Opini  

Sultan Hamengkubuwono X: Amandemen UUD 45, Tidak Sesuai Jati Diri Bangsa

Ngelmu.co –Gubernur DIY yang juga Raja Keraton Yogyakarta, Sri Sultan Hamengku Buwono X, memberikan usul untuk meninjau ulang amandemen UUD 1945. Hal tersebut disebabkan setelah UUD 1945 secara yuridis formal mengalami perombakan, tidak lagi mencerminkan jatidiri bangsa.

Dilansir oleh Eramuslim, Sultan HB X dalam orasi kebangsaan pada peringatan hari lahir Pancasila mengatakan sumber dari rapuhnya Pancasila sebagai dasar negara pada subtansi hukum yang paling mendasar, yaitu UUD 1945 yang telah diamandemen empat kali. Sultan kemudian mengutip analisis Kaelan bahwa ditemukan adanya penyimpangan jiwa Pancasila.

“…hasil amandemen Pasal 1 ayat (2)…tidak koheren dengan jiwa Pancasila dan Pembukaan UUD 1945… Jikalau kedaulatan rakyat berhenti hanya pada Presiden dan DPR, maka tujuan Negara tentang kesejahteraan sebagaimana terkandung dalam pembukaan alinea IV dan Sila ke Lima mustahil akan terwujud. Bahkan sebaliknya sebenarya kekayaan negara untuk kesejahteraan…hanya untuk realisasi demokrasi.”

Menurut Sultan, keprihatinan atas rapuhnya nilai Pancasila sebagai dasar negara dan menipisnya semangat kebangsaan terus bergulir. Hal tersebut menyebabkan munculnya virus yang berbahaya dan mematikan yaitu pesimisme, apatisme, dan fatalisme yang berujung pada politik identitas berwajah agama yang menafikan kebinekaan bangsa Indonesia.

“Kini muncul kesadaran untuk kembali pada jiwa dan semangat Pancasila dan UUD 1945, bersamaan dengan menguatnya gugatan terhadap neo-liberalisme dan politik identitas.

“Oleh karena itu, diperlukan peninjauan ulang amandemen UUD 1945 untuk menciptakan landasan hukum yang lebih murni dan konsekuen guna mengatur kehidupan kenegaraan dan penyelenggaraan pemerintah yang amanah,” kata Sultan HB X dihadapan ribuan warga pada peringatan hari lahir Pancasila di Pagelaran Keraton Yogyakarta, Kamis (1/3/2018).

Sultan HB X mengatakan Pancasila tidak bisa hanya dijadikan ideologi yang berwajah mistis atau politik. Tetapi harus diajak ke bentuk wajah keilmuan.

Pertama, harus menjadi model narasi akademik yang menguatkan makna Pancasila bagi kehidupan bangsa,
Ke Dua, Pancasila perlu dikembangkan sebagai metodologi hidup, atau ideologi praktis. Selain itu, kita dalam suatu rumpun bangsa juga bisa menyelesaikan setiap perbedaaan dan konflik dengan landasan nilai-nilainya atas dasar prinsip musyawarah dan mufakat secara damai dan bermartabat,” kata Sultan HB X.