UAH Beri Penjelasan Tak Terbantahkan Soal Disertasi Kontroversial dan Latar Belakang M. Syahrur

Disertasi Kontroversial

Ngelmu.co – Ustadz Adi Hidayat (UAH) angkat bicara soal disertasi kontroversial milik Abdul Aziz, mahasiswa UIN Sunan Kalijaga (Suka), Yogyakarta. Ia memberikan penjelasan tak terbantahkan, yang merinci latar belakang Muhammad Syahrur, pemilik konsep Milk Al Yamin, yang kemudian dijadikan reverensi disertasi tersebut.

Sebelumnya, dilansir akun YouTube Adi Hidayat Official, Sabtu (7/9), UAH mengawali penjelasannya dengan membacakan berita terkait desertasi tersebut yang ditulis dalam bahasa Inggris, di sebuah surat kabar.

UAH Beri Penjelasan Tak Terbantahkan Soal Disertasi Kontroversial

Di sana, Aziz yang seorang kandidat doktor UIN Suka, disebut sebagai pakar, menyatakan menarik kembali pernyataannya terkait bolehnya hubungan intim di luar nikah dalam Islam, karena terjadi kegaduhan di tengah Muslim konservatif.

“Saya ini disebut konservatif, kita ini yang ingin mempertahankan kebenaran, disebut konservatif. Hukum bangsa kita, Undang-undang kita disebut konservatif,” kata UAH di Masjid An-Nur, Tanah Kusir, Jakarta Selatan, Sabtu (7/9).

“Sebetulnya pelanggaran ini, disertasi ini. Karena melanggar norma, melanggar Undang-undang, melanggar ketentuan agama,” lanjutnya sembari mengangkat koran yang mencantumkan berita tersebut.

Menyoroti UIN Suka

Padahal, segala hal yang menyangkut agama, diatur jelas oleh negara. Pernikahan pun demikian, diatur sesuai agama masing-masing, dan tertera dalam Undang-undang, serta dasar negara kita, Pancasila.

“Tiba-tiba datang disertasi ini, mengatakan hukum hubungan di luar nikah itu halal. Artinya? Bertentangan dengan Undang-undang, yang paling dahsyat itu, ketika di kampus itu ada kata Islam-nya,” tegas UAH.

“Selama ada kata Islam di sebuah institusi, maka (seharusnya) Islam menjadi bingkai dari segala hal yang ada di kampus itu. Harus sesuai dengan hukum Islam,” lanjutnya.

Maka jelas, kata UAH, jika Islam menuntun agar umatnya menikah, di kampus tersebut pun akan mengajarkan segala hal yang berhubungan dengan pernikahan, bagaimana cara menikah.

“Jadi kalau di kampus itu ada yang menulis hal bertentangan tentang menikah, wajib ditolak oleh pihak kampus. Kalau kemudian diloloskan, jelas ada yang salah dalam sistem kampusnya,” kata UAH.

“Ini harus disampaikan, karena kita ingin saudara kita kembali ke jalan yang benar. Tak perlu diancam dan lain sebagainya. Kalau sesuatu ditampilkan secara ilmiah, jawab lagi dengan (cara) ilmiah,” imbuhnya jelas.

Membahas Secara Rinci Poin-poin Terkait Disertasi Kontroversial

UAH pun menjabarkan secara rinci tiap-tiap poin permasalahan disertasi kontroversial itu.

Termasuk alasannya merasa berhak meluruskan kekeliruan yang terjadi, terlebih, karena Aziz adalah seorang Dosen Hukum Keluarga Islam di salah satu Fakultas Syariah.

