Dianggap Beri Lampu Hijau untuk Zina, Wali Kota ini Tolak RUU Penghapusan Kekerasan Seksual

Ngelmu.co, PADANG – Penolakan terhadap draf Rancangan Undang-undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS) terus digemakan sejumlah kalangan. Terbaru, Wali Kota Padang, Mahyeldi Ansharullah menjadi Wali Kota pertama di Indonsia yang menolak keras RUU tersebut.

Wali Kota asal Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini, dalam keterangan resminya pada Rabu (6/2/2019) mengatakan bisa mengancam hilangnya fungsi agama, adat dan sosial budaya. Tak hanya itu, Mahyeldi mengatakan bisa juga menghilangkan peran orang tua dalam mendidik anaknya.

Dia mengatakan dirinya adalah wali kota pertama di Indonesia yang menolak draf RUU Pencegahan Kekerasan Seksual yang ada saat ini.

“Sepertinya, ini sengaja dirancang untuk melindungi kaum LGBT, memberi lampu hijau pada perbuatan zina dan merusak tatanan keluarga dan hidup berumah tangga,”ujar dia.

Dikatakan Mahyeldi, seperti ditulis pada pasal 7 ayat (2) RUU PKS itu, dinyatakan bahwa Kontrol Seksual sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (1). Yakni meliputi pemaksaan menggunakan atau tidak menggunakan busana tertentu, maka orang tua tidak boleh mendisiplinkan anaknya berhijab untuk menutup aurat. Karena termasuk kontrol seksual dalam hal busana.

Dia mengatakan frasa kontrol seksual  pada pasal 5 ayat (2) huruf b yang dikategorikan kekerasan seksua itu, artinya mendorong setiap orang untuk bebas memilih aktivitas seksual tanpa ada kontrol dari pihak lain. Pihak yang melakukan kontrol seksual justru bisa dipidanakan.

Dia mengatakan orang tua tidak boleh melarang anak lajangnya melakukan hubungan seks bebas karena bisa terkategori kontrol sosial.”Aktivitas LGBT juga terlindungi dengan frasa ini,” ujar Mahyeldi.

Selain itu, Mahyeldi juga berpendapat, kebebasan seksual semakin nampak pada pasal 7 ayat (1), yaitu adanya hak mengambil keputusan yang terbaik atas diri, tubuh dan seksualitas seseorang agar melakukan atau berbuat atau tidak berbuat.

Dia beranggapan kebebasan seksual harus dilindungi. Termasuk ketika memilih seks bebas, kumpul kebo, zina dan seks menyimpang semisal LGBT.

Menurut Mahyeldi, hal ini jelas-jelas sudah bertentangan dengan agama, filosofi orang Minangkabau. Adat basandi syarak, syarak basandi kitabullah.

“Apalagi kita di Kota Padang sudah menjalankan program wajib berbusana muslim bagi pelajar muslim, pesantren ramadhan, dan baru-baru ini mendeklarasikan Kota Padang Bersih Maksiat,”ungkap dia.

Lebih lanjut, Mahyeldi menilai masih ada pasal lainnya dalam RUU Pencegahan Kekerasan Seksual itu, yang dianggap memiliki indikasi melindungi dan melegalkan kebebasan seksual.

Dia mengatakan, jika draf RUU Pencegahan Kekerasan Seksual tersebut tidak mengalami perubahan, sebagai Wali Kota Padang, Mahyeldi akan terus menyuarakan penolakan terhadap draf RUU Pencegahan Kekerasan Seksual yang ada saat ini.”Saya sangat yakin, banyak dari pendukung LGBT dan kaum liberal yang mendukung dan berusaha meloloskan draf RUU Pencegahan Kekerasan Seksual ini,” pungkas dia.