Berita  

Walhi Apresiasi Cara Anies Atasi Polusi: Daerah Lain Layak Mencontoh

Walhi Apresiasi Cara Anies Atasi Polusi

Ngelmu.co – Gubernur DKI Jakarta, menerbitkan Ingub Nomor 66 Tahun 2019, untuk mengatasi permasalahan kualitas udara di Ibu Kota. Menyikapi kebijakan tersebut, Walhi apresiasi cara Anies atasi polusi di ibu kota.

Walhi Apresiasi Cara Anies Atasi Polusi

Organisasi independen pemerhati lingkungan, Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) itu menilai, daerah lain layak mencontoh cara Anies Baswedan.

Agar kualitas udara di tempat masing-masing bisa lebih baik, dengan penanganan yang sinergis.

“Kami mengapresiasi keluarnya Ingub ini, di tengah polusi udara yang melanda Ibu Kota selama beberapa pekan,” tutur pengkampanye energi dan perkotaan Walhi, Dwi Sawung, seperti dilansir Detik, Jumat (2/8).

“Kepada pemerintah pusat dan pemerintah daerah sekitar Jawa Barat dan Banten, selayaknya melakukan hal serupa untuk melakukan upaya pengendalian pencemaran udara, karena pencemaran udara tidak mengenal batas administratif. Upaya pengendaliannya pun harus lintas batas administratif,” sambungnya.

Namun, Walhi tetap menyampaikan catatan terhadap Instruksi Gubernur (Ingub) tersebut.

Pertama, penerapan perluasan kebijakan ganjil-genap untuk mengurangi polusi akibat kendaraan bermotor, menurut Walhi, pemilihan lokasi penerapan kebijakan itu perlu dipilih secara tepat.

“Salah satu contohnya adalah ganjil-genap yang diperluas. Perluasan ganjil-genap ini seharusnya berdasarkan tingkat polusi udara, bukan hanya pada ruas jalan yang mengalami kemacetan,” kata Sawung.

Di sisi lain, melihat udara Jakarta yang telah berubah kondisi sejak 20 tahun lalu, Walhi meminta Pemprov DKI, untuk mencantumkan pengetatan Baku Mutu Udara Ambian (BMUA) dalam Ingub yang diterbitkan.

Karena masalah BMUA ini juga perlu diseriusi. Apalagi BMUA yang digunakan, sudah berumur dua dekade.

Produk hukumnya adalah Keputusan Gubernur DKI Nomor 551 Tahun 2001 tentang Penetapan BMUA dan Baku Tingkat Kebisingan.

“Persoalan standar baku mutu udara yang telah berusia 20 tahun inilah yang menyebabkan perdebatan keras, udara masih sehat atau tidak,” jelas Sawung.

“Karena menurut standar BMUA 20 tahun lalu, masih baik-baik saja, sementara menurut standar WHO, udara kita tidak baik-baik saja,” imbuhnya.

Walhi menyampaikan, Kepgub Nomor 551 Tahun 2001 itu perlu direvisi dengan cara melibatkan publik.

Agar kebijakan tentang lingkungan itu, tak hanya mengakomodasi kepentingan pelaku bisnis, tapi juga kepentingan masyarakat.

“Keterbukaan dan partisipasi publik ini agar kejadian tidak ilmiah ketika menetapkan baku mutu emisi PLTSa (Pembangkit Listrik Tenaga Sampah) tidak terjadi dalam penentuan BMUA, emisi dioxin diukur lima tahun sekali,” kata Sawung.

“BMUA terbaru harus benar-benar mempertimbangkan kesehatan dan keselamatan publik, bukan untuk kepentingan menyelamatkan entitas bisnis tertentu,” pungkasnya.