Menaker Hanif: Tenaga Kerja RI Justru yang Serang China

Tenaga Kerja RI
Menteri Ketenagakerjaan, Hanif Dhakiri

Ngelmu.co – Menteri Ketenagakerjaan, Hanif Dhakiri, mengklarifikasi isu tenaga kerja asing serbu Indonesia. Hanif menyatakan bahwa tidak benar jika tenaga kerja China masuk ke Indonesia, dengan jumlah yang sangat besar atau menyerang Indonesia. Kata dia, berdasarkan data resmi pemerintah, bahkan tenaga kerja RI lebih banyak di China.

Klarifikasi tersebut menyusul terkait diterbitkannya Peraturan Presiden Nomor 20/2018 tentang Penggunaan Tenaga Kerja Asing yang menjadi bola panas bagi pemerintahan Joko Widodo karena diduga memudahkan proses administrasi masuknya tenaga kerja asing ke Indonesia.

Hanif menyatakan bahwa tenaga kerja asing, terutama China tidak menyerbu lapangan pekerjaan di Indonesia, namun justru tenaga kerja RI yang menyerbu China. Hanif menyebutkan contoh, misalnya saja di Hong Kong, tenaga kerja Indonesia saat ini sudah berjumlah lebih dari 150 ribu orang tenaga kerja RI.

Baca juga: Pemerintah Terindikasi Istimewakan Tenaga Kerja Asing

“Sekarang, bahkan sudah lebih, hampir 160 ribu. Sementara, jumlah TKA (tenaga kerja asing) China, di sini sampai akhir 2017, sekitar 24 ribuaan. Jadi, kalau saya bilang bukan China yang serang kita, tapi kita yang serang China,” kata Hanif dalam diskusi di Kementerian Kominfo, Jakarta, Senin 23 April 2018, seperti yang dilansir oleh Viva.

Hanif menegaskan bahwa tujuan utama dari diterbitkannya Perpres 20 Tahun 2018 itu adalah untuk penciptaan lapangan kerja, melalui perbaikan iklim investasi.

“Kenapa harus melalui perpres, karena memang ada kondisi di mana kontribusi APBN terhadap PDB itu tidak cukup. Sehingga, kita harus menggenjot ekspor, melalui investasi,” tegas Hanif.

Baca juga: Perpres Tenaga Kerja Asing Dinilai Pinggirkan Tenaga Lokal

Melalui investasi yang meningkat itulah, tutur Hanif, yang diharapkan bisa menjadi membuka kesempatan kerja pun meningkat. Sebab, melalui aturan terbaru itu prosedur dan mekanisme perizinan TKA menjadi lebih cepat dan efisien.

“Intinya, kalau perizinan bisa selesai dalam sejam, misalnya, kenapa harus sehari,” kata Hanif.