telah melewati pembahasan dan kajian mendalam dengan Komisi VIII DPR, Rabu (2/6).

Mereka mencermati aspek keselamatan jemaah haji, teknis persiapan, dan kebijakan yang diambil oleh otoritas pemerintah Arab Saudi.

Pemerintah, kata Yaqut, menilai pandemi COVID-19, masih melanda hampir seluruh bagian dunia, sehingga bukan tidak mungkin akan mengancam keselamatan jemaah.

Ia juga mengingatkan, bagaimana agama mengajarkan bahwa menjaga jiwa merupakan kewajiban utama.

Yaqut juga mengulas, amanah dalam UU 8/2019 [tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah] yang mengharuskan pemerintah melindungi jemaah.

“Ini semua menjadi dasar pertimbangan dalam menetapkan kebijakan,” tuturnya.

“Apalagi, tahun ini juga ada penyebaran varian baru COVID-19 yang berkembang di sejumlah negara,” sambung Yaqut.

Penyelenggaraan haji, lanjutnya, adalah kegiatan yang melibatkan banyak orang.

Sehingga berpotensi menyebabkan kerumunan, hingga memicu kemungkinan meningkatnya kasus positif.

Belum Mendapat Undangan

Di sisi lain, pemerintah Indonesia juga belum mendapat undangan dari pemerintah Arab Saudi.

Dalam hal ini untuk membahas sekaligus meneken Nota Kesepahaman, tentang persiapan penyelenggaraan ibadah haji tahun 1442 H/2021 M.

“Ini bahkan tidak hanya Indonesia, tapi semua negara,” tegas Yaqut.

“Jadi, sampai saat ini, belum ada negara yang mendapat kuota, karena penandatanganan Nota Kesepahaman, memang belum dilakukan,” bebernya.

Di akhir, Yaqut menyatakan, pembatalan keberangkatan berlaku untuk seluruh WNI, baik dengan kuota haji Indonesia, pun lainnya.

Jemaah haji reguler dan khusus yang telah melunasi Bipih [Biaya Perjalanan Ibadah Haji] tahun ini, akan menjadi jemaah haji pada penyelenggaraan di tahun depan.

“Setoran pelunasan Bipih, dapat diminta kembali oleh jemaah haji yang bersangkutan,” jelas Yaqut.

“Jadi, uang jemaah aman,” janjinya. “Dana haji aman. Indonesia juga tidak punya utang atau tagihan yang belum dibayar terkait haji.”

Yaqut juga menjawab soal adanya informasi tagihan yang belum terbayar, “Itu hoaks.”

“Keputusan ini pahit, tapi inilah yang terbaik. Semoga ujian COVID-19 ini segera usai,” tutup Yaqut.

Keheranan Waketum MUI

Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Anwar Abbas, mengaku heran.

Sebab, sebagai negara dengan catatan kasus COVID-19 tertinggi, Amerika Serikat (AS), dapat mengirim jemaah untuk ibadah haji tahun ini.

“Agak mengherankan saya, mengapa Amerika Serikat, bisa mengirim jemaahnya,” ujar Anwar, Jumat (4/6).

Padahal, lanjut Anwar, wabah virus Corona pun belum lenyap dari negara tersebut.

Ia juga menilai, kalaupun wabah virus yang menjadi alasan, dengan kemajuan ilmu pengetahuan serta teknologi, seharusnya vaksinasi dan tes PCR, dapat meminimalisir bahaya penyebaran.

Anwar pun menyoroti para jemaah yang telah divaksin, dan menjalani tes PCR dengan hasil adalah negatif.

“Maka tentu, sebaiknya, pemerintah Saudi, akan bisa menerima mereka untuk datang, mengerjakan ibadah haji,” ujarnya.

Sejauh ini, pemerintah Arab Saudi, memang belum mengeluarkan keputusan terkait protokol resmi pelaksanaan haji 2021.

Namun, AS menjadi satu dari 11 negara yang warganya berhasil mengantongi izin untuk masuk ke Arab Saudi–meski tak terkait ibadah haji.

Itu mengapa, Anwar, meminta adanya penjelasan lebih lanjut, baik dari pemerintah pusat pun pemerintah Arab Saudi, terkait persoalan ini.

Agar tak memicu masalah baru, “Kita betul-betul meminta adanya keterbukaan dan penjelasan yang sejelas-jelasnya.”

“[Baik] Dari pihak pemerintah Saudi, dan juga dari pihak pemerintah Indonesia,” sambung Anwar.

“Agar tidak ada kesalahpahaman dari para jemaah dan umat,” pungkasnya.

Lemahnya Diplomasi RI soal Ibadah Haji

Anggota Komisi VIII DPR RI Bukhori Yusuf, menilai, Indonesia tidak serius berdiplomasi dengan Arab Saudi soal ibadah haji tahun ini.

“Keputusan pemerintah yang tergesa-gesa membatalkan haji, patut disayangkan,” ujarnya, Jumat (4/6), mengutip Alinea.

Bukhori juga mengerti, jika pemerintah terpaksa hanya memberangkatkan sepersekian persen dari total calon jemaah haji yang ada.

Lebih lanjut, ia mengaku konsisten, mendorong agar Indonesia berdiplomasi, setara dan produktif, terhadap Arab Saudi.

Bukhori memang beberapa kali mendesak Presiden Joko Widodo (Jokowi), agar berkomunikasi langsung.

