Ulama Disamakan Anjing yang Haus Kekuasaan, Ini Tanggapan MIUMI Kota Bekasi

 

Kampanye hitam di Kota Bekasi yang mengibaratkan ulama bagai anjing yang haus kekuasaan saat terjun ke politik, mendapat tanggapan dari banyak pihak. Salah satunya dari Majelis Intelektual dan Ulama Muda Indonesia (MIUMI).

Menurut Ketua MIUMI Kota Bekasi, Ustaz Wildan Hasan buletin tersebut tidak sesuai dengan namanya yaitu Qolbun Salim yang artinya hati yang sehat. Karena buletin tersebut bukannya membawa kebaikan dan kesehatan bagi pembaca tapi malah membuat emosi.

“Innalillahi itu isinya provokasi dan pelecehan tehadap ulama,” ujar Ustaz Wildan.

Bahkan, Ustaz Wildan menilai sang penulis tidak selamat dan sehat hatinya.

“Sepertinya hatinya penulisnya tidak selamat dan tidak sehat,” kata pria yang juga menjabat di Ketua I Persis Kota Bekasi ini.

Terlihat jelas dari bahasa dan pemilihat kalimat, kata Ustaz Wildan, tidak mencerminkan cita rasa ulama.

“Jika sang penulis adalah ulama atau ustaz bukanlah seperti itu,” ujarnya.

Menurut Ustaz Wildan Hasan buletin tersebut mendompleng buletin Islam agar seolah atas nama umat. Apalagi tidak ada susunan redaksi yang jelas pada buletin tersebut

“Berarti selebaran kaleng. Tidak bisa dipertanggungjawabkan isinya. Saya menduga selebaran itu dibuat menyikapi piagam al azhar yg menetapkan para ulama se bekasi raya mendukung salah satu paslon. Si pembuat selebaran dimungkinkan pendukung paslon lainnya,” katanya, Jumat (25/5/2018).

Di kalangan umat Islam, kata Ustaz Wildan, memang ada yang anti politik tapi yang saya tahu bahasanya tidak akan seperti itu.

Apalagi dalam tulisan tersebut menyudukan para ulama yang berpolitik. Padahal, kata Ustaz Wildan, ulama berpolitik itu wajib sesuai kemampuan dan kepentingannya.

“Karena Islam juga mengatur urusan politik dan kepemimpinan,” katanya.

Namun tidak semuanya harus berpolitik praktis. Mengarahkan umat agar memilih pemimpin yg baik dan benar adalah kewajiban ulama.

“Itulah politiknya ulama. Melarang-larang ulama berpolitik bahkan menistanya itu cara-cara kolonial. Saya kira selebaran itu kampanye hitam dan ujaran kebencian kepada ulama,” katanya.

Jika calon pemimpinnya sama-sama baik, sholeh dan amanah boleh saja para ulama netral.

“Tapi ulama akan berdosa kalau netral apabila jelas2 di antara dua atau lebih paslon ada calon pemimpin yang fajir. Buruk aqidahnya, akhlaqnya dan lain-lain,” pungkasnya.