Waspada! Ini Data dan Fakta Ekonomi Indonesia sedang Lesu

 

Adanya anggapan bahwa ekonomi Indonesia sedang meroket, telah dibantah oleh sederet fakta yang tengah terjadi. Mengutip CNBC Indonesia, pertumbuhan ekonomi Indonesia diramalkan hanya berkisar di angka 5.1 persen.

Kondisi lesunya ekonomi RI, dikuatkan BI (Bank Indonesia) yang memperkirakan pertumbuhan ekonomi kuartal II tahun ini kemungkinan lebih lambat dibandingkan periode sebelumnya.

Menurut Gubernur BI Perry Warjiyo, dari data survei yang dilakukan oleh bank sentral, seperti data ekspor impor, survei penjualan eceran pertumbuhan ekonomi secara tahunan (year on year) hampir sama dengan kuartal I di tahun 2019.

“Kami sudah sampaikan kecenderungan pertumbuhan ekonomi di kuartal II tahun ini melandai, artinya melandai itu apa? pertumbuhan ekonominya year on year hampir sama dengan pertumbuhan ekonomi kuartal I 2019,” ujar Perry di Gedung DPR, seperti dilansir detik.com. Jakarta, Senin (8/7/2019).

Lesunya Transaksi Barang dan Jasa

Pada Tahun 2017, kinerja ekspor Indonesia tidak menggembirakan, tercatat surplus transaksi barang Indonesia hanya sebesar 1.9% dari PDB. Kondisi ini, membuat posisi Indonesia lebih kecil dibandingkan negara Vietnam dan negara-negara ASEAN yang lain, seperti Malaysia yang tercatat 8.7%, Thailand 7.5% kemudian Vietnam 5.1%.

Data Transaksi jasa Indonesia juga memperlihatkan lesunya ekonomi Indonesia. Tercatat, defisit sebesar US$ 7,38 miliar atau 0,7% dari PDB.

Gubernur BI Perry Warjiyo berkilah, Lesunya kinerja ekspor dikarenakan adanya perang dagang.

“Tapi ada dampak trade war, demikian juga ekspor manufaktur ke AS, sejumlah kinerja ekspor masih baik. Kebiasaan tipikal di Indonesia, kalau ekspor turun impor juga turun, karakteristiknya begitu kita tunggu saja data dari BPS ya,” jelas Perry seperti dikutip detik.com Senin, (8/7).

Lesunya Investasi

Ajakan Presiden Jokowi kepada para pemimpin negara di Dunia untuk berinvestasi di Indonesia tidak membuahkan hasil yang baik. Hal ini dapat terlihat di tahun 2017, Indonesia mengalami defisit US$ 27,63 miliar atau setara dengan 2,7% PDB, dimana valuta asing lebih banyak keluar untuk membayar dividen asing ketimbang yang masuk ke Indonesia, karena dividen asing tersebut harus dibayarkan pada investasi yang tidak berorientasi pada ekspor.
Catatan pada tahun 2018 menunjukkan investasi yang masuk ke Indonesia hanya dapat dinikmati masyarakat untuk konsumsi saja seperti sektor properti.

Dari sederetan fakta lesunya ekonomi Indonesia, sulit bagi pemerintah untuk menanggulangi masalah defisit transaksi berjalan (current account deficit/CAD) yang sempat menyentuh level terendah sepanjang sejarah RI di awal tahun 2019. Alih alih ingin ekonomi naik meroket, CAD yang tidak bisa diantisipasi dapat mengakibatkan pertumbuhan ekonomi RI semakin terperosok dan melambat.