Jika perlu, melakukan lawatan khusus seperti menemui Raja Salman, demi mendapat kepastian kuota haji.

Sebab, bagi Bukhori, seharusnya presiden turun tangan sejak lama demi menunjukkan keseriusannya memenuhi hak jemaah haji Indonesia.

“Dengan menyesal, harus kami katakan, sejauh ini, kami belum melihat adanya usaha serius dari pemerintah dalam rangka memenuhi hak umat Islam untuk berhaji,” kritiknya.

“Padahal, bisa saja presiden menelepon langsung, bahkan menghadap langsung ke Raja Salman,” sambung Bukhori.

“Lantas, sejauh ini, apa saja yang sudah dilakukan? Di mana keberpihakan pemerintah bagi umat Islam?” imbuhnya lagi, bertanya.

Masalah vaksinasi yang sebelumnya menghambat calon jemaah haji Indonesia, juga telah terpecahkan.

Apalagi, WHO sudah memberi lisensi penggunaan darurat vaksin Sinovac [yang sebelumnya menjadi prasyarat pemerintah Arab Saudi kepada jemaah yang akan melaksanakan haji].

“Dengan masalah yang telah terpecahkan ini, sedianya, pemerintah Indonesia, bisa sedikit lebih menahan diri untuk tidak mengumumkan pembatalan haji secara prematur,” kata Bukhori.

Belum Puas dengan Upaya Pemerintah

Sampai pemerintah mengumumkan pembatalan, ia mengaku masih belum puas atas sejumlah upaya dalam melobi pemerintah Arab Saudi.

Pasalnya, Bukhori yakin, peluang untuk memberangkatkan calon jemaah haji Indonesia–secara terbatas–masih terbuka, meski pandemi belum usai.

Jika pemerintah bisa memberangkatkan haji dengan kuota terbatas, lanjutnya, juga akan membuat daftar antrean calon jemaah tidak semakin panjang.

“Katakan, misalnya pemerintah Indonesia, hanya bisa memberangkatkan sekitar 3.300 calon jemaah haji untuk tahun ini,” ujarnya.

“Maka hal ini, tidak akan membutuhkan persiapan waktu yang panjang,” imbuhnya.

“Bahkan, 2-3 kali penerbangan saja, sebenarnya sudah beres,” sambung Bukhori.

“Jika case-nya demikian, pemerintah, sesungguhnya tidak dibebankan oleh persiapan yang panjang, sehingga tidak ada alasan untuk tergesa-gesa,” lanjutnya lagi.

Bukhori juga mengingatkan, dalam kaidah fikih, hasil yang didapat dari melakukan sesuatu, sekalipun tak maksimal, lebih baik daripada tidak sama sekali.

Artinya, keputusan pemerintah, ‘menyerah’ sebelum batas waktu akhir, dinilai merugikan banyak pihak oleh Bukhori.

Sekaligus melukai harapan rakyat Indonesia. Maka itu, ia mendesak agar pemerintah menjelaskan secara transparan.

Sejauh apa upaya diplomasi haji yang diklaim maksimal. “Publik perlu tahu, sejauh apa peran presiden.”

“[Begitu juga peran] Menteri luar negeri, menteri agama, duta besar RI untuk Arab Saudi,” sambung Bukhori.

“Supaya masyarakat bisa maklum dan tidak terlalu kecewa. Pasalnya, sudah dua kali musim haji, nasib calon jemaah haji kita terkatung-katung,” tutupnya.

Pelobian Telah Dilakukan

Duta Besar (Dubes) Indonesia untuk Arab Saudi Agus Maftuh Abegebriel, telah bicara.

Selama enam musim haji bertugas di Arab Saudi, ia terus melakukan pelobian terkait ibadah haji.

Bahkan, kuota Indonesia, sebelum pandemi bertambah sebanyak 20.000.

“Dan kami akan menambahkan 250.000 jemaah haji untuk Indonesia,” akuan Agus, Jumat (4/6), mengutip Sindo News.

Pada tahun kedua pandemi ini, pihaknya mengaku telah bersurat kepada Raja Salman dan Pangeran Mohammed bin Salman (MBS), terkait jemaah haji Indonesia.

“Saya sampaikan salam hangat dari Bapak Presiden Joko Widodo, dan yang kedua, kami sampaikan juga karena kedekatan dua bangsa,” jelas Agus.

“Kedekatan dua pempimpin bangsa ini, saya sampaikan kepada Raja, bahwa Bapak Presiden Joko Widodo, meminta perhatian Arab Saudi, kepada jemaah haji Indonesia,” imbuhnya.

Berbagai upaya luar biasa, kata Agus, juga telah dilakukan oleh diplomat Indonesia di Arab Saudi.

Selain berhubungan dengan berbagai kementerian, pihaknya juga berkorespondensi dengan Raja Salman dan Pangeran MBS.

“Jadi, KBRI, sebagai garda depan diplomasi Indonesia yang berada di Arab Saudi, sudah melakukan ikhtiar yang extraordinary,” kata Agus.

“Kita diberikan akses oleh Saudi, melakukan komunikasi korespondensi dengan Raja Salman dan MBS,” sambungnya.

“Saya kira, tidak ada diplomasi di atas level itu lagi,” jelas Agus. “Artinya, level tertinggi sudah kita lakukan, demi kemaslahatan jemaah haji Indonesia.”