Berita  

Tak Ada Frasa Agama dalam Peta Jalan Pendidikan

Kemendikbud Kemdikbud Frasa Agama Peta Jalan Pendidikan

Ngelmu.co – Ketua Umum PP [Pimpinan Pusat] Muhammadiyah Haedar Nashir, sebelumnya, menyoroti draf teranyar dari rumusan Peta Jalan Pendidikan Nasional 2020-2035, tertanggal 11 Desember 2020.

Muhammadiyah

Pasalnya, Haedar, tidak menemukan satu pun kata ‘agama’ di dalam draf tersebut. Termasuk pada Visi Pendidikan Indonesia 2035.

Mengenai spiritualitas murid, hanya disebut dalam sasaran keluaran SDM yang ‘beriman, bertakwa kepada Tuhan yang Maha Esa, dan berakhlak mulia’.

Baca Juga: Tanya Muhammadiyah soal Tak Ada Kata Agama di Peta Pendidikan Nasional 2020-2035

Semakin menjadi pertanyaan, karena Muhammadiyah, justru mendapati budaya, menjadi acuan nilai yang mendampingi Pancasila.

Bagi Haedar, hilangnya kata ‘agama’ ini merupakan bentuk melawan konstitusi.

“Saya bertanya, hilangnya kata agama itu kealpaan atau memang sengaja?” ujarnya bertanya, Jumat (5/3).

MUI

Majelis Ulama Indonesia (MUI) juga mengaku terkejut atas temuan ini.

Bagaimana tidak, dalam draf perencanaan Peta Jalan yang diluncurkan oleh Kemendikbud [Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan], kata agama dihapus, kemudian diganti dengan akhlak dan budaya.

“Tokoh agama, termasuk ormas [organisasi kemasyarakatan], MUI, sangat terkejut dengan konsep ini,” kata Ketua MUI Bidang Pendidikan dan Kaderisasi KH Abdullah Jaidi, mengutip Republika, Ahad (7/3).

“Sementara kami, di satu sisi, menginginkan dan senantiasa mensosialisasikan umat agar menjadi umat yang taat beragama,” imbuhnya.

Kiai Jaidi juga menegaskan, bahwa agama merupakan tiang bangsa.

Tanpa adanya agama, bangunan atau pendidikan yang telah berjalan, akan runtuh.

Kemendikbud hanya mengusung konsep yang berkenaan dengan akhlak dan budaya di Indonesia.

Sedangkan muatan agama yang sejalan dengan Pasal 31 UUD 1945, justru tidak lagi menjadi patokan dasar.

Padahal, pasal tersebut merupakan salah satu landasan yang mengatur kegiatan pendidikan di Tanah Air.

Di mana isinya menjelaskan soal hak tentang pendidikan dasar masyarakat.

Begitu pun dalam dasar negara, Pancasila yang sila pertamanya berbunyi, “Ketuhanan yang Maha Esa.”

Artinya, kata Kiai Jaidi, agama merupakan sesuatu yang penting dan mendasar, bagi bangsa ini.

“Unsur agama itu adalah sesuatu yang sangat penting dan mendasar. Kenapa ini tidak disebutkan?” tanyanya heran.

Kiai Jaidi juga menilai tidak cukup, jika alasan Kemendikbud adalah kata ‘akhlak’ dan ‘budaya’ telah mewakili kata ‘agama’.

Pasalnya, bangsa Indonesia adalah bangsa yang didasarkan pada agama, serta menjalankan syariatnya, menurut agama masing-masing.

Maka muatan agama, tidak hanya fokus pada akhlak dan budaya, tetapi juga soal bagaimana umat dapat melaksanakan ajarannya.

Ini berlaku untuk segala lini. Sehingga masyarakat benar-benar menjadi umat yang ber-Ketuhanan yang Maha Esa.

“Yang dicanangkan oleh Presiden Jokowi, character building yang berkenaan dengan akhlak, merupakan hal penting,” kata Kiai Jaidi.

“Hal ini termuat dalam ajaran agama,” tegasnya, karena bukan hanya dalam Islam, tetapi setiap agama mengajarkannya.

LP Ma’arif NU

Di sisi lain, terkait hal ini, Lembaga Pendidikan Ma’arif Nahdlatul Ulama (LP Ma’arif NU), mengeklaim telah memberi masukan kepada Kemendikbud.

Masukan tersebut langsung disampaikan ke Mendikbud Nadiem Makarim [didampingi seluruh eselon I], pada Senin (25/1) lalu.

“Kami memberi masukan, agar perlunya penanaman ajaran dan nilai-nilai agama, sesuai yang dipeluk peserta didik.”

Demikian kata Ketua LP Ma’arif NU Arifin Djunaidi, Ahad (7/3).

Pihaknya juga mengusulkan, agar penggunaan frasa merdeka belajar dikembalikan pada frasa yang dikenalkan oleh Ki Hajar Dewantara.

“Yakni menekankan pada pengembangan karakter, bukan penekanan pada literasi numerasi,” tegas Arifin.

“Menurut informasi dari beberapa pejabat eselon I, masukan dari Ma’arif, banyak yang digunakan Mendikbud,” lanjutnya lagi.

Lebih lanjut soal visi pendidikan di masa depan, kata Arifin, seharusnya mendasarkan diri pada dimensi sejarah perjuangan bangsa.

Sekaligus perlu merujuk kepada pengarusutamaan gender.

“Karena merupakan komponen penting yang seharusnya menjadi landasan analisis kritis dalam penyusunan peta jalan pendidikan.”

Kemendikbud Menjawab

Direktur Jenderal PAUD, Pendidikan Dasar, dan Menengah (PAUD Dikdasmen) Kemdikbud Jumeri, pun menjawab persoalan ini.

“Saat ini, status Peta Jalan Pendidikan Indonesia 2020-2035 oleh Kemdikbud, masih berupa rancangan,” tuturnya, Ahad (7/3) kemarin.

“Yang terus disempurnakan dengan mendengar dan menampung masukan serta kritik membangun dari berbagai pihak,” sambung Jumeri.

“Dengan semangat yang sama, dalam upaya meningkatkan kualitas pendidikan untuk generasi penerus bangsa,” imbuhnya lagi.

Sampai saat ini, Jumeri menekankan bahwa pihaknya masih melakukan pembahasan mengenai Peta Jalan.

Kemendikbud, lanjutnya, masih terus mematangkan konsep dengan berbagai pihak.

“Sedang dimatangkan dengan masukan berbagai pihak,” akuan Jumeri.

Terlepas dari itu, Kemendikbud juga berterima kasih atas masukan soal Peta Jalan tersebut.

“Kemendikbud menyampaikan apresiasi setinggi-tingginya atas atensi berbagai kalangan demi penyempurnaan Peta Jalan Pendidikan 2020-2035 ini,” kata Jumeri.

“Dan akan terus menyampaikan perkembangan terkait penyusunannya,” pungkasnya.

Sebelumnya, berbagai pihak menyoroti tidak adanya kata ‘agama’ dalam draf Peta Jalan Pendidikan Indonesia 2020-2035.

Adapun visi yang tercantum di dalamnya berbunyi:

“Membangun rakyat Indonesia untuk menjadi pembelajar seumur hidup yang unggul, terus berkembang, sejahtera, dan berakhlak mulia dengan menumbuhkan nilai-nilai budaya Indonesia dan Pancasila.”