SMRC: Ada Indikasi Demokrasi Melemah Pasca Kerusuhan 22 Mei

Ngelmu.co – Pasca kerusuhan yang terjadi pada 21 dan 22 Mei lalu, melalui penelitian, Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) menyatakan adanya indikasi demokrasi yang melemah. Karena rasa takut masyarakat saat berbicara tentang politik, serta ketakutan masyarakat terhadap perlakuan sewenang-wenang aparat hukum terus bermunculan.

“Secara umum, rakyat menilai positif kondisi demokrasi Indonesia setelah 20 tahun. Tetapi ada indikasi demokrasi mengalami pelemahan pasca peristiwa kerusuhan 21 dan 22 Mei,” tutur peneliti SMRC, Sirajuddin Abbas saat memaparkan survei di Kantor SMRC, Jakarta, Ahad (16/6), seperti dilansir dari Kompas.

Dalam penelitiannya, pasca kerusuhan 21 dan 22 Mei 2019, SMRC menyatakan ada 8 persen masyarakat yang mengaku selalu takut saat berbicara tentang politik.

Sedangkan 35 persen responden lainnya mengatakan sering merasa takut. Jika ditotal, ada 43 persen responden yang memiliki ketakutan tersendiri ketika membicarakan politik, pasca kerusuhan.

Dilihat dari penelitian, persentase tersebut jelas mengalami peningkatan. Karena pasca pemilu 2009, hanya 16 persen responden yang mengalami ketakutan serupa. Sementara pasca Pemilu 2014, terdapat 17 persen.

Begitupun dengan ketakutan masyarakat terhadap isu penangkapan semena-mena oleh penegak hukum. SMRC menyatakan ada 7 persen responden yang mengaku selalu takut terhadap penangkapan.

Sementara 31 persen responden lainnya menyatakan sering merasa takut. Jika ditotal, ada 38 persen responden yang takut terhadap perlakuan sewenang-wenang aparat hukum, pasca kerusuhan 21-22 Mei. Angka ini lebih tinggi dibanding Pemilu 2014 lalu yang hanya mencapai 24 persen.

“Pasca 21-22 Mei, ada kenaikan tajam, atas penilaian bahwa orang sekarang takut dengan perilaku semena-mena aparat penegak hukum,” ujar Sirajuddin.

Dalam survei tersebut, SMRC melibatkan 1.078 responden yang dipilih secara acak. Semua merupakan penduduk Indonesia yang berusia 17 tahun ke atas (sudah memiliki hak pilih dalam Pemilu).

Hasil penelitian didapat melalui wawancara tatap muka secara langsung oleh pewawancara terlatih, dengan margin of error sekitar 3,05 persen.