Berita  

UIN Yogya Loloskan Disertasi Bolehnya Hubungan Intim Tanpa Nikah

Hubungan Intim Tanpa Nikah

Ngelmu.co – Disertasi bolehnya hubungan intim tanpa nikah, milik Doktor Abdul Aziz, berhasil dipertahankan setelah Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga, Yogyakarta, meloloskannya.

Disertasi Bolehnya Hubungan Intim Tanpa Nikah

Dosen Fakultas Syariah Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Surakarta itu, berharap disertasinya bisa bermanfaat untuk pembaruan hukum perdata dan pidana Islam.

“Kriminalisasi bertentangan dengan Hak Asasi Manusia (HAM),” tuturnya, seperti dilansir Tempo, Kamis (29/8).

Sebelumnya, ia menghadapi delapan orang anggota tim penguji, Rabu (28/8), di Kampus UIN Sunan Kalijaga, sebelum berhasil mempertahankan disertasinya tersebut, dengan nilai yang sangat memuaskan.

Tim penguji sendiri, terdiri dari Ketua Sidang, Yudian Wahyudi, Sekretaris Sidang, Waryono Abdul Ghofur; serta Promotor, Khoiruddin dan Sahiron.

Abdul Aziz menjelaskan, disertasi itu muncul dari kegelisahan dan keprihatinannya terhadap beragam kriminalisasi hubungan intim non-marital konsensual (hubungan seksual di luar pernikahan yang dilandasi persetujuan atau kesepakatan).

Hubungan intim tanpa nikah, kata Abdul Aziz, selama ini mendapatkan stigma dan kriminalisasi, seperti penggerebekan juga penangkapan sewenang-wenang di ruang-ruang privat.

Pandangan Abdul Aziz Terkait Hukum Rajam

Bahkan, ia menyertakan hukuman rajam di Aceh pada 1999 dan Ambon pada 2001, sebagai kriminalisasi, “Hukuman rajam melanggar hak asasi manusia”.

Mereka yang dihukum rajam, disebut Abdul Aziz, dituduh berzina. Orang-orang berkerumun dan melempari mereka dengan batu hingga tewas.

Mengutip konsep Milk Al-Yamin dari intelektual muslim asal Suriah, Muhammad Syahrur, ia menyebut konsep tersebut menjelaskan bahwa hubungan intim tanpa nikah dalam batasan tertentu, tidak melanggar syariat Islam.

Muhammad Syahrur sendiri merupakan Profesor Teknik Sipil Emeritus di Universitas Damaskus, yang telah banyak menulis tentang Islam.

Syahrur juga dikenal sebagai insinyur jebolan Universitas Dublin dan Moskow yang telah menghasilkan buku tentang Islam dan kemanusiaan.

Ia juga melahirkan pemikiran progresif dengan pendekatan hermeneutika hukum dari aspek filologi dengan prinsip antisinonimitas.

Di mana metode tersebut, menggambarkan bahwa setiap istilah di dalam Alquran, punya makna yang tidak identik.

“Setiap kata atau setiap istilah pasti punya makna sesuai konteks zaman,” ucap Abdul Aziz.

Pada masa pemikir klasik, konsep Milk Al-Yamin dimaknai sebagai hubungan seks laki-laki terhadap perempuan budak.

Pandangan Muhammad Syahrur

Para pemikir (ulama) seperti Imam Asy Syafii dan Imam at Tabari, memahami Milk Al-Yamin sebagai hubungan intim non-marital dengan budak perempuan, melalui akad milik.

Syahrur menolak konsep Milk Al-Yamin, dan menyebutnya sebagai pemikir klasik. Menurutnya, perbudakan telah dihapuskan melalui Deklarasi HAM, dan Islam mendukung penghapusan perbudakan terssebut.

Konsep itu, kemudian ia maknai sebagai hubungan intim tanpa nikah, sekadar untuk melampiaskan hasrat seksual, bukan untuk berkeluarga apalagi memiliki keturunan.

Bagi Syahrur, hubungan intim baru akan disebut zina, bila dipertontonkan ke publik.

Sedangkan jika hubungan intim dilakukan di ruang privat, berlandaskan suka sama suka, keduanya sudah dewasa, tidak ada penipuan, dan niatnya tulus, maka tidak bisa disebut zina dan halal.

Namun, Abdul Aziz mengakui Milk Al-Yamin juga memiliki kekurangan, karena konsep itu bias gender. Sebab wanita berstatus istri, dilarang melakukan hubungan Intim di luar pernikahannya. Sedangkan laki-laki, boleh.

Ia terus mempertahankan disertasinya tentang hubungan intim tanpa nikah, dan menganggapnya tidak melanggar hukum Islam, sekalipun telah menuai kontroversi.

“Bicara masalah tafsir untuk membantu menemukan alternatif bagi negara yang kesulitan merumuskan hukum. Tapi disertasi saya malah dianggap musibah,” pungkasnya.

Anggota Majelis Ulama Indonesia Komisi Dakwah Sukoharjo, Jawa Tengah tahun 2005 ini menjelaskan, tentang hubungan intim tanpa nikah, tidak melanggar hukum Islam, sesuai tafsir Muhammad Syahrur tadi.