Diketahui, dalam disertasinya, Aziz mencantumkan 7 syarat yang membolehkan hubungan intim di luar pernikahan, antara lain:

  1. Pria (sekalipun sudah menikah)
  2. Wanita yang belum bersuami
  3. Tidak zina (dalam disertasi tersebut, yang dianggap zina hanya hubungan intim di luar pernikahan yang dilakukan di tempat terbuka)
  4. Dewasa dan berakal sehat
  5. Harus lawan jenis
  6. Tidak boleh ada hubungan darah
  7. Boleh beda agama

“Kalau cara berpikirnya sudah keliru, ini ‘kan bahaya. Makanya saya berhak untuk memberikan informasi ke masyarakat, untuk meluruskan, dan mendoakan yang menulis ini bisa kembali tobat,” ujar UAH.

“Jangan dicela dulu, tapi kita diskusikan secara ilmiah,” sambungnya mengingatkan semua pihak.

Kesalahan Terbesar dalam Disertasi Kontroversial

Kesalahan terbesar dari Aziz sebagai penulis disertasi adalah, kata UAH, salah mengambil sumber referensi, yakni Muhammad Syahrur, pemilik konsep Milk Al Yamin.

“Siapa Muhammad Syahrur ini? Ini yang mau saya jelaskan,” tegas UAH.

Syahrur bukanlah ahli Alquran dan hadits. Namun, ahli di bidang Teknik Sipil atau arsitektur. Maka, tak pantas bila pendapatnya dijadikan referensi yang menyangkut muamalah Islam.

Apalagi konsep Milk Al Yamin miliknya, sangat bertentangan dengan Alquran dan Sunnah.

UAH mengaku punya otoritas menjelaskan seperti apa latar belakang Syahrur, karena ia pernah mempelajari materi terkait dengan konsep Milk Al Yamin, selama satu tahun, di masa kuliah pascasarjana.

“Saya mempelajari materi yang berkaitan dengan ini, khusus satu tahun lamanya, dan ini menjadi mata kuliah, di S2 kami. Bahkan yang mengajarkan saya langsung tokohnya, penulis bukunya,” katanya.

Kampus tempat UAH mengambil pascasarjana, terbiasa berlajar langsung dan mengundang para penulis yang bersangkutan, untuk berdiskusi. Termasuk tokoh-tokoh orientalis, liberal, dan sekuler level internasional.

Syahrur merupakan pria kelahiran Syiria, Damaskus, tahun 1938. Dia sekolah SD, SMP, dan SMA di sekolah umum. Kemudian hijrah, pindah ke Soviet, belajar arsitektur, masuk jurusan teknik sipil, Handasyah Madaniyah.

“Jadi bukan jurusan Alquran, dia teknik sipil S1, diselesaikaan di sana,” kata UAH.

Kemudian Syahrur berangkat ke Irlandia, mengambil jurusan yang sama, di program S2 dan S3.

“Itu semua S1, S2, S3, di bidang arsitektur teknil sipil. Insinyur beliau itu, bukan Ustadz. Jadi enggak pernah belajar tafsir, belajar hadits, tidak ada pengetahuannya, apalagi fiqih,” tegasnya.

“Maka kesalahan terbesar penulis disertasi ini, kok bicara masalah fiqih, kepada arsitek? Kok bisa belajar fiqih Islam, ke orang teknik sipil,” lanjutnya.

Berikut penjelasan lengkap UAH tentang Syahrur:

“Syahrur belajar, dapat pengaruh dari orientalis. Siapa orientalis itu? Orang-orang pintar yang berkumpul membahas masalah ketimuran, khususnya Islam.

Dengan pandangan bahwa, Islam berpotensi kuat mengubah dunia. Mereka terbentuk di awal abad ke-7, di Spanyol.

Mereka membentuk kumpulan, kampus-kampus, yang tanpa sadar sekarang kampus-kampus terkenal, dulunya menjadi pusat pengembangan orientalis.

Mereka punya divisi untuk kajian oriental, kajian ketimuran, spesifikasi Islam.

Dan yang mengajar adalah orang yang di-danai untuk meriset semua sumber-sumber ke-Islaman, dari Alquran, hadits, sampai fiqih, untuk menemukan kesalahan-kesalahan di dalamnya, dan di-eksploitasi,” jelas UAH.

Selengkapnya bisa disimak di sini: