Wanti-Wanti Penyakit Katastropik

Penyakit Katastropik

Ngelmu.co – Wanti-wanti penyakit katastropik. Salah satu ancaman kesehatan, dengan risiko yang paling sering terjadi adalah kematian.

Apa itu penyakit katastropik?

Katastropik adalah penyakit dengan kondisi parah dan dapat mengakibatkan kecacatan serius, atau bahkan kematian.

Umumnya, perawatan dari penyakit ini berjalan secara berkepanjangan, intens, dan juga menelan biaya besar.

Dalam kasus perawatan atau pengobatan berbagai jenis penyakit katastropik, butuh obat resep dan prosedur.

Termasuk pelayanan perawatan kesehatan lain, yang lebih kompleks daripada penyakit biasa.

Faktor lamanya menjalani masa pengobatan di rumah sakit juga menjadi penyebab besarnya biaya pasien dengan penyakit katastropik.

Kasus penyakit katastropik

Berdasarkan data BPJS Kesehatan, jumlah kasus penyakit ini di Indonesia, lebih dari 19,6 juta.

Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar 2018, penyakit stroke pada usia lebih dari 15 tahun, mengalami kenaikan hingga 56 persen; sedangkan diabetes mellitus melonjak 23 persen.

Penyebab kematian tertinggi

Di Indonesia, penyakit katastropik juga menjadi salah satu penyebab kematian tertinggi.

Berdasarkan data WHO, penyebab kematian tertinggi di Indonesia adalah golongan penyakit katastropik:

  • 37 persen karena kardiovaskuler;
  • 13 persen karena kanker; dan
  • 6 persen karena diabetes.

Namun, ada juga jenis katastropik lainnya, yakni:

  • Gagal ginjal,
  • Hemofilia,
  • Jantung,
  • Kanker,
  • Leukemia,
  • Sirosis hati,
  • Stroke, dan
  • Thalasemia.

Faktor utama penyebab katastropik

Penyakit katastropik dapat bermula dari pola hidup tidak sehat, yang sayangnya sering tidak disadari oleh banyak orang. Seperti:

Rendah nutrisi

Terlalu sering mengonsumsi makanan tinggi natrium, lemak jenuh, dan gula, dapat meningkatkan risiko penyakit kronis.

Seperti penyakit jantung dan stroke, diabetes tipe 2, hingga kanker; akibat kelebihan berat badan atau obesitas.

Kurang olahraga

Aktivitas fisik dapat membantu sistem imun melindungi tubuh dari infeksi dan penyakit.

Sebab, ketika tubuh kurang bergerak atau berolahraga, maka sistem kerja tubuh akan terganggu; sehingga risiko penyakit kronis juga meningkat.

Biaya pengobatan tinggi

Biaya pengobatan untuk penyakit katastropik juga tidak murah. Perawatan kardiovaskuler, misalnya.

Sebut saja untuk operasi bypass jantung yang menyentuh angka Rp150-300 juta. Belum lagi pemasangan ring jantung yang menyentuh Rp50-100 juta.

Tidak jauh berbeda dari penyakit kardiovaskuler, penanganan kondisi kanker juga memakan biaya tinggi, yakni sekitar Rp102-106 juta per bulan.

Bagaimana dengan pasien diabetes? Konsultasi dokter sekaligus pengobatannya menyentuh angka sekitar Rp13-26 juta per tahun.

Sebagai gambaran, pasien diabetes dengan komplikasi ginjal, juga perlu menjalani prosedur cuci darah; sebagai rangkaian pengobatan.

Adapun rincian biaya cuci darah, berkisar di angka Rp50-60 juta per tahun.

Komplikasi diabetes ke ginjal dapat terjadi karena beberapa kondisi, seperti keturunan dan tekanan darah yang tidak bagus.

Rokok

Merokok adalah penyebab utama kanker, penyakit jantung, stroke, penyakit paru-paru, diabetes tipe 2, dan juga penyakit kronis lainnya.

Bahkan, individu yang tidak merokok, tetapi sering terpapar asap rokok [sebut saja perokok pasif], juga terancam terkena penyakit kronis layaknya perokok aktif.

Baca Juga:

Di Indonesia, jumlah perokok anak tiap tahunnya terus mengalami kenaikan. Berbagai upaya–seperti menaikkan harga cukai–belum efektif mengatasi masalah ini.

Akhirnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi), mengeluarkan Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 25 Tahun 2022 tentang Program Penyusunan Peraturan Pemerintah Tahun 2023.

Dalam Kepres tersebut, tercantum larangan menjual rokok batangan alias ketengan.

Menurut sejumlah ahli kesehatan, tingginya jumlah perokok anak adalah karena belum adanya aturan yang tegas pada pembatasan konsumsi rokok.

Mirisnya, begitu mudah mendapati anak sekolah pun anak di bawah umur yang mengisap rokok di jalanan.

Mereka tidak lagi sembunyi-sembunyi. Bahkan, tidak jarang yang merokok di hadapan orang tuanya.

Hal ini begitu memprihatinkan. Apalagi kebiasaan merokok, menyumbang pembiayaan kesehatan terbanyak.

Ini berkaitan dengan risiko penyakit katastropik (menurunnya fungsi-fungsi organ tubuh).

Maka dalam Keppres 25/2022, tercantum 7 pokok materi muatan dalam rancangan aturan pemerintah soal zat adiktif tembakau, di antaranya:

  1. Penambahan luas persentase gambar dan tulisan peringatan kesehatan pada kemasan produk tembakau;
  2. Ketentuan rokok elektronik;
  3. Pelarangan iklan, promosi, dan sponsorship produk tembakau di media teknologi informasi;
  4. Pelarangan penjualan rokok batangan;
  5. Pengawasan iklan, promosi, sponsorship produk tembakau di media penyiaran, media dalam dan luar ruang, serta media teknologi informasi;
  6. Penegakan dan penindakan; serta
  7. Media teknologi informasi dan penerapan Kawasan Tanpa Rokok (KTR).

Para pakar pun menyetujui Keppres ini. Simak penjelasan selengkapnya di sini