Berita  

Soal Cina di Natuna, Muhammadiyah: Jangan Gadaikan Kedaulatan!

Ngelmu.co – Pelanggaran kedaulatan yang dilakukan oleh Cina, dengan memasuki perairan Indonesia, dan melakukan pencurian ikan, mendapat sorotan dari berbagai pihak. Salah satunya Ketua Biro Hubungan Luar Negeri dan Kerjasama Internasional Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Muhyiddin Junaidi.

Dengan tegas ia menilai, apa yang dilakukan Cina di perairan Natuna, telah melanggar hukum internasional.

Di mana hukum tersebut, telah disepakati oleh konvensi internasional.

Maka Muhyiddin mengatakan, Indonesia tak boleh mengalah, apalagi menggadaikan kedaulatan, hanya karena Cina menanamkan investasi.

“Jangan karena investasi sebuah negara di negara kita, investasi asing di negara kita, kita jadi menggadaikan kedaulatan kita kepada investor tersebut,” tegasnya, seperti dilansir Republika, Ahad (5/1).

“Dalam hal ini, kita harus tegak, tidak ada yang namanya mengalah, tidak ada istilahnya menarik diri, karena itu adalah hak dan kedaulatan Republik Indonesia,” sambung Muhyiddin.

Lebih lanjut ia mengatakan, pihaknya meminta pemerintah Indonesia, bisa bersikap tegas kepada pelanggar konvensi internasional, yang telah disepakati oleh PBB.

“Muhamamdiyah menolak kesombongan dan arogansi Cina, yang menunjukkan kesombongan tersebut dengan melewati batas-batas geografi dan teritorial wilayah Indonesia,” ujar Muhyiddin.

Seharusnya, pemerintah Cina menghormati kedaulatan dan teritorial sah negara Indonesia, sesuai konvensi internasional.

Jangan sampai mengulangi pelanggaran tersebut dengan alasan apa pun.

“Klaim Cina yang mengatakan dia berhak berada di situ, adalah pelanggaran nyata dan harus dibawa ke Mahkamah Internasional,” tutur Muhyiddin.

Bangsa Indonesia, lanjutnya, harus bersikap kritis, atas apa yang Cina lakukan pada Indonesia.

“Harus belajar, bahwa Cina memiliki niat tak baik, dalam hal ini dengan melakukan berbagai macam cara melalui investasi, ternyata di balik investasi yang mereka tanamkan itu, punya agenda tersendiri,” pesan Muhyiddin.

Baca Juga: Susi Kritik Sikap Lembek Prabowo-Luhut Tangani Pencurian Cina di Natuna

Sebelumnya, Menteri Kelautan dan Perikanan ke-6 Republik Indonesia, Susi Pudjiastuti, juga telah mengkritik sikap lembek Prabowo-Luhut, dalam menangani kasus di Natuna.

Ia menyoroti jalur diplomasi yang dipilih, karena menurutnya, pemerintah harus bisa membedakan antara kasus pencurian ikan dengan mempertahankan persahabatan antar negara.

“Bedakan pencurian ikan dengan persahabatan antar negara. Persahabatan antar negara tidak boleh melindungi pelaku pencurian Ikan dan penegakan hukum atas pelaku Ilegal Unreported Unregulated Fishing (IUUF),” tulis @susipudjiastuti, Sabtu (4/1).

Ia juga menegaskan, jika pemerintah Cina melindungi pelaku IUUF, sama saja dengan melakukan kejahatan lintas negara.

“Tiongkok tidak mungkin dan tidak boleh melindungi Pelaku IUUF. Karena IUUF adalah crime atau kejahatan lintas negara 👆👆,” lanjut Susi.

Hal itu ia sampaikan, setelah pemerintah Indonesia justru memilih upaya damai, dengan melakukan diplomasi, daripada menangkap kapal-kapal pencuri ikan asal Cina.

“Kita cool saja. Kita santai kok ya,” kata Menteri Pertahanan, Prabowo, di Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Jumat (3/1).

Begitupun dengan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Panjaitan.

Ia bahkan meminta, agar masalah ini tak dibesar-besarkan, karena menurutnya, Indonesia tak pernah mengakui klaim Cina.

“Kita tidak pernah mengakui klaim itu. Itu sederhana kok, enggak usah terlalu diributkan,” kata Luhut.

Pernyataan dua mantan jenderal TNI itulah yang akhirnya mendapat kritikan dari berbagai pihak.

Sebab, mereka dinilai lembek dan tak ada garang-garangnya, jika sedang berhadapan dengan Cina.