Berita  

Soal Pilkada 2020, Survei Sebut 53,8% Warga Jatim Ngaku akan Terima ‘Uang’

Politik Uang Pilkada Jatim

Ngelmu.co – Berdasarkan survei, mayoritas warga Jawa Timur (Jatim), yakni 53,8 persen, mengaku akan menerima ‘uang’ dari pasangan calon yang ikut kontestasi di Pilkada serentak 2020 mendatang.

Demikian disampaikan Direktur Eksekutif Indopol Survey, Ratno Sulistiyanto.

Menurutnya, sebagian besar menyatakan, ‘uang’ yang diterima tak akan memengaruhi mereka dalam memilih calon.

“Politik uang masih tinggi, apalagi dengan kondisi COVID-19 seperti ini,” kata Ratno.

“Pandemi COVID-19, menimbulkan kesulitan ekonomi,” sambungnya, di Surabaya, seperti dilansir Republika, Selasa (1/9).

Ratno menilai, hal ini jelas membuat kontestasi politik—iklim demokrasi—menjadi tidak sehat.

Pasalnya, angka masyarakat yang setuju dengan politik uang, masih tinggi.

Politik uang juga menyebabkan biaya proses demokrasi menjadi mahal.

Sehingga tak jarang, menjegal kandidat-kandidat berpotensi yang minim modal.

“Tapi pada intinya, dia menerima (politik uang). Ini poin pentingnya di situ,” tegas Ratno.

“Politik uang yang jelas menjadi biang keladi proses demokrasi itu menjadi mahal,” imbuhnya.

“Politik uang ini akan berdampak pada kualitas demokrasi,” lanjutnya lagi.

Salah satu dampak tak terhindarkan dari pandemi COVID-19, kata Ratno, adalah bidang ekonomi.

Di mana warga Jatim, mengaku langsung merasakan menurunnya aktivitas ekonomi akibat wabah ini.

Sebanyak 57,1 persen masyarakat, menganggap kondisi ekonomi keluarga mereka memburuk; dibanding tahun lalu.

Bahkan 10,8 persen, menyatakan jauh lebih buruk dibanding sebelum munculnya wabah.

“Mayoritas masyarakat atau sekitar 65,9 persen menyalahkan COVID-19 sebagai penyebabnya,” ungkap Ratno.

“Mereka yang berpendapatan di bawah Rp2 juta per bulan, paling merasakan penurunan ekonomi keluarga,” lanjut Ratno.

“Kondisi terburuk dialami di Probolinggo, Kota Mojokerto, Banyuwangi, Blitar, dan Kota Surabaya,” sambungnya lagi.

Metode pengambilan sampel dalam survei ini, dilakukan dengan stratified random sampling.

Di mana, jumlah responden tiap kabupaten/kota di Jatim, diambil secara proporsional; berdasarkan jumlah penduduk BPS 2020.

Penentuan responden dilakukan secara random sistematis, dengan kriteria berumur 17 tahun lebih, atau sudah menikah.

Jumlah responden 1.000 orang, dengan margin error sekitar 3,2 persen, dan tingkat kepercayaan 95 persen (slovin).

Sementara wawancara dilakukan secara tatap muka, dan data diolah dengan program SPSS atau Field Survey.

Perlu diketahui, kondisi PHK terburuk dialami:

  • Kabupaten Malang,
  • Sampang,
  • Kota Malang,
  • Kota Madiun, dan
  • Sumenep.

Sedangkan kondisi pekerja dirumahkan terburuk dialami:

  • Situbondo,
  • Pacitan,
  • Kota Kediri,
  • Kota Pasuruan,
  • Gresik,
  • Lamongan, dan
  • Tuban.

Baca Juga: Andre Rosiade Optimis Gerindra Menangi Pilkada Sumbar, Warganet: Jan Berharap Padi Menguning Lagi

Sebelumnya, Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Jatim, Moh Amin, menyebut ada sejumlah kerawanan di Pilkada Serentak mendatang.

Salah satunya penyalahgunaan bantuan sosial (bansos) yang digunakan untuk dana kampanye–politik uang; terutama bagi calon petahana.

“Kondisi ekonomi yang sulit memiliki potensi maraknya politik uang,” kata Amin.

“Termasuk mengawasi dugaan Bansos, digunakan untuk kepentingan Pilkada,” sambungnya.

Setidaknya, ada 19 daerah di Jatim yang akan menggelar Pilkada Serentak, pada 9 Desember mendatang.

  1. Kabupaten Pacitan,
  2. Ponorogo,
  3. Ngawi,
  4. Trenggalek,
  5. Kediri,
  6. Lamongan,
  7. Tuban,
  8. Gresik,
  9. Mojokerto,
  10. Malang,
  11. Blitar,
  12. Sidoarjo,
  13. Sumenep,
  14. Jember,
  15. Situbondo,
  16. Banyuwangi,
  17. Kota Blitar,
  18. Kota Pasuruan, dan
  19. Kota Surabaya.

Di mana dari 19 daerah itu, ada sembilan bupati, wali kota, wakil wali kota yang berpotensi kembali maju; karena belum dua periode. Di antaranya:

  • Kabupaten Sidoarjo,
  • Mojokerto,
  • Trenggalek,
  • Malang,
  • Ponorogo,
  • Blitar,
  • Kota Blitar,
  • Kota Pasuruan, dan
  • Kabupaten Jember.

“Oleh karena itu, kami harus mengantisipasi politisasi Bansos, dan penggunaan fasilitas pemerintah oleh para petahana,” tegas Amin.

Ia pun berjanji, akan mengawasi dan melakukan pencegahan.

Amin juga mengaku, akan terus berupaya meningkatkan pengawasan partisipatif, pengembangan teknologi, dan penindakan pelanggaran.

“Kami akan terus mengawasi jalannya Pilkada, sesuai dengan peraturan yang ada, dengan metode mencegah, mengawasi, dan menindak,” pungkasnya.