Teladan Ibnu Sina dan Diamnya Anies Baswedan

Anies Baswedan

Ngelmu.co – Sambil mencari hikmahnya, Pak Anies Baswedan, bercerita tentang perlunya diam di saat menghadapi orang-orang yang bodoh. Sebelum memulai cerita, seperti biasanya, beliau menyeruput kopi susu kesukaannya. Lalu, Pak Anies bertanya, ‘Tahukah kalian siapa Ibnu Sina?’.

Adalah tahun 980 sampai 1037, ada seorang mumpuni bernama Ibnu Sina.

Seorang filsuf, penulis, ahli obat dan pengobatan, juga ilmuwan yang cukup andal. Adapun karyanya yang tersohor adalah ‘al-Qanun fi at-Tibb’, tentang ilmu obat dan pengobatan.

Suatu hari, Ibnu Sina melakukan perjalanan dengan Kuda kesayangannya. Pada suatu tempat yang dianggap nyaman, ia berhenti beristirahat.

Kuda di-ikat di tempat yang sedikit teduh. Diberi makanan, jerami dicampur rumput pilihan. Ibnu Sina tahu, binatang itu tidak boleh dimusuhi bahkan disiksa. Harus disayang, karena membantu manusia.

Ibnu Sina duduk di tempat lebih teduh, tak jauh dari Kuda, sambil menikmati bekal yang dibawanya.

Tiba-tiba, datang seseorang menunggang Keledai. Ia turun dan mengikat Keledai berdekatan dengan Kuda milik Ibnu Sina. Dengan maksud supaya Keledainya bisa ikut memakan jerami dan rumput pilihan.

Kemudian orang tersebut pun duduk dekat dengan Ibnu Sina berada. Ketika ia duduk dan ikut makan, Ibnu Sina mengingatkan, “Keledaimu jauhkan dari kudaku, supaya tidak dislentak [ditendang].”

Orang yang diajak bicara itu tersenyum sambil menoleh ke Kuda dan Keledai.

Namun, plak.

Si Keledai ditendang kuda hingga luka cedera. Pemilik Keledai marah-marah kepada Ibnu Sina, dan meminta tanggung jawabnya. Ibnu Sina diam saja.

Sampai kemudian si pemilik Keledai mendatangi hakim dan meminta agar Ibnu Sina membayar, atas luka cedera Keledainya.

Saat ditanya oleh hakim pun, Ibnu Sina terdiam. Hakim, kemudian berkata kepada orang yang mengadu, “Apakah ia bisu?”

Orang itu menjawab, “Tidak, tadi bicara padaku.”

Hakim bertanya lagi, “Apa yang ia katakan?”

Orang itu kembali menjawab, “Jangan dekatkan Keledaimu, nanti ditendang Kudaku.”

Setelah mendengar jawaban itu, sang hakim tersenyum dan berkata kepada Ibnu Sina, “Anda ternyata pintar. Cukup diam dan kebenaran terungkap.”

Sambil tersenyum, Ibnu Sina berkata kepada hakim, “Tidak ada cara lain untuk menghadapi orang bodoh selain dengan diam.”

Dan kebenaran akan menemukan jalannya sendiri. “Itulah sebabnya, kenapa saya memilih diam.”

*Cerita ini beredar luas di berbagai platform media

Baca Juga: Mundur ke Belakang Mana yang Anda Maksudkan?