Opini  

Umat Islam Dilarang Marah

 

Ketika orang lain menghina tokoh mereka, gak usah dibesar-besarkan. Gak enak kan jadi rasialis…? Introspeksi aja. Ketika Quran mereka dilecehkan, gak usah berlebihan. Toh pelakunya sudah minta maaf.

Ketika pengikut setia ulama ditikam, gak usah lebay. Makanya jangan show of force.
Ketika ulamanya dinistakan, sabar aja. Toh ulamanya juga sudah memaafkan.
Ketika pemimpin-ulamanya difitnah mesum, jangan fokus ke penyebarnya…(sambil mengumpat “dasar Habib gila seks”).
Ketika pengusaha non-Muslim maksa karyawan Muslim pakai seragam Santa, jangan nolak. Siapa suruh kerja sama non Muslim.

Ketika ada yang bawa bendera Merah Putih bertuliskan kalimat Tauhid lalu ditangkap, terima aja. Emang melanggar kok. UU ada.
Ketika bendera Tauhid dibakar, jangan fanatik deh. Bendera kita merah putih, kalau nggak suka keluar aja dari NKRI. Ketika penyebar video penistaan Alquran ditangkap sementara tersangka penistaannya tidak segera diproses, proseslah demi hukum. Dialah yang bikin gaduh.

Ketika lembaga fatwanya dituduh mengeluarkan fatwa yang bikin gaduh, dengan nyinyir bilang, “emang MUI yang megang kunci surga?” Ketika mereka menuntut keadilan dalam kasus yang dianggap kriminalisasi, mereka dihardik sambil diancam, “Jangan sebar hoax”. Ketika mereka menggugat kecurangan dan mengingatkan agar berlaku adil, mereka terintimidasi dengan tuduhan makar.

Entah kenapa jika bicara ummat Islam kosa kata yang dimilikinya terbatas pada; Anti-NKRI, Anti-Kebhinekaan, Dominasi Mayoritas, Sok Suci, Intoleran, Radikal, Pemegang Kunci Surga. Entah kenapa jika bicara ummat Islam suasana batinnya sumpek, gregetan, muak, geram. Entah kenapa jika bicara ummat Islam yang muncul dalam memorinya hanya; pemberontak, penyebar hoax, pembuat gaduh.

Mereka tahu, dalam sejarah dunia, jutaan orang mati karena PD I dan II dan pelakunya adalah orang Barat non-Muslim.
Mereka sangat paham, Belanda penjajah 350 tahun itu non-Muslim; merampok, membunuh, memerkosa, memecah belah.
Mereka mengerti, jutaan Yahudi dibantai itu bukan oleh Arab Muslim, tapi oleh Barat Non-Muslim di bawah komando Hitler.
Mereka sadar, jutaan orang mati di Kamboja itu bukan oleh Muslim, tapi oleh rezim Pol Pot.

Mereka menyaksikan bahwa jutaan Muslim Bosnia dibantai oleh Non-Muslim dalam sejarah modern peradaban manusia, di bawah pemerintahan Slobodan Milosevic.
Mereka mempelajari bahwa kosa kata Fasisme, Otoritarianisme, Totalitarianisme itu berasal dari sejarah Mussolini, Lenin dan Hitler yang bukan Arab-Muslim.

Padahal ia bagian dari ummat Islam yang mayoritas di negeri ini. Padahal ia bagian dari sejarah ummat Islam yang melawan penjajah ketika etnis lain berkolaborasi jadi kaki tangan penjajah. Padahal ia bagian dari memori ummat Islam yang berjuang melawan PKI. Padahal ia bagian dari ummat Islam yang pernah menjadi korban Rodi dan Romusha. Padahal ia bagian dari ummat Islam yang para da’inya setiap jum’at mendo’akan pemimpin mereka.

Otokritik terhadap kualitas ummat Islam?
Unconscious Inferiority complex karena deep impact of colonialization?
Self-fulfilling prophecy karena terintimidasi batin bahwa others are superior than us?
Atau jangan2 malah nggak nyaman dengan current status of being Muslim?

Wallaahua’lambisshawaab.

Khairul Fuad