Tanggapi Kontroversi Jember Fashion Carnaval, Muhammadiyah Jember: Kami Prihatin

Kontroversi Jember Fashion Carnaval

Ngelmu.co – Kontroversi Jember Fashion Carnaval (JFC), terus mendapat sorotan dari berbagai pihak. Salah satunya pihak Muhammadiyah Jember, yang mengaku prihatin dengan acara yang digelar, Ahad (4/8) lalu. JFC, dianggap tak sesuai dengan karakter yang selama ini digambarkan oleh masyarakat setempat.

“Kami ikut prihatin terhadap tampilan JFC kemarin, yang sempat kita lihat di berbagai tayangan (media). Itu telah menggeser nilai-nilai religiusitas atau keberagamaan, yang merupakan karakter masyarakat Jember,” tutur Ketua Pimpinan Daerah (PD) Muhammadiyah Kabupaten Jember, Kusno, seperti dilansir beritajatim.com, Senin (5/8).

JFC yang digelar di sepanjang 3,6 kilometer jalan raya itu, diikuti oleh 600 orang model, yang berasal dari masyarakat biasa. Pada 2019 ini, merupakan tahun ke-18 penyelenggaraan JFC. Namun, yang menjadi persoalan adalah tampilan artis Cinta Laura, yang dinilai terlalu vulgar.

“Masyarakat Jember terkenal sebagai masyarakat agamis, religius, santri, dan kemudian mendapat suguhan yang sebenarnya tidak perlu se-vulgar itu. Kita menyayangkan (hal itu),” ujar Kusno.

“Tema yang diusung sebenarnya berkaitan dengan tema yang ingin bagaimana budaya-budaya suatu bangsa ada, tapi kenapa budaya yang diusung itu justru seolah menabrak rambu keberagamaan yang kita punya?” lanjutnya.

Berkaitan dengan Pancasila

Kusno pun mengaitkan kontroversi Jember Fashion Carnaval, dengan pelanggaran nilai-nilai Pancasila.

“Kalau dulu kita selalu bicara Pancasila sebagai filter budaya bangsa. Mestinya, ada nilai-nilai yang dijadikan panduan, apa yang disajikan (dan apa yang tidak),” kata Kusno.

Meski Muhammadiyah belum mengambil sikap resmi atas peristiwa ini, tetapi Kusno, menegaskan agar apa yang terjadi di JFC, tidak kembali terulang.

“Sekarang bagaimana untuk membenahi. Kita upayakan pengambil kebijakan, bisa menyelaraskan dan menyinergikan antara kepentingan-kepentingan yang ada, dengan nilai-nilai lokal kita,” ucap Kusno.

“Di mana kita dikenal sebagai masyarakat yang santri, agamis, religius. Jangan sampai budaya yang vulgar itu, seolah-olah lahir dari Jember, kemudian dijadikan pembenaran oleh masyarakat luar: itu lho, yang agamis saja begitu, apalagi yang kurang agamis,” imbuhnya tegas.

Di akhir pernyataannya, ia kembali menyayangkan, JFC yang diadakan tanpa sensor di hadapan mata masyarakat, bisa ‘kecolongan’.

“Seharusnya panitia dengan kesadaran penuh, di mana kita punya nilai-nilai budaya bangsa yang kita agung-agungkan, namanya Pancasila, di sana ada keberadaban, keadilan, ada ketuhanan,” kata Kusno.

“Itu seharusnya menjadi pengikat bagi sebuah aktivitas. Apalagi disuguhkan dalam tayangan publik yang tidak ada sensor apa pun,” pungkasnya.

Namun, bagaimana tanggapan dari pihak penyelenggara?

Ditemui di tempat terpisah, CEO JFC, Suyanto, menanggapi kontroversi yang terjadi sebagai hal biasa.

“Kontroversi ‘kan biasa. Ada yang suka, ada yang tidak suka. Kita tidak mungkin menyalahkan semua orang. Tergantung persepsi pribadi-pribadi,” tuturnya, seperti dilansir Kumparan, Senin (5/8).

Suyanto mengaku, ia tak bisa mendikte Cinta Laura sebagai bintang tamu, karena dia pun tidak tahu jika Cinta akan menggunakan pakaian seperti itu.

“Dia ‘kan bintang luar dan tidak tiap tahun datang. Itu ‘kan (persepsi) masing-masing orang (soal penilaian terhadap penampilan seksi dan vulgar Cinta Laura),” kata Suyanto.

“Wong dia saja datang kami tidak perlu bayar kok. Kecuali kami membayar, mungkin kami ada permintaan. Dia mau menyumbangkan sesuatu sebagai bentuk kepedulian, simpati, penghargaan,” lanjutnya.

Ia justru mengapresiasi hadirnya Cinta Laura, karena sudah mau tampil di JFC.

“Apalagi dia sampai menjadi brand ambassador JFC. Itu ‘kan luar biasa. Kami berterimakasih beliau mau tampil di sini. Tidak sembarangan, beliau mau berparade di sini. Kalau di tempat lain, itu bisa bayar tersendiri,” aku Suyanto.

Namun, menyadari kontroversi semakin menjadi, Suyanto pun mengakui, panitia JFC lalai.

“Persiapan JFC berlangsung lama, setahun sebelumnya. Kami fokusnya ke persiapan talent yang kami rekrut dari masyarakat dan sebagainya, sehingga bisa saja terjadi apa yang kami harus lakukan, lalu kami lalai. Ini kelalaian panitia,” tutur Suyanto, Selasa (6/8).